Rainie | 32

1.7K 218 87
                                    

Revisi📌

32. Sesal

_________________

"Rain, minum dulu obatnya, ya?" Nadine mengulurkan tangannya yang memegang satu buah obat berwarna putih. Meminta Rain untuk memasukan obat itu ke dalam mulutnya.

Sudah satu minggu lebih, Rain tinggal bersamanya. Dan sudah satu minggu lebih pula gadis itu menjalani kehidupan seperti orang yang linglung. Hal itu mungkin, karena Nadine yang selalu memberikan obat yang salah padanya.

Rain hanya terdiam. Dengan tatapan lurus menatap ke arah obat yang diberikan Nadine padanya.

Entahlah, ia merasakan hal yang aneh. Karena, selepas ia meminum obat tersebut, yang ia dapatkan bukanlah ingatannya kembali pulih, melainkan rasa sakit berdegung pada kepalanya.

"Kenapa? Buka mulutnya dong, Sayang."

Nadine tersenyum kecil ke arah Rain -- membuat gadis itu mengalihkan atensi ke arahnya dan membalas tersenyum.

Semuanya benar-benar membingungkan bagi Rain. Meskipun ingatannya belum kembali sedikitpun. Tapi, entah mengapa hatinya selalu menolak keberadaan Sang Bunda. Seolah Nadine bukanlah orang yang ada di masa lalunya.

Membuat sebuah rasa ragu mulai hinggap -- menyergap dan melingkupi ruang hatinya. Seakan-akan ia meragukan bahwa Nadine adalah bagian dari memori yang sudah tak diingatnya lagi.

Nadine tersenyum hangat ke arahnya saat ia perlahan membuka mulut dan meminum obat yang Nadine berikan.

Milly yang baru saja turun dari kamarnya, nampak terdiam dengan pandangan lurus -- memperhatikan apa yang dilakukan pasangan ibu - anak yang berada di meja makan kaca itu. Memperhatikan mereka dari undakan tangga.

Sebenarnya ia tahu, jika obat yang selalu diminum oleh sepupunya itu adalah obat yang salah. Karena, ia sendiri yang menjadi kurir obat tersebut.

Ada sedikit rasa kasihan yang menyergap hatinya.

Milly tahu pasti, apa efek yang akan dihasilkan obat tersebut. Itu akan membuat Rain merasakan sakit pada kepalanya selepas mengonsumsi obat tersebut dan itu lah yang akan membuatnya semakin lupa ingatan atau amnesia secara permanen.

Milly kembali melanjutkan langkah. Berjalan ke arah meja makan, dan duduk pada salah satu kursi. Memakan sarapan yang sudah tersedia.

"Sshh, Bun sakit ...." ringis Rain. Mulai memegangi kepalanya yang terasa berdengung.

"Gak apa-apa, Sayang. Itu tandanya, obatnya udah mulai bereaksi. Dan kamu, akan cepat sembuh. Kamu sabar ya, Sayang. Nanti juga gak sakit lagi," ucap Nadine dengan demikian lembut.

"Tiga hari lagi, kita kan mau pulang ke Kanada."

Milly terdiam. Masih menjadi seorang pendengar yang baik. Menyimak setiap interaksi dari pasangan ibu dan anak tersebut. Ia benar-benar kasihan kepada Rain.

Ia benar-benar tak habis pikir. Ada apa dengan tantenya itu? Awalnya ia memang menikmati segala perintah yang diberikan Nadine kepadanya. Tapi, itu semua ia lakukan semata-mata hanya untuk menuruti perkataan Papanya yang selalu memintanya untuk terus menuruti Nadine.

Rainie ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang