Tiga Tujuh

883 44 2
                                    

Jangan lupa mendengarkan lagu di atas saat membaca chapter ini. Makasih banyak. :)

Eric memungut celana abu-abunya yang teronggok di lantai kemudian dipakainya dengan cepat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Eric memungut celana abu-abunya yang teronggok di lantai kemudian dipakainya dengan cepat. Matanya menatap Gladys yang sedang berbaring di kasurnya dengan tatapan tak bisa diartikan. "Kamu mau pulang, Ric?"

Eric mengangguk satu kali. "Udah jam lima," jawabnya singkat. "Aku mau mengajak kamu ke rumahku hari ini. Bersiap-siaplah."

Kedua mata Gladys yang sayu berubah sedikit membulat saat mendengar ucapan Eric. "Benarkah?" tanyanya dengan nada yang terdengar tak percaya.

Eric mengangguk lagi. Dia menghampiri Gladys, dan Gladys langsung menyambutnya dengan kedua tangan yang terbuka lebar. Bibir mereka sempat menyatu lagi, tapi beberapa detik kemudian langsung dilepaskan oleh Eric. Laki-laki itu menatap Gladys lalu dia tersenyum hangat. "Kamu tau, kalau kita melanjutkan ini, kita gak akan pernah selesai, kan?" tanya laki-laki itu yang langsung dibalas dengan tawa kecil Gladys.

Perempuan itu mendekat, memeluk Eric dengan sangat erat dari belakang. "Apa kamu pernah menyesal, Ric?"

Dua alis Eric terangkat. "Maksud kamu?"

"Maksud aku, apa kamu pernah menyesal melakukan ini bersama aku?" tanya Gladys dengan nada tidak yakin. Dia jelas tahu, laki-laki yang sedang dipeluknya ini masih sangat menyimpan perasaan kepada sahabat kecilnya, tapi tidak satu dua kali juga mereka terlibat dalam percintaan panas sejak satu bulan terakhir. Awalnya, Gladys pikir Eric sudah benar-benar melupakan Keira. Tapi entahlah. Di satu sisi dia suka meragukan fakta tersebut.

"...."

Eric menatap ke depan lurus-lurus dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. "Of course not, Gladys," ucap Eric pelan nyaris tidak terdengar. "Buat apa aku menyesal?" tanyanya lagi.

Eric membalikkan tubuh, membuat pelukan Gladys di tubuhnya langsung terlepas. Keduanya saling berpandangan. Cukup lama. Hingga akhirnya Gladys tersenyum. Kedua tangannya mengalun mesra di leher Eric lalu dia mengecup bibir laki-laki itu singkat. "Benarkah?"

Eric menganggukkan kepalanya penuh keyakinan. Dia ikut membalas senyuman Gladys dengan senyum yang tidak kalah lebarnya. "Apa kamu yang menyesal?"

Gladys langsung menggelengkan kepalanya berkali-kali.

Eric tersenyum lagi. Dengan Gladys yang masih mengalun pada lehernya, Eric mendorong tubuh perempuan itu untuk berbaring di ranjang. Dalam sekejap, Eric menindih Gladys dengan menumpukan kedua tangannya di sisi wajah perempuan itu. Eric terus menatap Gladys dengan tatapan yang tidak bisa ditebak.

Tak lama kemudian, bibir sejoli itu tertaut erat. Gladys menarik laki-laki itu dan semakin memperdalam ciuman mereka. Ciuman Eric berpindah, turun di sekitar leher Gladys, menyesap dan tidak berhenti mencumbu di sana. Dan ketika satu erangan keluar dari bibir Gladys, tiba-tiba wajah Keira melipir di benaknya.

The Day We Love Each OtherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang