Mama Iren terkejut begitu melangkah masuk kamar Andini. Karena dia melihat Andini sedang menangis bersama Amel yang juga menangis sambil menunduk.
"Tante?"
Mama Iren terkejut begitu Andini menatapnya dan memanggilnya. Bahkan Andini bangun dari duduknya langsung bersimpuh di hadapannya. "Maafin aku, Tante. Aku mohon maafin aku," katanya.
"Maaf? Untuk apa?"
"Selama ini aku sudah banyak merepotkan Tante dan aku ini selalu saja jadi beban buat Tante, Andra dan Amel."
Air mata Mama Iren mengalir dari pelupuk matanya. Dia terharu melihat Andini mau bangkit dari keterpurukannya. Dia bahagia dan langsung berusaha untuk membuat Andini bangun. "Kamu itu bukan beban, Andini. Kamu itu keluarga kita dan sudah menjadi kewajiban kita untuk berusaha membuat kamu keluar dari keterpurukan ini," katanya dengan senyum.
"Kenyataannya aku ini selalu membebani kalian. Tapi sekarang aku janji, Tante. Aku gak akan nyusahin Tante, Andra ataupun Amel lagi. Aku akan hidup seperti orang pada umumnya."
"Iya sayang, itu yang memang harus kamu lakukan."
"Iya, Tante."
"Kamu harus melanjutkan hidup kamu. Karena kamu itu gak sendirian. Kamu masih punya Tante, Andra dan Amel yang akan selalu ada buat kamu."
"Makasih, Tante."
Andini memeluk Mama Iren dengan terisak. Mama Iren tersenyum dalam tangisnya dengan tangan yang mengusap-usap punggung Andini. Sementara Amel yang masih duduk di ranjang Andini menatap Andini dengan kesal. Lalu memutar bola matanya dan berdiri dengan hentakan kaki yang kasar.
"Mel ...."
Andini beralih menatap Amel yang cemberut. "Aku harap Kak Andini serius dengan ucapan Kak Andini barusan!" katanya.
"Kakak serius, Mel. Kakak akan berubah dan kakak gak akan pernah nyusahin kamu, Andra dan Tante Iren lagi."
"Tapi aku gak semudah itu untuk percaya sama orang yang udah gila bertahun-tahun kaya Kak Andini!" tegas Amel sinis.
"Amel! Kamu jangan bicara seenaknya gitu sama kakak kamu?!" bentak Mama Iren.
"Dia bukan kakak aku, Mah! Karena kakak aku cuman Kak Andra!"
"Dia kakak kamu juga! Karena dia kakak sepupu kamu!"
"Tapi aku gak pernah mau punya sepupu kaya dia!"
"Kamu keterlaluan, Amel! Dengan bicara kaya gitu kamu udah sangat nyakitin hati Mama!"
Amel tidak menanggapi perkataan Mama Iren. Dia langsung pergi begitu saja dari kamar Andini. Mama Iren hendak mengejarnya. Tapi Andini menahannya. "Biarkan Amel pergi, Tante," katanya.
"Tapi dia sudah keterlaluan sama kamu, Andini."
"Gak apa-apa, Tante. Dia butuh waktu, karena selama ini aku sudah mengambil haknya. Hak sebagai anak dan saudari perempuan yang harusnya dijagain lebih banyak sama Tante dan Andra. Tapi dia gak mendapat itu semua, karena Tante dan Andra selalu sibuk ngurusin aku."
Mama Iren mengangguk pelan.
***
Mood Amel sedang tidak baik. Makanya setiba di kampus dengan supir, dia langsung menutup pintu mobil dengan kasar. Bahkan sampai membuat supirnya terkejut.
"Mang Ujang ko malah diam aja sih?! Sana pulang?!"
"I-iya, Non."
Amel masuk kampus setelah melihat supirnya berlalu pergi meninggalkan area kampus. Tiba-tiba Handphone-nya berbunyi. Lantas dia langsung menjawab teleponnya.
"Ya, Kak."
"Kata Mama, Kak Andini udah lebih baik dan mau ikut Mama keluar rumah setelah bicara sama kamu. Emang kamu bicara apa sama dia?"
Amel memutar bola matanya kesal. "Aku cuman minta dia buat bersikap normal, biar dia gak nyusahin kita lagi," katanya ketus.
"Ko kamu ngomong gitu sih? Kak Andini gak pernah nyusahin!"
"Gak pernah nyusahin gimana?! Jelas-jelas dia itu selalu nyusahin kita dan dia juga gak ingat umur! Udah tua ko sikapnya kaya anak-anak?!"
"Mel! Kakak gak suka ya kamu bicara kaya gitu soal Kak Andini! Biar bagaimanapun dia baik banget sama kita sejak dulu. Bahkan saat kita kehilangan Papa. Dia gak membiarkan kita kehilangan sosok Papa. Dia rela berbagi kasih sayang Ayahnya sama kita. Jadi, sudah seharusnya kita juga baik sama dia!"
Sambungan terputus.
Saat Amel hendak menyimpan Handphone-nya ke dalam tas, tiba-tiba seseorang menabraknya. "Aduh! Handphone gue?" keluhnya.
"Sorry, gue gak sengaja."
Orang yang menabrak Amel langsung mengambil Handphone Amel. Lalu saat mengembalikan pada Amel pandangan mata mereka bertemu.
"Lo?"
Keduanya sama-sama terkejut.
"Lo kenapa sih bikin orang kesel terus?! Dan kenapa juga gue harus ketemu sama Lo lagi?!"
"Gue juga gak mau ketemu sama Lo lagi kali!"
Orang yang ada di hadapan Amel ini adalah Endy. Seingat Amel, laki-laki berambut ikal ini adalah adik dari orang yang sudah menabrak mobil kakaknya. Tapi mereka kabur ketika diminta untuk bertanggung jawab atas kerusakan mobil kakaknya. Bahkan kemarin, dia sempat mengejarnya sampai ke perpustakaan. Lalu dia kehilangan jejaknya gara-gara ditegur oleh penjaga perpustakaan karena sudah membuat kegaduhan di perpustakaan.
"Kalau gitu. Cepat ganti rugi atas kerusakan mobil kakak gue!" bentak Amel.
"Ya nanti, soalnya gue belum punya uang!"
"Mau Lo punya uang atau enggak, gue gak peduli! Yang jelas Lo sama kakak Lo harus tanggung jawab atas kerusakan mobil kakak gue?!"
Endy kehabisan kata-kata. Dia bingung harus jawab apa? Sampai akhirnya Handphone-nya bunyi. Dia pun langsung merogoh saku celananya dengan satu tangan. Karena tangan yang satunya digunakan untuk memegang Handphone Amel yang diambil dari tanah tadi. "Handphone Lo nih," katanya.
Amel mengambil Handphone-nya dan memeriksa Handphone-nya yang sempat jatuh gara-gara Endy. Tapi Endy tidak mempedulikannya. Dia hanya menggerut kening melihat melihat nama orang yang meneleponnya.
"Ya, Halo. Ada apa?!"
Endy menjawab telepon dengan sinis.
"...."
"Udahlah, Kang. Lo gak usah hubungin kakak gue lagi! Lagian pertunangan kalian mau dibatalin juga 'kan?"
"...."
"Ya udah. Lo cari aja kakak gue di panti, soalnya dia memang sering ke sana."
"...."
"Iya!"
Sambungan terputus.
Endy terkejut karena Amel masih ada di depannya. "Lo masih di sini? Emang mau apa lagi?" tanyanya.
"Gue mau Lo jawab. Kapan Lo bakalan ganti rugi?!"
"Nanti pas gue udah punya uang!"
"Tapi kapan?!"
"Gue gak bisa janji waktunya kapan. Tapi gue bisa janji kalau gue ini gak akan kabur!" tekan Endy sembari melangkah pergi.
"Apa jaminannya kalau Lo itu gak akan kabur dari tanggung jawab Lo?!"
Endy menghentikan langkahnya dan berbalik ke arah Amel. Lalu menghampiri Amel lagi. "Karena Lo satu kampus sama gue dan kakak Lo juga gak akan biarin gue dan kakak gue kabur dari tanggung jawab kami," katanya sebelum akhirnya benar-benar pergi dari hadapan Amel.
"Bagus kalau Lo ngerti!"
Amel menatap kepergian Endy sinis.
Jangan lupa vote dan comen 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA MACAM APA INI? (Tahap Revisi)
FanfictionFollow dulu sebelum baca. Cinta macam apa ini? Mereka menikah dengan paksaan dan penuh ancaman, untuk menyelamatkan hubungan lain. Tapi apa yang terjadi setelah pernikahan berlangsung? Masalah lain muncul hingga semuanya semakin rumit. Sementara hub...