37. Anakku

3.7K 176 18
                                    

"Papah jangan dekat-dekat sama mamah ya!" Suara nyaring khas putra kesayanganku yang sudah berdiri depan pintu dengan ditemani beberapa orang dibelakangnya.

Aku dan mas Dafa sontak melirik satu sama lain seraya mengarahkan pandangan mata kami ke arah sumber suara. Aku menutupi wajahku dengan kedua tangan karena malu akibat ulah mas Dafa. Mas Dafa yang kepergok hanya menggaruk tengkut lehernya yang tidak gatal.

Mereka mengalihkan pandangan mereka ke arah lain seakan tidak melihat apapun tapi terlihat seperti menahan tawa. Mereka adalah bang Kevin, kak Raihan, kak Adit, Yasmin dan Alina serta tak lupa dua anak kecil yang mereka bawa Rafa dan Gina.

"Awww sakit sayang, kenapa pinggang mas di cubit sih?" mas Dafa meringis tatkala aku mencubit pinggangnya.

"Habisnya kamu bilangin anakku pengacau kecil huh," protesku yang mendengar gumamannya tadi.

"Iya iya maaf sayang." Mas Dafa tersenyum Kuda.

Rafa berlari ke arah aku dan mas Dafa seraya memberi tatapan tajam pada mas Dafa karena hampir mencium wajahku.

"Papah nggak boleh dekat-dekat mamah, mamah itu punya Rafa tau," ucapnya menggemaskan.

Aksi Rafa mengundang gelak tawa mereka yang menyaksikan itu.

"Rafa sayang, papah tadi itu mau bisikin mamah supaya mamah mau pulang." Dafa mengangkat tubuh putranya dan mendudukannya di pangkuan agar bisa melihat Keyra lebih dekat.

"Benar mah? Mamah mau pulang ? mamah udah nggak kerja lagi kan? mamah nggak boleh kerja lagi ya nanti sakit kaya sekarang. Kalau papah mau nakal sama mamah bilang aja ke Rafa, nanti biar Rafa aduin ke nenek sama kakek." Instruksinya seraya memegang wajahku dengan kedua tangan mungilnya.

"Iya sayang, mamah mau pulang. Peluk mamah dong, mamah kangen sama pangeran mamah." Aku mencoba untuk duduk dan bersandar seraya merentangkan kedua tangan.

Rafa memelukku dengan sangat erat dan aku menghujaminya dengan ciuman rinduku untuknya dimana ia terus tertawa kecil karena merasa kegelian. Mas Dafa dan Rafa kini mereka ada di sampingku.

Aku dapat melihat wajah suamiku yang sangat aku rindukan. Mata panda yang sangat jelas terlihat itu menandakan ia kurang istirahat. Bukan hanya itu kini di wajahnya di tumbuhi bulu-bulu halus disekitar rahangnya. Saat tengah berinteraksi dengan Rafa aku melihat gadis kecil itu terus melihat dengan wajah sendunya.

"Itu... Gina?" tanyaku melihat tangan yang masih terpaut dengan tangan Alina.

"Iya mah itu Gina. Gina sini peluk mamah juga." Rafa melambaikan tangannya untuk mendekat dan memelukku seperti dirinya.

Gadis kecil berusia tiga tahun itu hanya menggelengkan kepalanya dan menatapku dengan mata sendu.

"Gina sayang nggak mau peluk mamah Keyra?" bujukku mencoba tersenyum ke arahnya. "Sini peluk mamah juga."

Gadis itu melepas genggaman tangan Alina dan berlari sebelum akhirnya diangkat mas Dafa untuk duduk di sebelahku. Gadis kecil itu memelukku dengan pelukan tak kalah erat. Dapat kurasakan ia pasti merindukan ibunya dan aku merasa iba melihatnya.

"Gina boleh panggil mamah juga?" tanyanya meminta persetujuanku.

Aku mengangguk sebagai tanda setuju dan dia kembali memelukku. Mas Dafa menatapku dengan tatapan yang tak biasa begitu juga dengan mereka semua yakni bang Kevin, kaka Adit, kak Raihan, Alina dan juga Yasmin.

"Key?"

"Iya mas?"

"Dia .... "

"Dia anak kamu juga bukan? itu artinya dia anakku juga,"

"Tapi ibunya ... "

"Ibunya memang bersalah tapi dia tidak tau apa-apa. Lagi pula Ibunya saat ini tidak bersamanya jadi nggak apa-apa bukan kalau kita....?" tanyaku hati-hati menggantung kalimatku.

"Seharusnya yang tanya itu aku, kamu nggak apa-apa? Dia... "

"Hm aku nggak apa-apa, dia hanya anak-anak yang tidak tau apapun. Sekarang kita lupakan semuanya dan memulai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Anggap semua itu tidak pernah terjadi, oke?"

"Makasih sayang," ucap mas Dafa yang kini ikut memelukku bersama Rafa dan Gina.

"Papah! Papah nggak boleh peluk mamah loh, mamah cuma boleh di peluk aku sama Gina aja!" Rafa mendorog pelan mas Dafa agar menajuh dari kami.

***

"Key?"

"Iya, gimana?"

Kini anak-anak telah dibawa pulang terlebih dahulu oleh Alina. Aku hanya tidak ingin anak-anakku berada terlalu lama di rumah sakit. Aku ditemani mas Dafa, bang Kevin, Kak Raihan dan Yasmin.

"Kok bisa sih kamu menendang tangan Monic sampai tembakannya melesat?" tanya mas Dafa dengan wajah yang serius.

"Nggak tau," Aku mengendikkan bahuku seolah tidak ada apa-apa.

"Jelaslah bisa, Keyra itu mantan juara Taekwondo antar berbagai provinsi saat SMP," sela kak Raihan yang main nyahut dengan santainya.

"Apa?" serentak mas Dafa, Yasmin dan bang Kevin.

Bugh

Bantal rumah sakit itu sudah melayang mengenai kak Raihan karena membocorkan hal yang seharusnya mas Dafa tidak boleh tau. Aku memang dulu cukup tomboy ketika duduk di Sekolah Menengah Pertama meskipun aku sudah berhijab. Hal itu hanya kak Raihan yang tau dan sekarang ia malah memberitahu mereka.

"Apaan sih Key?" tanya kak Raihan mengembalikan bantal ke semula.

"Kenapa bilang ke mereka sih? Aku itu sekarang Keyra yang kalem dan feminim," Jawabku asal.

"Ekhem! Tolong di sini ada Dafa Ikramsyah selaku suami dari Ny. Keyra Ulfa. Keyra tolong jelasin soal kamu ikut Taekwondo?" mas Dafa berdiri dan melerai antara aku dan kak Raihan dengan tatapan menyelidik.

"Jelasin apa sayang? Emang salah kalau dulu ikut Taekwondo? Itu juga udah lama sayangku," Aku mengeluarkan jurus rayuan mautku dengan panggilan sayang agar ia melembut.

"Nggak salah kok sayang, tapi aksi kamu ke Monica itu juga bisa berbahaya. Terlebih kamu lagi hamil Keyra." Mas Dafa mendekat dan mengusap kepalaku dengan lembut.

"Iya sayang khilaf. Itu juga refleks pas lihat pistolnya mengarah ke aku hihi,"

"Huh dasar kamu ya." mas Dafa mengusap kepalaku lembut sebelum akhirnya ia mencium keningku.

Aku terkejut dan begitupun dengan tiga orang yang menyaksikan itu.

"Woy! Bisa nggak sih jangan mesra-mesraan disini? Ternodai semua mata kita ini!" sarkas Bang Kevin yang diangguki dengan cepat oleh Yasmin dan kak Raihan.

"Maaf, lupa kalau ada orang selain kita berdua disini. Ya nggak Key?"

"Hm betul itu." jawabku tersenyum kuda.

Mereka akhirnya memilih pergi meninggalkan ruangan dengan air muka yang sudah sangat sebal. Aku dan mas Dafa terkekeh melihat ekspresi mereka yang pasti sudah sangat kesal dengan kami berdua. Aku bahagia karena Allah mengirimkan orang-orang sebaik mereka di hidupku.

***

_________________________________

Setiap manusia itu tidak luput dari kesalahan dan khilaf

Tugas kita bukan untuk menghakimi mereka yang bersalah

Tugas kita adalah memaafkan dan mengikhlaskan agar hati menjadi lebih tentram

__________________________________

Your Beautiful Eyes (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang