Dua Empat

771 45 2
                                    

Jangan lupa mendengarkan lagu di atas ketika membaca chapter ini. Terima kasih banyak. :) 🤍

Malamnya, Keira dipanggil untuk datang ke ruang keluarga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malamnya, Keira dipanggil untuk datang ke ruang keluarga. Sebelum mendorong kenop pintu bercat hitam bergaya klasik di depannya ke dalam, gadis itu mengembuskan napas terlebih dahulu. Dua detik, tangannya akhirnya mendorong pintu ke dalam. Dan dalam sekejap, semua orang di dalam langsung menatapnya.

Empat orang duduk di sofa tengah ruangan. Keira mengamati mereka satu per satu dalam diam. Ferdi yang duduk di ujung dengan tubuh terduduk tegak. Di sofa lain samping Ferdi ada Maria yang sedang menatapnya penuh kasih sayang. Di sebelah Maria ada Amanda yang sudah cemberut. Sedangkan Eric, entahlah. Kalau mau jujur, Keira masih belum bisa melupakan kejadian tadi siang. Ketika matanya bertabrakan dengan Eric, dengan cepat ia langsung memalingkan wajah.

"Duduk, Kei. Ada yang mau kami bicarakan bersama kamu." Keira menganggukkan kepalanya ketika Ferdi memerintahnya dengan lembut namun tersirat ketegasan di suaranya. Gadis itu menghampiri mereka, kemudian duduk di samping Eric karena hanya tempat tersebut yang tersisa baginya.

"Eric bilang, kamu di-bully sama kakak kelas kamu di sekolah?" Ferdi bertanya dengan raut serius.

Keira melirik Eric yang sekarang menatap depan lurus. Kemudian matanya melihat Amanda yang juga sedang menatapnya dengan tatapan cemberut. Dengan pelan, Keira menganggukkan kepalanya. "Amanda, kenapa kamu gak bilang ke kita sih?"

"...." Tidak ada jawaban dari Amanda.

Keheningan langsung datang. Keira menundukkan kepala. Merasa bersalah kepada Amanda. "Mulai minggu depan, Keira pindah ke Heru Garuda. Gak hanya Keira aja, kamu juga, Amanda. Mulai minggu depan, kalian berdua gak lagi sekolah di Santo Benediktus. Mama sudah mengurus semuanya." Secepat kilat, Amanda langsung merespon dengan tatapan penuh protes. Gadis itu menoleh ke Ferdi dan menatapnya dengan tatapan tak percaya.

"Paaaaa. Ayolahhh."

Ferdi menggelengkan kepala tegas. "Gak."

Keira semakin menundukkan kepalanya dalam-dalam. Perasaan bersalahnya semakin membesar. "Aku gak mau satu sekolah sama Ericccc."

"Mau gak mau, harus mau, Sayang."

Sontak, Amanda berganti menatap Eric penuh kedongkolan. "Dasar! Kerjaannya cuma bisa lapor-lapor doang!"

"Lo tuh ya." Eric terduduk tegak di tempatnya, menatap Amanda dengan tatapan mencemooh. "Lo pasti sengaja  kan. Lo pasti sengaja bilang ke Keira buat nggak cerita yang sebenarnya. Egois tau gak!" Kepala Eric menggeleng berkali-kali, semakin membuat Amanda tersudut dan tidak bisa berkutik. "Lo sengaja bilang gitu demi kesenangan lo sendiri. Keira!? Lo gak mikirin Keira!?"

"...."

"Selama sama gue, gak pernah tuh, Keira ngalamin kejadian kayak tadi."

Amanda sedikit mencibir. Semakin dongkol karena tidak bisa membalas ucapan Eric sedikit pun. "Alahh," gerutu gadis itu pelan. "Palingan gara-gara Arlo kan?" tanya Amanda seraya menatap Eric sinis. "Lo juga egois kali. Ngaca sana."

The Day We Love Each OtherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang