Keempat perempuan itu berdiri bersama-sama di depan ruang guru. Mereka terlihat seperti sedang membicarakan sesuatu. Ada selembar kertas di tangan mereka masing-masing. "Njer... gue dapet Kak Arlo." Kezia menelan ludahnya susah payah usai mengatakan kalimat tersebut.
"Enak dong. Lo kan udah tau orangnya yang mana." Lia menceletuk santai, langsung mengundang Kezia untuk menatapnya tidak santai.
"Enak-enak, pala lo. Gak ada nyali gue! Belum juga minta tanda tangan, udah ditolak duluan gue!"
Siang itu, setiap siswa diberikan selembar kertas dengan beberapa nama senior yang tanda tangannya harus mereka dapatkan. Masalahnya, di antara puluhan senior yang ada, tentu saja mereka tidak akan mengenal mereka semua satu per satu. Masalahnya lagi, setiap senior dengan sengaja memakai jaket berbordir nama 'orang lain' di punggung mereka, sebuah strategi untuk membuat para siswa semakin bingung dan kesulitan dalam mendapatkan tanda tangan.
Keira memandang selembar kertasnya dengan tatapan dalam diam. Di antara tujuh nama senior di kertasnya, satu pun tak ada yang Keira kenal. "Lo dapet siapa, Kei?" Carline mendekat ke Keira, membaca setiap nama senior yang ada di kertas gadis itu. "Ahh, ada Kak Belinda sama Kak Warren. Aman, aman. Gue tau mereka yang mana."
Spontan, Keira langsung tersenyum lebar. "Yang mana?" tanyanya langsung dengan nada antusias. Di antara mereka, Carline memang yang paling populer. Kenalannya banyak. Bukan hal yang mengejutkan jika Carline bisa mengetahui banyak senior meskipun mereka tidak saling mengenal.
Carline langsung melongokkan kepalanya ke segala arah. Matanya terus bekerja mencari orang yang dicari. Lalu ketika sudah dapat, Carline langsung menghadapkan tubuh Keira ke arah depan kantin. "Tuh," ucapnya sembari menunjuk seorang senior yang sedang duduk bergerombol bersama senior lain. Mata Keira mengikuti arah pandang Carline. Sayangnya, ada banyak siswa yang berlalu lalang di depan matanya kala itu. "Ada Kak Arlo juga tuh. Bareng-bareng aja yuk."
Kezia langsung menganggukan kepalanya penuh kemantapan. Paling tidak, jika bersama-sama nyalinya akan lebih besar. Keempat perempuan itu berjalan ke arah kantin. Lalu ketika sampai, Keira langsung menghampiri seorang senior bertubuh besar sambil menyerahkan kertas di tangannya. "Kak Warren ... boleh min...." Ucapan Keira tergantung di udara ketika Carline tiba-tiba menyeretnya ke samping.
Keira langsung melirik Carline yang sekarang memasang wajah tegang. "Kak Warren yang sepatunya Addidas, Kei...." bisik Carline dengan suara sekecil mungkin.
"Hah?" tanya Keira tidak bisa mendengar.
Carline memejamkan mata sebentar. Sebagai bentuk kamuflase agar tidak ketahuan, Carline menoleh ke belakang, berdeham berkali-kali. "Lo salah orang, Keiii," rintih gadis itu di belakang Keira. "Yang sepatunya Addidas!"
Keira langsung menoleh ke depan. Kepalanya tertunduk, mencari sepasang sepatu berlogo Addidas seperti yang dikatakan Carline. Masih dalam keadaan menunduk, gadis itu perlahan menyerahkan selembar kertasnya kepada orang di depannya. "Kak Warren ... bo..." Dua kali, ucapan Keira harus tertunda. Saat wajahnya terangkat, kedua matanya mendapati Arlo sedang menatapnya datar. Cepat, gadis itu langsung menoleh ke samping kanan, pada siswa senior yang terlihat seperti sedang menahan tawanya. Dengan wajah memerah, gadis itu akhirnya menyerahkan kertasnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Day We Love Each Other
Romance[Completed] Keira dan Eric sudah bersama-sama sejak mereka masih kecil. Hubungan mereka sudah terlalu dekatㅡseperti sepasang saudara. Di mana Keira berada, di situ pasti ada Eric. Keira tidak menduga. Satu hari, jantungnya pernah berpacu tidak karu...