Rainie | 13

2.6K 332 55
                                    

Revisi📌

13. Perihal luka.

Dari sahabat, yang kemudian merambat menjadi seorang pengkhianat.

__________


"Mas, kenalin, dia Nadine. Sahabatku dari kecil. Nadine kenalin ini suamiku, Brama."

Hana menyambut kepulangan suaminya yang baru pulang dari Kantor. Dan mengenalkannya pada sahabatnya yang kebetulan berkunjung, Nadine.

Lelaki yang memakai stelan jas formal berwarna hitam itu, mengulas sedikit senyum dan mengulurkan tangannya ke arah wanita yang terlihat lebih muda darinya itu.

"Brama."

"Nadine."

Nadine menyambut uluran tangan Brama dengan ramah. Ia menatap Brama dengan tatapan yang sulit diartikan, sembari mengulas senyum manis tanpa melepaskan genggaman tangannya. Betapa beruntungnya Hana, mendapatkan suami seperti Brama. Pria tampan, mapan dan kaya raya.

"Ekhm, maaf," ucap Brama dan langsung menyadarkan Nadine. Wanita itu melepaskan genggaman tangannya dengan perasaan kikuk.

"Ah maafkan saya. Saya hanya ...."

"Tidak apa-apa. Biasa saja tidak perlu terlalu formal, panggil saja saya Brama."

"Em ... baiklah, Brama."

Brama tersenyum lalu menatap istrinya. "Sepertinya aku harus ke atas dulu. Aku harus bersih-bersih, karena akan ada rapat penting nanti malam."

_________

"Mas, bisa gak kalau kamu jangan terlalu mementingkan pekerjaan. Ibumu terus-menerus mempertanyakan, kapan aku akan memberikannya seorang cucu? Kamu tahu kan, kalau dia selalu saja mempersalahkan hal itu. Aku lelah terus-terusan dibandingkan dengan menantu sahabat-sabahatnya yang sudah memiliki anak."

"Bahkan, ibumu dan keluargamu meng-klaim, jika aku ini wanita mandul yang tidak bisa memberikan keturunan. Aku sakit Mas, hatiku sakit saat mereka mengatakan hal itu kepadaku."

Hana berbicara panjang lebar kepada suaminya. Ia sudah benar-benar lelah karena selalu menjadi bahan cemoohan keluarga Brama, terutama ibunya.

Brama hanya terdiam, mengerjakan pekerjaan kantornya pada laptop, tanpa menanggapi ucapan Sang istri.

"Mas, kamu dengerin aku enggak, sih?!"

Karena merasa geram dengan tingkah laku dan ucapan Hana, Brama menutup laptop dengan tiba-tiba dan bangkit dari duduknya.

"Kamu bisa diam tidak, hah?! Aku sedang mengurus berkas-berkas penting yang harus diselesaikan besok! Kalau kau, lelah dengan ucapan ibu dan saudara-saudaraku, ya sudah bilang saja, kalau kau betul mandul!! Apa susahnya, sih!!"

Perkataan Brama sungguh sangat menohok perasaan Hana. Air mata wanita itu jatuh berderai, membasahi kedua pipinya. Dadanya terasa sangat sesak, saat Brama membentaknya.

Rainie ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang