Tiga Puluh

839 42 3
                                    

Selamat mendengarkan lagu di atas sembari membaca chapter ini. Makasih banyak. :) 🤍

Satu jam hampir terlewat, tapi Keira dan Ryan masih sibuk mengerjakan latihan di perpustakaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu jam hampir terlewat, tapi Keira dan Ryan masih sibuk mengerjakan latihan di perpustakaan. Sesekali, ketenangan yang tercipta di antara mereka akan pecah akibat derit pintu perpustakaan yang terbuka dan tertutup.

Kruyuk-kruyuk.

Pensil mekanik Ryan mendadak berhenti bergerak ketika mendengar bunyi perut tersebut. Wajahnya terdongak, menatap Keira yang kini juga berhenti bekerja sembari membulatkan kedua mata. Selanjutnya, semburat merah terpatri di wajahnya. Keira langsung menundukkan wajah dalam-dalam.

"...."

"...."

"Kayaknya Bu Ari bakal izinin kita kalau mau makan sebentar."

Wajah Keira semakin memanas. "Sorry."

Keira melirik Ryan sekilas. Untuk sementara, ia bergeming saat mendapati laki-laki itu tersenyum tipis kepadanya seraya menggelengkan kepala kecil. "Lo baru aja senyum?"

Ryan balas menatap Keira yang tengah menatapnya bingung. Senyum belum menghilang di wajah laki-laki itu. Alisnya terangkat. "Ya. Ada masalah?"

Keira langsung menggeleng. "Enggak, lo kelihatan beda aja kalau lagi senyum."

Ryan mengangkat bahunya tidak peduli. "Emang ada masalah?"

Keira menggeleng lagi. "Cuma beda aja."

Ryan menatap Keira dalam diam. "Mau ke kantin?"

Wajah Keira kembali merona saat mendengar pertanyaan Ryan. Gadis itu menundukkan kepala, menggenggam pensil mekaniknya erat-erat. Kepalanya menggeleng kecil meskipun ia tahu kalau cacing-cacing di dalam perutnya sedang meronta ingin dipuaskan. "Kita harus fokus sama olimpiade. Sebentar lagi kan?"

"Tapi lo laper," balas Ryan santai. "Dan kalau lo laper, percuma. Gak akan bisa fokus. Makan aja dulu, gue juga mau mau ke kantin. Mau ikut gak?"

"Mau!" Dengan antusias, Keira menjawab Ryan. Tubuhnya bahkan terduduk tegak dengan mata yang sudah berbinar. Satu detik kemudian, gadis itu tersadar. Wajahnya merona lagi. Keira segera menganggukkan kepalanya satu kali. Sangat pelan. "Lo juga laper kan?"

Ryan mengangguk lalu memalingkan wajah, menyembunyikan raut geli yang sudah tercipta. Laki-laki itu beranjak, dan Keira langsung mengikutinya. Keduanya berjalan beriringan sepanjang koridor menuju kantin. Begitu memesan makanan masing-masing, mereka duduk di salah satu kursi kantin. Suasana kantin sepi, mengingat jam belajar-mengajar masih berlangsung.

Ryan menyuapkan satu suapan ke dalam mulutnya, kemudian ia melirik Keira yang tengah menikmati makanannya sendiri dengan sangat lahap. "Eric suka sama lo?"

Uhuk uhuk. Keira langsung terbatuk-batuk begitu pertanyaan Ryan mengudara. Dengan kedua mata yang membulat lebar, ia melayangkan tangannya menutupi mulut yang masih mengeluarkan batuk kecil sedari tadi.

The Day We Love Each OtherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang