Dua Delapan

667 46 1
                                    

"Cara ikut olimpiade gimana ya?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cara ikut olimpiade gimana ya?"

Ketika mendengar pertanyaan ngawur Eric, Marcell langsung menoleh kepada laki-laki itu seraya menatapnya horor. Dalam sekejap, tawanya melebur ke udara. "Kenapa? Elo mau ikut olimpiade!?" tanya Marcell dengan tatapan tak percaya. Ia melihat Eric mengusap wajahnya kasar dengan dengusan kasar.

"Gue cuma tanya, Bego."

"Elo aja hampir gak naik kelas tahun kemarin, Ric."

Lantas, Eric segera membalas dengan melirik Marcell tidak santai. "Terus kenapa?!" gerutunya sebal. "Lo terlalu meremehkan gue sih. Albert Einstein dan Thomas Alva Eddison aja yang pernah gak naik kelas tapi sukses banget tuh."

Marcell menggelengkan kepalanya tidak habis pikir. Kemudian ditatapnya Eric dengan raut serius. "Eh tapi bisa aja sih kalau lo mau ikut olimpiade."

Secepat kilat, Eric langsung menoleh pada Marcell. Kedua alisnya terangkat sangat penasaran. "Gimana?"

"Elo mau ikut olimpiade apa memangnya?"

"Mat."

Tawa Marcell hampir keluar lagi. Tapi sebaik mungkin ditahannya di dalam hati. "Oh, kalau Mat gak bisa. Adanya olimpiade lain."

"Apaan."

"Olimpiade cosplay jadi buaya. Tertarik gak? Juara satu sih pasti. Gue yakin."

"Sialan lo."

Wajah Eric dalam sekejap langsung berubah masam saat Marcel ternyata hanya mempermainkannya. Eric melirik jam di pergelangan tangannya. Kemudian memgembuskan napas panjang. Jarum pendek sudah melewati pukul lima, tapi Keira tidak juga muncul di hadapannya. Laki-laki itu melirik Marcell yang kini tengah bermain ponsel. "Lo kenapa belum pulang?"

Dengan santai, Marcell menyeletuk, "Nungguin ayang Keira."

"Bajiㅡ"

"Canda-canda. Ah, sensi amat lo!" Marcell jadi gemas sendiri. "Gue habis latihan futsal gini, lo gak bisa liat apa!?"

"...." Wajah Eric berkali-kali lipat lebih masam.

"Btw, lo serius sama ucapan lo kemarin?"

"...." Eric sudah terlanjur malas menanggapi Marcell lagi.

"Waktu lo bilang kalau lo sama Keira cuma sahabat." Kemalasan Eric untuk membalas langsung sirna ketika Marcell mengungkit topik mengenai Keira. Secepat kilat, Eric menoleh ke Marcel dan menatapnya penuh peringatan. "Gue gak salah denger dan ingatan gue gak mungkin salah, kalau tiga tahun yang lalu, lo bilang kalau lo suka sama Keira."

Tatapan Eric berubah datar. "Terus?"

"Terus, kenapa lo malah bilang kalau lo cuma anggep Keira sahabat, mbeng?"

Eric memalingkan wajahnya ke depan. Tangannya dilipat di depan dada. Ia terlihat enggan menjawab pertanyaan Marcell. "Keira keliatannya juga punya perasaan lebih buat lo."

The Day We Love Each OtherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang