47. Gagal?

390 88 14
                                    

Lingga heran mengapa setiap anak yang ia mintai cap jempol menolaknya. Apa mereka juga menyukai Caca? Ah tidak, jumlah mereka terlalu banyak untuk menyukai Caca, lagi pula Caca bukan artis yang akan memiliki banyak penggemar yang tak rela jika idolanya memiliki pacar.

Tunggu, pacar? Bukankah niat awal Lingga untuk mendapatkan sidik jari bukan untuk menjadi pacar Caca? Sudahlah, lagi pula jika ia menjadi pacar Caca ia tak keberatan.

"Ini mereka kenapa dah?" tanya Hana sebal karena terus ditolak oleh anak-anak yang ia mintai cap jempol padahal dia sudah memakai semua janji-janji manis yang dia sendiri tak tahu apakah bisa ia tepati apa tidak.

"Ngga, lo tulis siapa aja yang mau cap jempol bakal lo doain masuk surga seumur hidup." Ide dari Vino tentu sangat cukup untuk membuat Bianca memberikan pukulan unyu pada Vino.

"Heh lo pikir kayak begitu bikin mereka tertarik?" tanya Bianca dengan mata yang melotot sempurna.

"Gimana Ngga? Mau kita udahan aja hari ini?" tanya Yogi yang berperan menjadi manusia waras menggantikan Mina yang sedang menemani Caca di kelas.

"Kalian bisa istirahat dulu, sepuluh menit lagi istirahat kelar. Makasih udah bantuin gue, nanti balik sekolah gue traktir mana aja yang kalian mau."

Lingga yang seperti ini adalah kesukaan mereka berempat. Jika Lingga terus seperti ini mereka mungkin akan memasukkan Lingga ke dalam grup bunga pasir dengan posisi sebagai donatur utama.

"Thanks Ngga, betewe lo mau ke mana? Kantin sebelah sana." Yogi menunjuk arah kantin yang berlawanan arah dengan kepergian Lingga.

"Gue mau nyari tau kenapa mereka nolak."

"Gue ikut!" Yogi mengejar Lingga sementara yang lainnya hanya diam saja.

"Lo nggak ikut Vin?" tanya Hana.

"Gue laper. Mau ke kantin," katanya yang kemudian pergi ke arah kantin disusul oleh Hana dan Bianca yang kebetulan juga lapar.

Sementara itu Lingga menuju ke warung belakanh sekolah tempat di mana beberapa temannya yang suka mabal mangkal. Dan, teman yang ia temui ini adalah orang yang tak mau ikut memberi cap jempol.

"Ngga, lo mau mabal kan aslinya?" tanya Yogi pada Lingga yang langsung duduk di kursi seolah dia adalah salah satu langganan di sana.

"Ambil aja Yog, ntar gue bayarin." Tawaran Lingga tentu tak akan di sia-siakan oleh Yogi.

"Gue juga dong Ngga." Pancingan Lingga berhasil, siapa di dunia ini yang tak suka gratisan?

"Nggak. Lo nggak mau cap tadi." Katakanlah bahwa Lingga picik, tapi bukankah tak ada larangan untuk apa yang baru saja ia lakukan.

"Ya udah nggak usah." Lingga menyangka ada yang tak beres di sini. Mengapa Hadi tetap tak mau.

"Kenapa?"

"Ya nggak apa-apa."

"Lo suka Caca ya?"

"Lo gila ya? Ya kali gue suka sama Caca, yang ada darah tinggi gue."

"Kalo gitu berarti lo suka sama gue?" Selamat pada Lingga yang berhasil menbuat Yogi tersedak dengan pertanyaannya.

"Hah?"

Lingga menyenggol kaki Yogi meminta bantuan. "Anjir lo maho?" tanya Yogi yang mulai paham ke mana arah permainan Lingga. Lelaki itu ternyata cukup pintar juga.

"Kagak! Gue normal!"

"Kata gue sih dia nggak suka kalo lo jadian sama Caca. Dia cemburu. Nggak mau lo sama cewek lain, maunya lo sama dia." Yogi memanas-manasi Hadi.

ArcaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang