26. Tuduhan Menyakitkan

2.5K 232 30
                                    

Pagi ini aku berharap semua akan berubah menjadi lebih baik. Aku masih bimbang harus memberitahunya sekarang atau nanti sekitar 2 minggu lagi tepat ulang Tahun pernikahan kami yang ke-2? Tapi Bimsillah aja deh ....

Aku yang baru selesai mandi segera berjalan ke arah dapur. Aku berniat memasak masakan yang enak untuk sarapan pagi mas Dafa. sudah lama dia tidak makan masakanku, kira-kira dia kangen nggak ya dengan masakanku selama di Jerman?

"Mbok Ifa, Key mau masak apa ya kira-kira yang enak buat sarapan?" Tanyaku ke mbok Ifa yang sedang asik sendiri di Dapur.

"Apa ya neng? Oh iya di kulkas ada kentang tau neng, kenapa nggak coba di buat pergedel aja?"

"Hah iya juga mbok, ide bagus itu. Mbok, Keyra minta bantuin kali ini boleh nggak?" aku tersenyum kuda ke mbok Ifa meminta bantuannya.

"Nggak usah di bilang, mbok pasti bantuin neng Keyra kok. Oh iya ngomong-ngomong pak Dafa masih keluar sama Rafa?"

"Alhamdulillah makasih mbok .... Uuhh gemes deh sama mbok hehe" aku memeluknya erat. "Iya nih mbok, biasa Rafa kangen banget sama Papanya jadi paling mereka muter-muter kompleksnya lebih lama," Ujarku seraya melepaskan pelukanku darinya.

Aku dan Mbok Ifa membuat pergedel dan menu lainnya untuk sarapan mas Dafa. Monica sedari tadi belum keluar kamar. Dia suka seenaknya bangun siang dan berbuat sesukanya dirumah ini. Jika saja aku orang jahat sudah ku kasih kopi sianida itu orang. Tapi sudahlah, aku berdoa semoga dia cepat pergi dari rumah ini.

"Assalamu'alaikum Mama!" Rafa berlari memelukku.

"Wa'alaikumsalam sayang, uuhh bau asem nih anak mamah belum mandi. Mandi gih abis itu sarapan terus berangkat sama pak Jojo. Oke?" Aku membalas memeluknya.

Aku sudah jarang menggendong Rafa belakangan ini, aku khawatir soal bayi yang diperutku. Aku hanya memelukknya walaupun sebenarnya aku sangat ingin menggendongnya.

"Oke mama siap!"

"Papa mana sayang?" tanyaku sambil sesekali menghujaninya dengan ciuman di pipinya.

"Papa tadi langsung ke kamar mah."

"Oke deh, yuk mama anter ke kamar trus kita mandi." Ajakku ke si pangeran kecil yang menggemaskan ini.

Aku dan Rafa berjalan ke kamar milik Rafa dan menyiapkan dia untuk pergi ke sekolah.

***

"Mah! Papah nggak ikut sarapan bareng kita?" tanya Rafa sambil mengunyah makanan yang ada di mulutnya.

"Mamah juga nggak tau sayang, sebentar mamah coba liat papah di kamar ya." Aku bangkit melangkah berjalan menuju kamar.

Aku membuka pintu kamar dan mengedarkan pandanganku namun tidak ku temukan mas Dafa di kamar. Aku mencoba mengecek kamar mandi tetapi juga tidak ada dirinya. Aku akhirnya berjalan menuju ruang kerjanya dan ya, dia ternyata ada disana.

Tok Tok

"Mas, aku masuk ya?" aku berdiri di ambang pintu meminta izin untuk memasuki ruangannya. Aku selalu mencoba untuk menghormati privasinya agar ia tidak terganggu.

"Hm," jawabnya dengan singkat.

"Mas kamu nggak mau ikut sarapan? Aku masak pergedel loh buat kamu." Aku mencoba membujuknya.

"Nggak usah, saya nggak lapar."

"Ayo dong mas, ntar kalau kamu sakit gimana? Atau aku bawain kesini aja sarapannya?" Aku masih berusaha dan tak ingin menyerah.

"Kamu itu dengar nggak kalau saya bilang nggak lapar?" Tanyanya dengan nada yang meninggi.

Aku bahkan sampai sekarang tidak tau dimana letak kesalahanku padanya. Dia bahkan tidak mengatakan apapun setelah pulang dari Jerman. Sebenarnya dia kenapa?

Your Beautiful Eyes (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang