ASBD 10 - Pizza

32.1K 2.7K 129
                                    

Teruntuk kamu yang sedang meneteskan air mata, setidaknya ada satu orang yang tengah menunggumu untuk tersenyum.


•••••


"Uhuk! Uhuk!"

"Gita, tolong ambilkan air hangat nak,"

Didalam sebuah rumah sederhana itu tiga manusia berbeda umur hidup. Meneduh dari kejamnya dunia luar yang berlomba lomba menikam, menindas, bahkan bisa membunuh jika tak sanggup dengan penderitaan yang semata mainkan.

Mungkin begini cara semesta mempermainkan mereka, menguji disetiap kaki melangkah. Bahu mereka dipaksa menahan beban tak kasat mata yang justru sangat berat.

Si paruh baya, yang seharusnya bahagia diusianya. Justru dipaksa menjalani hidup dengan penyakit yang siap mengambil nyawanya kapan saja. Satu jam saja terasa sangat sulit bagi tubuhnya untuk menopang badan. Tenaga yang sudah tak kokoh seperti dulu, wajah yang sudah tak secantik dulu, dan keadaan yang sudah tak semudah dulu.

Sedangkan si kecil yang seharusnya bermain dengan teman sebayanya, justru dipaksa untuk menyadari hidup. Mengerti akan kondisi, prihatin atas ekonomi. Ejekan dari teman seusianya sudah menjadi makanan sehari hari, masuk telinga kanan lalu keluar telinga kiri. Itu tak menjadi masalah baginya.

Yang terpenting adalah, rasa syukur selalu dipanjatkan kala ibunda masih terpandang didepan mata meskipun dalam keadaan yang tidak baik baik saja.

Anak pertama, remaja labil yang sayangnya harus bisa bersikap dewasa. Berjuang mencari nafkah menggantikan posisi sang ibunda yang tengah tak berdaya. Tulang punggung yang harus kokoh, melawan segala rasa pahit hidup. Pekerjaan yang ia banting menggunakan tangan, jerih keringat yang menetes diatas dahi, serta tenaga yang letih dimalam hari merupakan rutinitasnya sebelum ia dipertemukan seseorang oleh sang kuasa.

Seseorang yang tadinya ia anggap malaikat maut, justru berevolusi menjadi malaikat penolong.

Ah tunggu, apakah benar malaikat penolong? Sebenarnya tidak juga, karena sewaktu waktu dia juga bisa menjadi pembunuh yang keji. Jadi, nama apa yang pantas untuk menyebutnya?

"Gita kan sudah bilang Bu, Ibu istirahat aja. Biar urusan rumah Roni sama Gita yang urus." Ujar Gita sembari menyerahkan gelas berisi air hangat.

Ibu Mayang, namanya. Beliau meletakan gelas yang kini telah kosong karena isinya sudah ia minum, "Ibu hanya ingin membantu, nak."

"Ibu gak boleh capek, nurut apa kata kakak Bu. Demi kebaikan ibu juga." Celetuk seorang anak lelaki yang datang dari arah pintu masuk rumah.

Bocah berumur delapan tahun itu masih mengenakan seragam sekolah dasar, atasan yang seharusnya berwarna putih pun kini memudar menjadi agak kekuningan.

"Ini sudah mau Maghrib nak, kenapa kamu baru pulang?" Tanya Ibu Mayang.

"Padahal temanmu sudah pulang sebelum kakak." Imbuh Gita.

Roni melepaskan sepatunya yang lusuh, menaruhnya diatas rak sepatu yang berada diujung ruangan.

"Aku tadi membantu Mang Ujang di bengkel, Kak, Bu. Lumayan dapet sepuluh ribu." Anak delapan tahun itu menunjukan selembar uang berwarna ungu dengan cengiran khasnya.

ASLAN : Sweet, but Dangerous [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang