23. The Real Impostor

821 208 54
                                    

Insiden kemarin membuat Caca dihindari oleh sahabatnya, bahkan kini ia kembali duduk sendiri. Tapi, apakah Caca sedih? Jawabnya tidak, gadis itu tampak baik-baik saja atau sedang pura-pura baik-baik saja. Tak ada yang tahu.

Melihat Caca yang duduk sendirian Javier berpikir untuk menemaninya, tapi Javier yang selalu penuh perhitungan itu kalah dengan Lingga yang lebih dulu menghampiri Caca dan duduk di sana.

Caca sendiri tak begitu ambil pusing, sekarang dia lebih memikirkan tentang bagaimana video itu bisa tersebar dan siapa yang menyebarkannya.

Jika tak salah ingat semua temannya tak ada merekam dan dilihat dari angle camera itu terlihat dari atas yang artinya sudah ditanam sebelum Caca datang. Hanya saja makhluk brengsek mana yang melakukan itu?

"Gue pilih lo!" Caca berhenti berpikir dan kini menatap Lingga yang menatap lurus ke depan.

"Harusnya lo lakuin itu dari dulu Ngga." Caca mengembangkan senyumnya. Ia tampak tak peduli jika Lingga melakukannya karena terpaksa atau karena Lingga punya perasaan padanya. Semuanya sama saja baginya.

"Tapi, gue ada pertanyaan buat lo."

"Bilang aja, nggak usah ragu." Caca bertingkah seolah dia akan mengatakan segalanya pada Lingga.

"Kenapa lo nggak ngasih tau gue sejak awal? Kenapa lo harus ngelakuin hal ini?" Caca menopang kepalanya lalu menatap Lingga dengan senyuman playfull-nya.

"Karena ini lebih menarik. Bukan begitu Ngga?" Bagi Lingga sekarang Caca sudah persis seperti psikopat.

"Lo nggak takut orang-orang bakal nuntut lo?" Tangan Caca dengan nakal memainkan rambut hitam legam Lingga.

"Apa yang bisa mereka lakuin? Mereka nggak ada bukti Lingga sayang. Mau pake saksi? Ehm nggak bisa." Lingga benar-benar tak percaya bahwa gadis yang ia kenal sebagai manusia aneh yang konyol berubah jadi manusia yang menakutkan seperti ini.

"Karena lo udah milih gue, sekarang kasih tau gue siapa aja yang deket sama lo?" tanya Caca.

"Lo mau ngapain mereka?" tanya Lingga takut jika Caca melukai mereka.

"Selama lo milih gue, gue nggak bakal ngapa-ngapain mereka. Gue cuma mau kenal aja. Jadi, siapa aja Lingga sayang." Tangan Caca yang terus memainkan rambut Lingga memberi tekanan tersendiri bagi Lingga.

"Gue cuma deket sama Rasti dan Farel, udah selain itu temen biasa sekedar kenal." Caca berhenti memainkan rambut Lingga.

"Lo nggak bakal ngapa-ngapain mereka kan?" tanya Lingga.

"Nggak janji, itu semua tergantung gimana perlakuan lo ke gue."

-o0o-

Lingga terus memperhatikan Caca yang sedang makan, cara makan gadis itu masih sama. Hanya saja, bagaimana cara gadis itu bertingkah membuatnya takut. Caca yang ia kenal tak seperti itu. Ia bahkan tak tahu Caca mana yang menggunakan topeng saat ini.

"Lo beda." Lingga memulai percakapan antara dia dan Caca.

"Well, ada pepatah mengatakan kalo cinta bisa mengubah orang. Dan ini yang lagi terjadi." Lingga meraih tangan Caca membuat Caca sedikit kaget.

"Bisa nggak lo balik lagi kayak orang yang pertama kali gue temuin dulu?" Caca melepaskan tangan Lingga, kembali mengaduk baksonya.

"Gue nggak bisa. Anak kelas lima itu terlalu lemah Ngga. Kerjaannya nangisin mamanya terus. Gue nggak suka. Tapi, tenang aja, gue bakal jadi Caca yang nyenengin dan nggak nyelakain orang asal lo baik sama gue. Gimana?"

ArcaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang