Dua Tiga

746 52 4
                                    

"Ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ini." Tubuh Keira tiba-tiba menegang saat mendapati jari Eric mendarat di pipinya. Kemudian semakin menegang ketika jari Eric mengusap pipinya lembut. Bisa dirasakan kalau seluruh peredaran darahnya mendadak berhenti bekerja. Matanya berpindah menatap Eric yang sedang mengamati pipinya dengan sangat tajam. Lalu ketika laki-laki itu juga ikut menatapnya, Keira langsung menelan salivanya susah payah. "Kenapa!"

"Kei?!" Eric bertanya dengan nada yang lebih menuntut dari sebelumnya.

Tangan Keira bergerak menyentuh kenop pintu kamar di belakangnya. Ia bingung harus memberikan jawaban seperti apa kepada Eric. Apalagi ketika laki-laki itu tidak memutuskan tatapan mereka sedari tadi. Mata tajam Eric terus menatap Keira. Dengan alis yang mulai menyatu dan kening mengerut dalam. "Jawab aku. Kenapa!"

Keira menelan salivanya susah payah untuk kedua kalinya. "Itu.... tadi... aku...." Keira sudah mempersiapkan alasan di kepala, tapi saat tatapan Eric semakin tajam, Keira langsung menggeleng kecil. Wajahnya tertunduk dalam, tidak berani mengatakan hal yang sebenarnya kepada laki-laki itu. Alhasil, Keira langsung mengambil napas banyak-banyak, menguatkan jantungnya yang tidak berhenti ketar-ketir sedari tadi. "Tadi, di sekolah ada yangㅡ"

"Et et ettttt." Keira langsung menghela napas lega saat Amanda menyelamatkannya dari Eric. Tiba-tiba, Amanda berdiri di hadapan Keira, menutupi gadis itu dari pandangan Eric. Tangan Amanda merentang ke samping lebar-lebar, menghalangi Eric untuk tidak mengambil tangan Keira dan menariknya ke depan. "Tadi gue gemes banget sama Keira. Sampai gue cubit-cubit itu pipinya. Kekerasan gue cubitnya. Jadinya gitu deh."

"...."

Tubuh Eric langsung menegak. Matanya kini menatap Amanda dengan tatapan yang sangat mencemooh. Kemudian laki-laki itu berdecak berkali-kali. "Ckckck. Kayaknya elo memang titisan gorila deh.... Udah ada buktinya kan sekarang. Gue juga suka cubit pipinya Keira, tapi gak pernah tuh, sampai merah kayak gitu."

"Ya ya ya." Amanda menganggukkan kelpalanya tidak peduli. "Terserah lo!" Lalu gadis itu membalikkan tubuhnya, membuka pintu kamar Keira, dan menyuruh gadis itu untuk segera masuk ke dalam.

Eric juga ingin masuk, tapi Amanda langsung mencegahnya. "Lo ngapain ikutan masuk!?"

Mata Eric terus mengamati Keira yang kini meletakkan tas ranselnya di kursi kamar, mengawasi pergerakan gadis itu sampai tidak meluputkan sedetik pun dari pandangannya. "Gue masih mau mastiin. Gak percaya gue, kalau cuma pipi Keira doang yang lo siksa. Pasti ada yang lain. Gue masih mau liat!"

"Hehhh!!!" Amanda berkacak pinggang dengan mata melotot. "Cil, gila kali ya. Ngapain juga gue siksa Keira."

"Ya mungkin aja loㅡ" Ucapan Eric tertahan di udsra saat Amanda mendorong dadanya sekuat tenaga ke belakang. Terpaksa, laki-laki itu langsung mundur beberapa langkah, membiarkan pintu di depannya tertutup begitu saja.

Mata Eric sontak melotot penuh kekesalan. Begitu juga dengan tangannya yang sudah bersiap membuka pintu kamar Keira dan menyelonong masuk.

Tapi, "Kei, lo jangan bilang apa yang sebenarnya ke Eric, ya...."

The Day We Love Each OtherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang