Rainie | 25

2.3K 302 89
                                    

Revisi📌

Siap baca? Siap vote? Siap komen?

25. Kesepakatan?

"El, jangan terlalu mencintai gue, ya?

_________________

"Rain, lo makan dulu, ya? Lo kan, udah dua hari gak makan nanti lo sakit."

Berulang kali ucapan seperti itu terlontar dari bibir Qinan. Membujuk agar Sang adik mau sedikit saja memasukan makanan ke dalam mulutnya.

Sudah dua hari lamanya, Hana -- Sang Mama, terbaring lemah tanpa daya sedikit pun di atas ranjang Rumah sakit.

Qinan mengerti dengan apa yang terjadi. Mengerti perasaan terpuruk yang dialami Sang adik, karena dirinya juga mengalami hal tersebut. Tapi, menyiksa diri sendiri dengan tidak makan dan tidur seperti yaang dilakukan Rain, bukanlah pilihan yang tepat.

Rain hanya terdiam. Terduduk dengan keadaan kacau. Wajah yang pucat dengan kantung mata yang bengkak dan menghitam.

Hatinya terlalu sakit, meski hanya untuk sekadar menanggapi ucap bujuk Qinan. Menurutnya, semuanya sia-sia. Untuk apa dirinya makan, untuk apa dirinya beristirahat, jika Tuhan saja sedang mempersiapkan waktu untuk menjemputnya di kemudian hari.

Mungkin saja hari ini, esok, atau mungkin juga nanti. Takdir kematiannya sudah hampir mendekat.

"Rain, please. Jangan lo siksa diri lo sendiri kayak gini. Gue gak mau lo kenapa-napa. Karena, saat ini cuma lo yang gue punya."

Rain mendengkus kecil, "lo gak ngerti, Qinan. Lo sama sekali gak ngerti. Selama ini gue selalu ingin dekat sama Mama. Dan, di saat Mama kayak gini ... ngebuat gue hancur. Karena, gue belum sempat menjadi bagian dari hidup Mama. Gue belum sempat menjadi anak yang baik buat Mama. Beda, sama lo."

"Tapi, gak gini caranya Rain. Kalau lo kayak gini terus, itu sama aja lo nyiksa diri lo sendiri. Dan, gue yakin Mama juga gak akan suka!"

Qinan sudah tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Tersulut emosi yang bercampur dengan perasaan khawatir. "Gue ngerti lo sedih. Gue juga sama kayak lo. Tapi, kita harus tetap bertahan biar bisa mendoakan Mama agar Tuhan memberikan Mama kesembuhan."

"Sekarang lo makan."

"Gue bilang, gue gak mau! Asal lo tahu, selama ini lo itu egois! Lo cuma mikirin diri lo sendiri, cuma mikirin kebahagiaan diri lo sendiri. Lo gak pernah ngerasain susahnya jadi gue!"

Rain menatap Qinan dengan tatapan yang terlihat kesal.

"Lo ngomong kayak gitu, karena selama ini lo selalu dapetin apa yang gak pernah gue dapat. Gue cuma mau Mama bangun, gak lebih. Gue gak akan maksa Tuhan buat mutar balikin keadaan, gue ada di posisi lo dan lo di posisi gue."

"Lo selalu ngomong seolah lo itu yang paling bener. Seolah lo itu Tuhan yang selalu tahu tentang segala hal. Cukup, Qi! Lo bukan Tuhan yang harus gue agung-agungkan. Gue hidup ataupun mati, gue makan ataupun enggak. Itu urusan gue!"

Qinan hanya terdiam membisu. Mencerna setiap kata yang diucapkan Sang adik. Membuat ada sesuatu yang seakan tertusuk di dalam sana. Apa salahnya? Apa salah, jika ia tak mau adik satu-satunya itu kenapa-napa? Harapan Qinan saat ini hanya satu yaitu, Rain.

Bulir air mata kembali menetes dari pelupuk mata Rain, ia sadar. Apa yang ia ucapkan barusan itu salah. Hanya ucapan sesaat di kala pikiran kacau dan emosi mulai tersulut.  

Rainie ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang