Revisi📌
28. Kecewa
"Lo udah ngancurin rasa percaya gue."
_______________
Bel istirahat sudah berbunyi dari sepuluh menit yang lalu. Membuat siswa - siswi nampak lebih banyak berada di luaran kelas.
Memenuhi setiap lorong-lorong kelas. Lapangan, kantin ataupun perpustakaan. Sama halnya dengan ketiga gadis itu. Yang melangkah beriringan di koridor kelas, menuju kantin.
Entahlah, rasanya mereka rindu saat-saat mereka bersama seperti ini. Saling bercerita dan saling tertawa bahagia. Seolah tanpa ada beban sekecil apapun.
Rain sungguh beruntung. Memiliki sahabat yang selalu siap untuk menampung setiap ceritanya. Seperti telinga yang akan selalu setia dan selalu ada untuk mendengar setiap keluh kesahnya. Seperti tangan hangat, yang akan selalu merengkuhnya, menariknya dari sebuah keterpurukan.
"Lucu deh, kalau kita sahabatan sampai tua nanti. Gue harap sih, kita akan tetap kayak gini," ujar Lala.
"Iya dong. Kita pasti bakal tetap bersama sampai kapanpun. Kita kan udah kayak saudara," sahut Fani dengan penuh semangat, disertai sebuah senyuman lebar yang terpatri pada wajah cantiknya.
"Iya kan, Rain? Kita akan tetap bersama, kan?" Seketika Fani mengarahkan atensi matanya ke arah Rain.
Gadis yang sedari tadi hanya terdiam dan hanya menjadi penyimak saja.
Rain masih terdiam membisu. Dengan berbagai macam hal yang tiba-tiba bermunculan dalam benaknya. Tentang kebersamaan yang bahkan ia tak tahu pasti. Apakah akan terwujud atau tidak.
"Rain, iya kan? Kita bakalan tetap kayak gini, sampai kapanpun?"
"Hah?" respons Rain dengan sedikit kaget. "Ah, i-iya dong. Kita bakalan tetap kayak gini."
"Selamanya."
Obrolan ketiga gadis belia itu tiba-tiba, terhenti. Tatkala, mereka melihat sekerumunan siswa yang nampak tengah mengerumuni sesuatu yang ada di dekat lapangan.
"Ada apa nih, rame-rame?" heran Fani dengan pandangan yang sedikit menyipit.
"Tahu dah. Siang-siang gini malah pada desak-desakan di sana. Enakan di kantin, ngadem," sahut Lala.
Rain mengernyitkan dahinya, bingung. Rasa penasarannya tiba-tiba muncul. Hatinya seolah mengatakan bahwa ia harus pergi ke sana.
"Gue mau lihat ke sana," ucapnya, melangkahkan kedua kakinya ke arah kerumunan siswa yang ada tepat di lorong kelas dua belas.
Lala berdecak pelan, "ck, dia gimana sih. Panas-panas gini malah ikutan ngumpul di sana. Kan malesin, pasti deh bau asem."
"Udahlah, mending kita ikut ke sana juga. Siapa tahau kan, di sana BuRik lagi ngumumin besok libur." Fani beranjak pergi.
Menyusul langkah Rain yang sudah lebih dulu melangkahkan kakinya ke sana.
"Dih, dibilangin ngeyel. Awas aja kalau bener di sana bau asem ketek. Gue tabokin lu pada," celoteh Lala kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainie ( END )
Teen FictionIzinkan aku bahagia, Tuhan. ________ Mengapa, Tuhan seolah tak mengizinkanku untuk merasakan kebahagiaan? Mengapa, Dia menakdirkan skenario hidup yang begitu rumit, bagi dunia kecilku? Tak bisakah, Tuhan membiarkanku bahagia, lebih lama lagi? Aku ha...