Tiga Enam

798 41 0
                                    

Jangan lupa mendengarkan lagu di atas saat membaca chapter ini. Makasih banyak :)

 Makasih banyak :)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kring kring kring

Bel istirahat yang berbunyi tidak lagi menjadi penyemangat Keira di sekolah. Tanpa sadar, kedua matanya menoleh ke pintu kelasnya. Seperti refleks sekali, setiap bel sekolah berbunyi, maka dia akan menatap pintu kelas itu.

Laki-laki itu masih tetap datang ke kelasnya. Lihat saja. Kedua mata Keira sedikit membulat saat mendapati kehadiran Eric di depan pintu kelas. Apalagi saat kedua mata mereka sempat bertabrakan meskipun hanya sepersekian detik. Gadis itu langsung memalingkan wajah, mengarahkan semua fokusnya ke depan.

"Hai." Keira bisa mendengar sapaan Gladys terdengar begitu ceria.

Jangan melihat mereka.
Jangan melihat mereka.
Jangan melihat mereka.

Keira mengulangnya berkali-kali di dalam hati. Tapi sebodoh itu, hatinya tetap menyuruhnya untuk melirik sejoli di samping. Eric memang datang ke kelasnya, tapi dia bukan lagi tujuan laki-laki itu.

Dalam sekejap, bangku di sebelahnya berubah kosong. Gladys sudah pergi bersama Ericㅡentah ke mana, Keira tidak pernah mengetahuinya. Selama beberapa hari terakhir, gadis itu selalu memilih untuk memghabiskan waktu istirahatnya di kelas ketimbang di kantin. Tidak apa-apa. Tidak apa-apa. Sangat tidak apa-apa. Keira membawa bekal dari rumah. Jadi dia tidak perlu menghabiskan waktu untuk membeli makanan di kantin.

Keira menunduk sebentar, merasakan dadanya yang tiba-tiba berdenyut nyeri. Dan ketika mendongak, Keira langsung tertegun di tempat.

Eric sedang tersenyum di depan matanya. Laki-laki itu tertawa sangat lebar. Dengan tangan yang merangkul Gladys erat seraya menatap gadis itu begitu dalam. Keira menyaksikan semuanya di depan matanya sendiri. Keira menyaksikan, bagaimana sejoli itu saling menatap kemudian melempar tawa kepada satu sama lain.

Keira tidak bisa mengerjap. Matanya tidak bisa lepas dari tangan Eric yang terus merangkul pundak Gladys penuh kemesraan.

Bukannya ini yang dia inginkan? Tidak. Dia salah. Keira menggelengkan kepala. Meskipun bukan ini yang dia inginkan, tapi pemandangan di depan itu memang seharusnya sudah terjadi.

Bukannya bukan ini yang dia inginkan, tapi memang seperti itulah kenyataan yang seharusnya terjadi.

Keira tersenyum miris di tempatnya. Dadanya berdesir aneh. Sesak sekali. Tapi gadis itu tidak bisa melakukan apa-apa.

"Hei, Kei." Cepat-cepat, Keira langsung memanipulasi raut sedihnya menjadi ceria ketika mendengar namanya dipanggil. Dia menoleh ke depan, pada Ryan yang sudah duduk di bangku depannya. "Hai, Ry."

Ryan tersenyum hangat pada Keira. "Mau makan?"

"Ya?"

"Mau ke kantin? Lagi istirahat, kan?"

The Day We Love Each OtherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang