AZILA 17.

28.2K 2K 76
                                    

Sore itu, setelah hujan reda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sore itu, setelah hujan reda. Sebuah mobil terparkir di depan caffe yang masih ramai. Cowok dengan almamater kuning nya masuk ke caffe dan beberapa kali menyapa gadis yang ia temui.

"Telat tiga puluh menit!"

Rico hanya memutar bola matanya malas, lebih memilih mendudukkan bokongnya.

"Gue ada kelas tambahan," jelas Rico singkat.

"Apa penawaran yang lo maksud?" tanya Rico to the point.

Vita tersenyum kecil, sesaat menyeruput minuman yang dipesannya beberapa menit yang lalu.

"Cewek yang lo maksud …," jeda Vita membuat Rico menatapnya serius.

"Adalah musuh gue," sambung Vita.

Rico mendelik, menatap Vita dengan tatapan tidak percaya. "Gila lo, ya? Cewek secantik, Azila jadi musuh lo?" Rico tertawa kecil, tidak habis pikir dengan jalan pikiran Vita.

"Lo mau dapetin dia?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Vita yang diangguki oleh Rico.

"Tapi, lo punya saingan buat dapetin hati si cupu!" ucap Vita tegas, memutar ponselnya asal.

"Siapa?"

"Gavin."

Rico diam saat mendengar Vita menyebut nama adik dari pacarnya. Memang apa yang dikatakan Vita ada benarnya, walaupun saat itu Gavin hanya mengatakan Azila adalah temannya. Tapi semua orang juga tau, sikap Gavin pada Azila seolah menunjukkan bahwa cowok itu menyukai Azila.

"Gue punya penawaran bagus buat lo biar bisa dapetin, Azila." Suara Vita terdengar kembali membuat lamunan Rico buyar. Cowok itu menoleh, menaikkan sebelah alisnya seolah bertanya 'apa?'

Vita bangkit, ia mendekatkan wajahnya pada telinga Rico dan membisikkan sesuatu di sana membuat Rico seketika menoleh ke arahnya dengan tatapan terkejut.

"Gila lo, ya?" Rico bergidik ngeri atas rencana yang diucapkan Vita.

"Lo mau dapatin si cupu atau, nggak?"

"Gue emang mau sama dia. Tapi nggak gitu juga caranya!"

"Ya udah terserah lo, semua keputusan ada di tangan lo!"

***

Saat waktu menunjukkan pukul sembilan malam, Azila hanya bisa memeluk erat kedua lututnya seraya menahan tangis saat Hans terus memakinya dengan perkataan yang membuat hatinya berdenyut sakit.

"Kamu itu hanya beban di hidup saya. Kamu paham?" gertak Hans menendang vas bunga di depannya hingga pecah berkeping-keping membuat Azila terkejut dan semakin menangis.

Azila mendongak, menatap sayu ke arah Hans yang malah menatapnya bengis.

"Zila, cuma beban buat Ayah?" Azila tertawa getir, menyeka air matanya yang terus keluar.

AZILA (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang