Happy Reading guys ...
Jangan lupa sebelum baca Vote dulu ya 😇Eh jangan lupa juga kasih komen kalian 😁
Warning Typo !
.
.
.
_____________________________________*Mobil
"Mas!" panggilku ke Mas Dafa yang tengah fokus menyetir. Dia hanya diam setelah apa yang tadi terjadi di grand City Mall.
"Hm," jawabnya tanpa melihat ke arahku.
"Mas kamu demam ya? Atau kamu abis kebentur ? atau..."
"Key bisa diem nggak? Kamu lihat nggak aku lagi nyetir?!" tanyanya seketika memotong pembicaraanku.
"Maaf," cicitku seraya menundukkan kepala. Kemana nyaliku sebelumnya? Hah jadi bingung dengan sikap mas Dafa yang kadang kaya di tengah gurun pasir hangat tapi kadang juga seperti di kutub utara yang sangat dingin.
"Yang tadi itu siapa?" Mas Dafa membuka omongan. Aku seketika menolehkan kepalaku menghadapnya. Serius dia nanya ? soal kak Raihan 'kah?
"Bukannya tadi kak Raihan udah jawab mas kalau dia itu teman sekaligus kating aku saat kuliah?" jawabku.
"Yakin? Sepertinya kalian sangat dekat?" tanyanya penuh selidik.
"Ya...kan teman mas, ya wajar dong kalau dekat," jelasku.
"Nggak mungkin dong kalau aku harus bilang dia Orang yang pernah mengkhitbahku aku juga" aku bermonolog sendiri dalam hati.
"Jauh-jauh dari dia"
"What? Seriously? Are you jealous?" Aku langsung antusias ketika dia minta aku jauh-jauh dari kaka Raihan. Apa dia cemburu?
Ciiiittt
Dia menghentikan mobilnya secara tiba-tiba dan menoleh ke arahku. "Jangan berspekulasi sendiri, aku nggak cemburu. Cuma nggak suka aja lihat orang tadi. siapa itu namanya?"
"Kak Raihan? Cemburu juga nggak apa-apa kali. Nggak bisa bener bikin istrinya yang imut ini seneng dikit," gerutuku dan kembali ke posisi normal.
Mobil kembali di jalankan dan aku bergulat dengan ponsel ku selama perjalanan. Si manusia kutub ini nggak capek apa diem terus? Senyum kek, basa basi kek ke istrinya yang imut ini. Haduh kadang berpikir kenapa ya Allah jodohin aku sama orang kaya es batu ini? tapi kenapa ya aku tetap jatuh cinta sama dia? Aku rasa hanya Allah yang tahu.
***
Mobil kami tengah masuk ke pekarangan rumah umi. Rafa tengah bermain bersama Alina yakni adik dari mas Dafa. Usiaku dengan Alina hanya selisih 2 tahun dimana dia 26 tahun dan aku 24 tahun. Jika di depan mas Dafa dia memanggilku dengan sebutan "mbak Keyra" karena bagaimanapun aku kakak iparnya itu kata mas Dafa. Pernah suatu hari Alina memanggilku dengan nama saja karena aku yang minta tapi langsung di pelototi sama mas Dafa. Emang ya tua bener pikirannya itu makhluk kutub, tapi aku cinta. Aku dan Alina sudah seperti teman, sahabat dan kakak adik. Alina ini juga sering ikut aku main dengan Yasmin.
"Mama!" Teriak riang dari pangeran kecilku berlari saat aku turun dari mobil.
"Hap! anak mamah, hmmm kangennya mamah sama Rafa." pelukku dan mengangkat tubuh mungilnya dengan sangat gemas.
"Aku juga kangen sama mamah. Mamah aku punya cerita loh," ucapnya yang masih melingkarkan tangannya di leherku. Sekedar pemberitahuan nih, pangeran kecilku ini sudah bisa bilang R loh, seneng banget rasanya. Tapi masih sedikit cedal namun masih terdengar kok R nya.
"Oh ya cerita apa?" Aku bertanya padanya seraya berjalan ke masuk ke rumah umi.
"Nanti aja pas di dalam ya mah," bisiknya di telingaku.
Aku pun mengiyakan ucapannya. Mas Dafa yang di bantu sama Alina mengeluarkan barang bawaan kami dari bagasi mobil. Alina menggelengkan kepalanya melihat tingkah lucu Rafa.
"Assalamu'alaikum umi, Abi," ucapku memasuki rumah tanpa melepas Rafa dari gendonganku.
Umi dan Abi keluar dan menyambut kedatanganku dan juga mas Dafa. "Wa'alaikumsalam, ya ampun anak perempuan bungsu umi. Sehat nak?"
Begitulah umi, dia ibu kedua bagiku yang sangat menyayangiku. Umi menganggapku bukan sebagai menantunya melainkan putrinya. Dia tempatku berbagi cerita selain ibuku. Umi ini juga ternyata teman semasa SMA ibuku. Umi sempat terkejut ketika datang kerumah bersama mas Dafa hendak melamarku. Umi tidak menyangka jika perempuan yang akan dikhitbah putranya ternyata anak dari teman dekatnya ketika masa sekolahnya dulu.
"Alhamdulillah Keyra sehat mi, umi sama Abi sehat kan?" tanyaku seraya menyalami tangan mereka berdua.
"Alhamdulillah nak, sini Rafa sama kakek. Kasian loh mamahnya 'kan baru sampe nak," jawab Abi dan mengulurkan tangannya hendak menggendong Rafa tapi di tolak oleh Rafa dan bahkan semakin mengeratkan pelukannya di leherku.
"Dia kangen berat Bi sama mamanya, ya sudah yuk masuk," ucap umi seraya merangkul bahuku.
Inilah rumah mertuaku atau bisa dibilang rumah ibu keduaku. Ibu dari suamiku yang seperti ibu kandungku sendiri. Rumah yang tidak menganggapku sebagai orang asing atau orang baru. Ketika kami datang mereka bahkan hanya menayakan kabarku dan tidak menanyakan kabar putranya sendiri. Umi yang seperti ibu bagiku dan Abi yang lembut tutur katanya namun juga tegas layaknya sosok seorang ayah. 18 tahun aku tak merasakan kasih sayang seorang ayah, namun kini aku dapat dari abi yaitu Ayah dari suamiku. Sungguh nikmat Allah benar-benar anugerah terindah bagiku.
Ketika kami sedang berkumpul di halaman belakang rumah tiba-tiba Rafa mendekat duduk di tengah-tengah aku dan mas Dafa.
"Mah, aku punya teman baru namanya Sisil. Rumahnya disebelah rumah nenek," ucapnya dan kami semua mendengarkan ucapan anak kecil itu yang terlihat begitu menggemaskan.
"Oh ya? Terus dia sekarang mana?" jawabku dan bertanya keberadaan teman yang dia bilang itu.
"Mamah dengerin Rafa dulu cerita loh. Tanya nya nanti aja!" protesnya
"Oke deh, maaf ya sayangnya mamah, uuuuhhh gemes deh," jawab ku dan mencium pipi nya dengan gemas.
Kami semua diam mendengarkan Rafa yang antusias menceritakan teman barunya. Umi bilang itu anak tetangga yang baru saja pindah ke sebelah rumah. Pemilik rumah sebelumnya pindah karena harus pindah dinas keluar kota.
"Jadi mah Sisil itu teman main aku dari kamarin. Dia cantik terus dia juga pakai jilbab kaya mamah tapi di jilbabnya kaya ada kuping kelinci gitu. Dia baru pindah dekat rumah nenek. Mamah tau nggak dia punya adik mah, dia nyeritain adiknya terus. Aku liat adiknya lucu mah, mamah Rafa juga mau punya adik bisa nggak mah?"
Uhuk uhuk uhuk
Ekhem!!!
Aku dan mas Dafa tercekat dengan ucapan polos Rafa. Aku seperti tersedak air liurku sendiri. Minta adik? Aku bahkan sampai sekarang belum ngapa-ngapain sama mas Dafa. Aku segera mengambil air putih yang ada di hadapan kami.
"Kamu baik-baik saja 'kan nak?" tanya umi yang khawatir dengan kami yang tiba-tiba terbatuk-batuk.
"Nggak apa-apa kok Mi,"
"Iya pernikahan kalian sudah setahun, kalian nggak coba progam? Kalian nggak ingin kasih Rafa adik gitu?" tanya Alina dan di tanggapi anggukan dari Umi maupun Abi.
"Belum, biar sedikasihnya aja sama Allah. Ya kan sayang?" ucap mas Dafa menolehkan kepalanya menghadapku dan Rafa. "Rafa mau minta adik perempuan apa laki-laki?" tanyanya kepada Rafa.
"Aku mau adik perempuan yang cantik kaya Sisil ya pah" jawab Rafa dengan girang. Ucapan polos anak kecil ini seakan seperti ada yang ngilu di hatiku.
Aku? Aku hanya diam. Aku hanya tersenyum simpul dan masih bingung dengan sikap mas Dafa. Selama ini bahkan mas Dafa tidak pernah meminta haknya kepadaku, mas Dafa juga hanya menyentuh kepala dan tanganku tak lebih. Apa mungkin hal itu bisa?
![](https://img.wattpad.com/cover/249903823-288-k247891.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Beautiful Eyes (END)
ChickLitBaca dulu 3 part ya, kalau seru maka lanjutkan hehe Happy Reading dan jangan lupa Vote sebelum membaca ya 😇 ________________________________________ Sorot mata yang tajam namun juga indah. siapa sangka aku bertemu lagi dengan mata indah itu setelah...