41. Aku pergi
_________________Selamat tinggal, dunia.
_________
Rasa sesal. Adalah perasaan yang akan selalu membebani hati dan pikiran. Yang akan membuat hidup menjadi tidak pernah merasakan yang namanya ketenangan.
Memang benar, rasa sesal itu selalu datang paling terakhir. Membuat rasa bersalah kian bertumpuk di dalam jiwa. Meskipun terkadang, kata maaf itu selalu ada. Dan kesempatan kedua itu selalu ada. Tapi tetap saja. Rasa sesal tak akan hilang begitu saja.
"Gue jahat ... gue udah jahat."
Dalam ruangan yang minim cahaya dan dalam suasana yang hening yang kian semakin meraja, tetes air mata penyesalan itu kembali berderai. Membasahi kedua pipi nya yang terlihat lebih tirus dari sebelum nya.
Kantung mata yang membengkak dan hitam, wajah pucat pasi seperti tidak dialiri darah sama sekali itu terlihat begitu mencolok dari nya.
Milly Anastasya. Gadis yang kini hidup nya merasa tidak tenang sama sekali. Merasa sangat menyesal dengan apa yang telah ia perbuat kepada sepupunya sendiri.
Sejak kejadian dirinya yang dilaporan kepada pihak kepolisian oleh Zaki, karena sudah mencoba melakukan suatu tindak pembunuhan. Milly menjadi lebih sering mengurung diri di kamar. Berdiam diri di dalam kegelapan dan juga kesendirian.
Bahkan, kedua orang tuanya yang sudah pulang satu hari setelah Nadine meninggal, merasa sangat khawatir dengan kondisi puterinya tersebut. Milly tak mau makan sama sekali. Dan bila Tasya -- Mama nya, berusaha untuk membujuknya makan. Gadis itu akan marah dan membanting piring berisikan makanan hingga pecah dan berserakan di lantai.
Seperti saat ini, wanita itu nampak menatap sendu pada piring dan gelas yang sudah jatuh dan pecah berserakan di lantai dan juga makanan yang tumpah mengotori lantai berubin tersebut.
Entah apa lagi yang harus ia perbuat sekarang. Milly bersikap sangat aneh. Gadis itu bisa tiba-tiba marah-marah lalu menangis pada detik berikut nya.
"Gue jahat ...." Milly terisak kecil.
"Sayang, kamu makan ya? Mama bingung harus ngapain kalau kamu kayak gini terus." Tasya berjalan mendekat namun, puterinya itu malah semakin meringkuk di pojokan kamar. Seperti orang yang ketakutan.
"PERGI!!" teriak Milly dengan histeris, lalu gadis itu tertawa kecil. "Hahaha gue jahat, iya gue jahat. Gue emang jahat."
Tasya menitikan air matanya. Hati nya seakan tergores melihat kondisi puteri semata wayang nya. Ia sudah membawa Milly kepada seorang psikiater. Dan, menurut psikiater tersebut. Milly mengalami ganguan mental akibat terlalu merasa sangat bersalah atas apa yang sudah dia perbuat.
"Perggiii!!" Milly kembali berteriak dan membanting pecahan kaca yang ada di dekat nya ke arah sang Mama. Membuat mau tak mau, Tasya harus pergi meninggalkan kamar tersebut.
Meninggalkan Milly seorang diri. Meringkuk dengan memekuk kedua lutut nya di pojokan kamar dengan kondisi yang sangat kacau.
"Aarrgghh.." Gadis itu menggerang, menangis meraung, "gue jahat. GUE JAHAT!! Gue benci sama diri gue sendiri!!"
Dipukul-pukul nya kepalanya sendiri dengan brutal dan bertubi-tubi. Seolah sedang berusaha mengeluarkan bayangan rasa sesal yang kian semakin mengisi isi kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainie ( END )
Teen FictionIzinkan aku bahagia, Tuhan. ________ Mengapa, Tuhan seolah tak mengizinkanku untuk merasakan kebahagiaan? Mengapa, Dia menakdirkan skenario hidup yang begitu rumit, bagi dunia kecilku? Tak bisakah, Tuhan membiarkanku bahagia, lebih lama lagi? Aku ha...