67. Qinan Menyerah
_____________
"Rain lebih membutuhkan kebahagiaan."
________
Masih dalam suasana hati yang sama. Antara terluka dan juga kecewa.
Gadis itu masih mengayunkan kedua kaki nya. Berjalan menembus rintikan air hujan yang tiba-tiba saja turun dari atas sana.
Linangan air mata masih tetap berderaian pada wajah nya. Ikut terjatuh bersama ribuan air dari atas sana.
Tak ada suara isakan, yang ada hanyalah tangisan dalam diam. Hati nya terlalu sakit walau hanya untuk mengeluarkan sebuah isakan kecil.
"Mang! Bukain!" teriak nya ke arah dalam pagar besar rumah nya itu.
Mendengar suara teriakan itu, sosok pria paruh baya berseragam satpam itu segera mengalihkan pandangan nya. Menatap ke arah Qinan yang nampak kedinginan di luar gerbang sana.
Dengan cepat ia membuka payunge dan berlari kecil ke arah si gadis. Membuka kunci pagar besi tersebut dan bertanya, "lho, Non Qinan kok hujan-hujanan toh?"
Sorot mata satpam itu mengedar. Mencari sosok yang mungkin saja mengantarkan anak majikannya itu.
"Pulang sendiri, Non? Gak dianter Den Rafa?"
Qinan tersenyum kentara dan menggeleng kecil. "Enggak, Mang. Em ... Mang, Qinan kedinginan mau masuk."
"Eh iya, Mamang sampe lupa. Yuk atuh."
Qinan mulai melangkah masuk ke dalam pekarangan rumah nya. Dengan tubuh yang dipayungi oleh satpam rumah nya.
Dan setelah sampai di teras rumah nya, Qinan langsung mengucapkan terima kasih. Membuat pria tua itu mengangguk kecil dan kembali ke arah gerbang, untuk mengunci nya lagi.
Qinan mulai mendorong pelan pintu rumah nya, yang memang sengaja tidak dikunci, atas dasar permintaan nya kepada Bi Ina.
Baru beberapa langkah ia masuk, kedua matanya tiba-tiba kembali memanas. Kala melihat suasana dalam rumah nya yang sudah dihias oleh beraneka macam ornamen hiasan, untuk acara pertunangan nya nanti.
Hati nya mencelos sakit. Air mata kembali berderai disertai dengan isakan-isakan kecil yang tertahan.
"Gue emang bodoh! Terlalu berharap pada apa yang gak seharusnya gue harapkan!"
Qinan bergerak cepat. Menghancurkan berbagai macam hiasan yang ada di sana.
"Aarrgghh!! Gue benci diri gue sendiri! Kenapa semuanya harus terjadi?!"
Prank!
Suara berisik dari lantai bawah itu, membuat Hana yang sedang berada di kamar nya lantas langsung mengalihkan pandangan nya.
Dan dengan segera ia bergegas keluar dari dalam kamar nya. Menuruni setiap undakan anak tangga menuju lantai bawah.
Dari pertengahan undakan tangga, ia menatap tak percaya ke arah puterinya yang tengah menghancurkan hiasan persiapan pertunangan nya sendiri sambil menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainie ( END )
Teen FictionIzinkan aku bahagia, Tuhan. ________ Mengapa, Tuhan seolah tak mengizinkanku untuk merasakan kebahagiaan? Mengapa, Dia menakdirkan skenario hidup yang begitu rumit, bagi dunia kecilku? Tak bisakah, Tuhan membiarkanku bahagia, lebih lama lagi? Aku ha...