Dua

2K 112 0
                                    

Terima kasih bagi yang mau membaca cerita ini. Lupakan semua yang terjadi di masa depan ya. Cerita ini lebih didominasi sama masa remaja ya. Terima kasih banyak. :) 🙏🤍🤗

"Eric, mau ikut main kartu nggak?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Eric, mau ikut main kartu nggak?"

Saat pintu kamarnya dibuka dan sebuah suara yang sangat ia kenal mengudara, Eric segera menoleh ke sumber suara. Di sana, terlihat kepala Keira mencungul di balik pintu kamarnya. "Kalau masuk kamarnya orang itu harus ketuk pintu dulu!" Tubuh Keira langsung terperanjat saat mendapati reaksi Eric yang sama sekali tidak ada santai-santainya.

Keira mengerjapkan kedua mata, lalu berdiri tegak, membenarkan rambutnya dan memberikan raut merasa bersalah. "Maaf. Biasanya kan memang seperti ini."

Eric masih menatap Keira. Kemudian berdecak kecil dan berakhir menggelengkan kepalanya. "Main kartu bareng Amanda?"

Keira mengangguk. "Jadi kamu mau ikut main atau nggak?"

Untuk sejenak, laki-laki itu terdiam. "Nggak," jawab Eric singkat kemudian langsung mengalihkan pandangan ke arah monitor di depan, sibuk menggerakkan mouse komputer untuk melanjutkan permainannya.

Kali ini, berganti Keira yang termangu menatap Eric dengan bingung. Tumben sekali laki-laki itu menolak ajakannya untuk bermain bersama. Biasanya saja, tanpa diajak pun, Eric akan langsung menawarkan dirinya sendiri dan ikut nimbrung seperti jailangkung.

Eric yang sadar kalau Keira masih menatapnya sedari tadi, menoleh ke gadis itu. "Tutup pintunya gak? Aku sibuk nih."

Sontak, gadis itu tersadar dari lamunannya. "Maaf." Dengan gerakan cepat, Keira langsung menutup pintu kamar laki-laki tersebut, dan segera kembali ke kamar Amanda.

Di dalam kamarnya sendiri, Eric masih setia menatap layar komputer. Suara pintu yang tertutup memang sudah terdengar. Tapi laki-laki itu sengaja menunggu beberapa detik untuk memastikan kalau benda itu benar-benar sudah tertutup. Sedetik kemudian, ia menoleh ke pintu yang ditutup Keira tadi.

Dalam hati, Eric sebenarnya ingin bermain bersama Keira. Sudah satu harian ini, dia sengaja menyibukkan diri bersama komputernya sebagai usaha memupus semua keinginan untuk menghampiri Keira. Ucapan Amanda yang menyentil egonya kemarin masih terngiang-ngiang di benaknya. Tentang dia yang selalu mengintili Keira, dan juga Keira yang tidak punya teman akibat dirinya.

Eric jadi termenung di tempat. Apakah dia memang seberlebihan itu? Sampai-sampai Keira jadi tidak punya teman? Keira sendiri tidak pernah protes dengan keberadaannya. Maka dari itu, Eric menganggap kalau gadis itu juga tidak merasa terganggu dengan kehadirannya. Eric menghela napas panjang lagi. Kali ini lebih kasar. Menoleh ke layar monitor, laki-laki itu mengeratkan genggaman tangannya pada mouse komputer. Kepalanya menggeleng kecil. Dengan cepat, laki-laki itu kembali melanjutkan permainannya yang sempat tertunda tersebut.

...

"Kei, lo bakalan sekolah di Sandik kan SMA nanti?"

Eric mendongakan wajah, menatap Amanda yang sedang bertanya kepada Keira. Laki-laki itu mengalihkan pandangannya kepada Keira yang tampak bingung. "Jangan dipaksa."

The Day We Love Each OtherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang