Sebenarnya aku nggak mau update karena vote belum tembus. Tapi, aku menghargai semua readers yang udah spam komentar dan nunggu cerita ini. Terima kasih sebelumnya.
Happy reading!
⚠️Tandai typo.
Gavin terbangun saat jam dinding baru menunjukkan pukul tiga pagi, ia mencoba mencari posisi ternyaman untuk kembali tidur tapi tidak bisa membuat Gavin menghela napas pelan. Ia mengubah posisinya menjadi duduk, ia terdiam beberapa saat memikirkan semua keputusan yang sudah ia ambil sekarang. Tanggung jawab Azila akan menjadi tanggung jawabnya.
Menghela napas pelan, Gavin kembali merebahkan tubuhnya di sofa karena ia tidur di sofa sementara Azila tidur di kamarnya. Sebenarnya bisa saja Azila tidur di kamar Gisya, tapi Gavin tidak mengizinkan itu karena ia takut jiwa keingintahuan Gisya tentang kehamilan Azila.
Namun, lagi-lagi gagal untuk kembali masuk ke alam mimpi membuatnya kembali duduk untuk beberapa saat sebelum akhirnya bangkit. Gavin memilih berjalan menuju kamarnya, ia terdiam beberapa saat di depan pintu sebelum akhirnya memutuskan untuk memutar knop pintu hingga terbuka. Ternyata tidak dikunci.
"Azila?" Gavin terkejut saat melihat Azila duduk memeluk lututnya di lantai dan bersandar pada tepi tempat tidur, punggung gadis itu bergetar yang menandakan kalau Azila sedang menangis.
"Azila." Dengan cepat Gavin melangkah mencoba mendekat, tapi saat tangannya hendak memegang pundak Azila, gadis itu langsung menjauh membuat Gavin menautkan alisnya bingung.
"Lo kenapa belum tidur jam segini?" tanya Gavin.
Azila menggeleng pelan, ia masih menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya.
"Azila," panggil Gavin lagi dan kali ini terdengar lebih lembut. "Lo kenapa?" tanya Gavin pelan.
Azila mendongak menatap Gavin dengan wajah sendu, matanya sudah sembab karena semalaman menangis, hidung yang memerah dan penampilan yang begitu berantakan.
"Kenapa?" tanya Gavin lagi.
Azila menggeleng dengan air mata yang kembali membasahi pipinya.
"Ke--kenapa kamu ngelakuin ini?" tanya Azila sesenggukan karena menangis, ia mencoba menahan sesak di dadanya.
"Padahal, bukan kamu yang ngelakuin itu. Tapi kenapa kamu malah ngomong kalo--"
"Karena gue sayang sama lo!" potong Gavin cepat.
Azila menggeleng dan tersenyum getir yang membuat air matanya kembali mengalir deras, ucapan Gavin tempo hari masih melekat jelas di kepalanya membuat dada Azila semakin sesak.
"Liat gue, please …," pinta Gavin menangkup wajah Azila yang sudah basah karena air matanya. Tatapan gadis itu sayu membuat hatinya berdenyut.
"Gue sayang sama lo bukan sebagai teman, tapi lebih dari itu. Gue tau gue emang bodoh, nggak pernah dengar penjelasan lo sebelumnya. Makanya di sini gue berani ngambil keputusan buat ngejaga lo dan dia," ujar Gavin yang terdengar tulus, manik matanya beradu pandang dengan manik mata milik Azila.
"Gue cinta sama lo, Azila …," sambung Gavin tegas. Kemudian membawa tubuh mungil itu ke dalam pelukannya. Dan di saat yang bersamaan tangis Azila pecah di sana, bahkan gadis itu sampai meremas kaus yang Gavin kenakan untuk menyalurkan rasa sakitnya.
Gavin mengelus rambut belakang Azila, hingga baru menyadari suhu tubuh gadis itu berbeda. Gavin beralih menyentuh pelipis Azila yang terasa hangat dari biasanya.
"Lo demam?" tanya Gavin.
Azila tidak menjawab, ia masih menenggelamkan wajahnya pada dada bidang milik Gavin dan mencoba untuk meredam tangisnya. Azila memang merasakan suhu tubuhnya berubah, ditambah kepalanya terasa berat mungkin karena menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
AZILA (Terbit)
Teen FictionCerita sudah terbit di Rdiamond Publisher! FOLLOW SEBELUM MEMBACA! "Patah hati terbesar seorang anak perempuan pertama, saat sosok seorang ayah yang menjadi cinta pertamanya justru menjadi alasan air matanya keluar!" Azila Katya W. Gadis kecil yang...