Tiga Tiga

673 34 4
                                    

Jangan lupa mendengarkan lagu di atas sembari membaca chapter ini. Makasih banyak. :)

"Kemarin keliatannya panik banget, Mbeng

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kemarin keliatannya panik banget, Mbeng." Celetukan Marcell menyapa Eric begitu laki-laki itu duduk di kursinya. "Panik karena khawatir sama Keira, atau panik Keira direbut sama cowok lain?"

"Jingan."

Marcell tertawa ketika Eric dengan mudahnya langsung tersulut emosi. "Ryan suka sama Keira sih. Fix. Yakin gue. Seratus persen. Orang gue pernah liat mereka makan bareng di kantin waktu itu."

Dengan sangat defensif, Eric menoleh ke Marcell yang bisa-bisanya mengucapkannya dengan nada santai. "Kenapa lo gak kasih tau gue!?" sentak Eric dengan nada tinggi. Kedua matanya memicing tajam, terlihat sangat tidak terima dan menuntut penjelasan. "Kapan!"

Lagi-lagi, Marcell hanya tertawa. "Pernah lah. Waktu itu. Gue juga udah lupa. Udah lama kayaknya," jawabnya masih dengan sangat santai. "Lagian, ngapain juga gue ganggu acara PDKT nya orang kan ya?

Eric menggeram kecil. "Sial...."

"Bro, bro." Marcell menggelengkan kapala. Lalu tangannya bergerak menepuk pundak Eric keras sampai membuat laki-laki di sebelahnya menoleh dan menatapnya dengan mata mendelik. "Lo cowok apa bukan sih?"

"Maksud lo?" tanya Eric dengan nada tersinggung dan tatapan sengit.

"Lo itu cowok apa bukan sih? Kalau suka itu bilang, kasih tau anaknya. Lo diem-diem gini ya gue jamin lah, gak lama lagi, Keira pasti diambil cowok lain."

"Njing."

"Udahlah. Capek gue. Sampai mulut gue berbusa pun, janur kuning melengkung pun, Robert Pattinson balikan sama Kristen Stewart pun, lo juga gak bakal bikin pergerakan. Stuckkk aja terusss di posisi ini." Marcell tidak kunjung berhenti menggeleng, sama sekali tidak menduga kalau sahabatnya bisa setidak berani itu hanya untuk menyatakan perasaan. Marcell menelungkupkan kepalanya di atas meja. Sebelum memejamkan mata, laki-laki itu bergumam. "Tunggu tanggal mainnya aja. Kapan Ryan bakal nyatain perasaannya ke Keira. Dan saat itu, lo bakalan kalah. Lo kalah, sebelum lo melakukan apa-apa, Eric. Ingat baik-baik ucapan gue."

"...."

"Dan saat itu terjadi, mungkin lo bakalan mikir sendiri. Kenapa gue dulu setakut itu? Kalau aja gue melakukannya, lalu, apa yang terjadi?" Marcell menjeda. Eric tetap terdiam.

"...."

"Tapi lo gak bakal tau. Karena lo bahkan gak pernah mencobanya. Hoammm. Dahlah. Gue ngantuk. Bangunin gue kalau guru udah masuk."

...

Malamnya, Eric tidak bisa tidur memikirkan semua ucapan Marcell pagi tadi. Laki-laki itu menatap langit kamar dengan tatapan menerawang. Kalau mau dipikir-pikir, sebenarnya Marcell juga tidak salah. Eric tahu kalau dia dan Keira tidak mungkin terus-menerus diam di posisi abu-abu ini. Benar. Mau sampai kapan? Mau sampai kapan, dia memendam perasaannya seperti ini?

The Day We Love Each OtherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang