Revisi📌
12. Remember?
________
Pagi ini, Rain sudah siap dengan kaus berwarna putih dan celana jeans berwarna biru laut yang dipadukan dengan sneakers.
Bersiap untuk menjemput Hana di Rumah sakit. Kebetulan, hari ini juga hari libur sekolah.
Gadis itu berdiri di depan cermin, untuk memastikan penampilannya tidak terlalu berlebihan.
Ya, walaupun hanya sebuah kaus dan celana jeans. Berbeda dengan Qinan, si gadis anggun yang selalu terlihat manis dengan dress-dress indahnya.
Tepukan demi tepukan kecil ia lakukan, saat memoleskan bedak ke wajahnya. Lalu, memoleskan liptint berwarna pink soft pada bibir mungilnya.
"Yaampun!!"
Rain terpekik kaget sembari menunjuk ke arah kaca. "Lo siapa? Cantik banget sih. Lo kembarannya Lisa blackpink, ya!"
Rain terkikik geli, menyadari bahwa sedari tadi ia hanya memuji-muji dirinya sendiri lewat pantulan cermin yang ada di hadapannya.
"Udah selesai, gejala stresnya?"
Rain terkejut dan langsung memutar tubuhnya ke arah belakang.
Di sana. Cowok itu berdiri dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Menatapnya dengan sebuah seringai tipis.
"Lo ngapain di sini?" tanya Rain mulai panik.
Pasalnya, ia belum pernah membawa seorang lelaki ke rumahnya. Apalagi ini kamarnya. Dan tunggu, dari mana dia masuk?
"Dari mana, lo bisa masuk?"
"Tuh!"
Rafa menunjuk ke arah pintu balkon yang terbuka lebar. Ia memang datang lewat sana.
Dengan gerakan cepat, Rain malah berjalan ke arah balkon kamarnya. Menatap ke arah bawah sana. "Huuh, untung cat temboknya kuat, jadi gak ngelupas."
"The best emang Mang Udin, nyari cat tembok kualitas tinggi."
Rafa berdiri dengan wajah melongo. Gadis itu, bukannya menanyakan keadaannya seperti, 'lo gak apa-apakan? Itu tinggi banget. Gimana kalau jatuh, coba.'
Ternyata, dia lebih takut jika cat temboknya mengelupas ketimbang dirinya patah tulang karena terjatuh.
"Lo mau ke mana?" tanya Rafa saat melihat Rain kembali masuk dan mengambil sling bag berwarna biru yang ada di atas tempat tidur.
"Ke alam Barzah, kenapa? Lo mau ikut?" tanyanya asal. "Jangan, tiket masuknya udah abis. Punya gue yang terakhir."
Rafa menghembuskan napasnya, kesal. Menatap kedua mata gadis itu dengan tatapan tajam.
"Gue nanya benar, Alya."
Lagi-lagi Rain tertegun saat Rafa memanggilnya dengan sebutan Alya.
"Gue ... gue mau ke Rumah sakit. Jemput nyokap."
Rafa mengangguk kecil. "Mau sendiri aja, atau mau gue bantu seret sampai sana?"
Rain mencebikan bibirnya kesal. Kata-kata cowok itu sangat berbanding terbalik, dengan kata-kata dalam novel teenfic yang ia baca.
Jika dalam cerita-cerita seperti itu, pasti yang keluar adalah kata-kata seperti. 'Gue anterin ya.'
Tapi, cowok itu? Malah menawarkan jasa seret menyeret. Mungkin, inilah yang dinamakan ekspektasi yang tak sesuai dengan realisasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainie ( END )
Novela JuvenilIzinkan aku bahagia, Tuhan. ________ Mengapa, Tuhan seolah tak mengizinkanku untuk merasakan kebahagiaan? Mengapa, Dia menakdirkan skenario hidup yang begitu rumit, bagi dunia kecilku? Tak bisakah, Tuhan membiarkanku bahagia, lebih lama lagi? Aku ha...