Tiga Delapan

861 42 0
                                    

Jangan lupa mendengarkan lagu di atas saat membaca chapter ini. Makasih banyak. :)

Tujuh tahun kemudian~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tujuh tahun kemudian~

Ketika Eric berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak menyimpan perasaan lagi kepada Keira, laki-laki itu benar-benar melakukannya. Setidaknya, bagi alam sadarnya, Eric selalu mengatakan pada dirinya sendiri kalau dia sudah berhasil melupakan gadis itu.

"Hhhng," Suara desahan seorang wanita semakin membuat Eric menggencarkan kegiatan yang sedang dia lakukan. Sedari tadi, bibir tipisnya tidak berhenti menyusuri sekujur tubuh telanjang yang ada di depan matanya tanpa sisa. Beberapa kali, wanita di bawah kuasanya mengerang penuh kenikmatan.

Tiba-tiba saja ponselnya berderit kencang, membuat kedua matanya yang terpejam dalam sekejap langsung terbuka.

Decakan pelannya terdengar. Meskipun begitu, dengan gerakan malas, laki-laki itu tetap beringsut dari ranjang lalu mengambil ponsel di nakas. Terpatri nama Keira di layar pipihnya.

"Halo," sapanya datar.

"Eric?" Suara Keira mengalun ragu-ragu di seberang.

Eric ingin membalas, tapi teman tidurnya tiba-tiba memeluknya dari belakang, menempelkan tubuh bagian depan polosnya di punggungnya dengan gerakan sensual. Melalui bahu, pria itu berusaha menoleh ke belakang, memberikan isyarat kepada wanita tersebut untuk menghentikan aksinya sebentar.

Maka meski dengan hati yang tidak rela, wanita itu menghentikan aksinya. Tangannya yang mengusap dada Eric berhenti. Dia berbaring di kasur, menghadapkan diri pada pria yang tengah memunggunginya itu. Ericㅡteman tidurnya yang juga merupakan rekan kerjanya ini benar-benar memuaskannya dengan sangat lihai sore itu. Selain berwajah tampan, pria itu memiliki tubuh yang proporsional, tinggi, gagah, dan perkasa. Wajahnya terlihat begitu tegas, dengan aura yang menguar sangat kuat.

Meski Eric suka bermain kasar, tapi entah mengapa, semua itu malah membuatnya semakin mendamba akan sentuhan dari pria tersebut.

"Apa?" tanya Eric dengan nada malas."Kei? Kenapa telpon aku?"

"Emmm.... aku mau minta tolong sama kamu ... bisa kamu jemput aku?" pinta gadis itu dengan nada tidak yakin.

"Kenapa gak pulang sendiri?"

"Kamu tau, Kak Rico sedang tidak di Indonesia. Pak Ito tidak bisa menjemput aku karena harus mengantarkan Ethan dan Kak Amanda. Laluㅡ"

"Aku panggilin kamu taksi."

"Ya. Aku rencananya memang mau naik taksi, aku bisa pesan sendiri, tapi di siniㅡ"

Kedua mata Eric terpejam. "Baiklah. Aku jemput kamu. Tunggu aku nanti."

"Benarkahhh?" tanya Keira dari seberang dengan nada yang sangat antusias. "Terima kasih, Eric," tambah wanita itu cepat.

"Hm," gumam Eric singkat lalu mematikan panggilan sepihak. Dia meletakkan ponselnya kembali di nakas. Matanya langsung mencari keberadaan jam dinding. Jam setengah tiga sore. Berarti, dua jam lagi dia harus menjemput Keira.

The Day We Love Each OtherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang