21. The Meeting

916 214 29
                                    

Ruangan yang didominasi monokrom kini tengah dihuni tiga lelaki yang sedari tadi diam tak berbicara, bahkan jika Roy Kiyosih berada di sana pasti dia sudah mencium bau-bau amarah yang menguar dari tubuh sang pemilik ruangan yang tak lain adalah Javier.

Sementara dua manusia yang tak lain adalah Vino dan Yogi diam, mereka cukup pintar untuk memahami situasi walaupun tadi siang mereka menyalahkan Javier yang membuat mereka kehilangan uang bakal beli cilok.

"Menurut kalian gue gantungin Caca?" tanya Javier sebuah kalimat yang mengawali sistem curhat antar para makhluk berbatang.

"Kenapa lo nanya gitu?" Yogi tak akan langsung menjawab karena jawabannya pasti iya. Ia ingin tahu Javier menerima kepekaan dari mana sampai tahu bahwa ia menggantung perasaan Caca.

"Caca bilang ke gue. Gue gantungin dia. Emang bener gue gantungin dia?"

Yogi melirik Vino yang sama juga melirik kearahnya. Ternyata kepekaan Javier di dapat dari Caca yang kelewat blak-blakan.

"Lo mau kita bohong atau mau kita jujur?" tanya Yogi dia pikir sudah saatnya Javier menyadari situasinya.

"Emang lo ada niat bohongin gue?" sarkas Javier.

"Ya kalo lo mau kita bohong ya kita bisa aja bohong ita nggak Vin? Asal dosa ditanggung sama lo." VIno mengangguk dengan kuat sebagai sohib Caca tak apa jika dia menggoda Javier yang membuat Caca sering terlihat seperti manusia tak punya harga diri.

"Ya udah jawab jujur."

"Lo manusia brengsek yang suka gantungin orang dan manfaatin perasaan Caca buat nyingkirin fans lo yang nyebelin," jawab Vino dengan satu tarikan napas hampir sama cepat seperti rap Mino Winner.

"Gue nggak kayak gitu!"

"Dia nanya kita jawab, eh malah ngelak, nggak usah nanya kalo kayak gitu," sesal Yogi yang menjawab pertanyaan dari Javier.

"Di mata Caca dan ehm temen Caca, lo kayak gitu. Kalo lo nggak suka sama Caca bilang, biar Caca move on mumpung ada Lingga."

"Siapa yang bilang gue nggak suka Caca? Gue suka kok." Vino melirik ke arah Yogi begitupun sebaliknya.

Bersahabat lama membuat mereka saling paham hanya dengan menaikkan sebelah alis. Kali ini mereka akan memanfaatkan kegusaran Javier tentang Caca.

"Mana buktinya kalo lo suka?"

"Gue nggak pernah nolak dia."

"Gue juga nggak pernah nolak dia kalo dia nawarin makanan ke gue," kata Vino.

"Lo suka juga sama Caca?"

Oke, mungkin Javier pandai dalam matematika, tapi dalam urusan seperti ini dia butuh bimbingan orang utan seperti dua makhluk di kamarnya ini.

"Suka tuh nggak kayak gitu Jay."

"Suka itu berarti lo harus ngasih liat lewat tindakan. Action. Kasih hadiah kek, ajak dinner kek, ajak nonton—"

"Gue kemaren abis nonton Netflix sama Caca."

"Lo dengerin gue! Jangan di potong. Kalo lo potong gue sama Vino balik bodo amat sama kisah cinta lo yang amburadul ini." Jay mengangguk paham.

"Pertama, lo harus nunjukin kalo lo juga suka sama Caca dan nggak bikin bingung."

Mulut Javier hampir saja terbuka untuk menanyakan bagaimana caranya, tapi bapak Yogi sang Cupid menggelengkan kepalanya memberi tanda agar si tampan ber-dimple itu tetap tutup mulut.

"Caranya lo kasih perhatian ke dia. Kayak chat nanya basa-basi. Udah makan belum, udah minum belum, udah boker belum nah kurang lebih kayak gitu." Javier mengangguk mengerti bukan hal yang sulit.

ArcaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang