37. Dua tapi Satu

537 112 17
                                    

Caca tak tahu apakah ia harus bersyukur ataukah mengumpat dengan datangnya hujan. Satu sisi dia senang karena ia tak perlu ikut upacara, tapi satu sisi dia kesal karena dia tak membawa jaket. Caca benci dingin.

"Ih dingin banget." Caca yang duduk di sebelah Javier menunggu guru jam pertama masuk mencoba mengode lelaki itu untuk peka. Namun, sepertinya Javier perlu belajar membaca kode dari perempuan.

"Namanya juga ujan Ca." Caca melirik Javier sengit, ia heran mengapa ia menyukai si hp esia hidayah ini? Apa saat itu dia tak mendapat hidayah?

"Iya. Kalo badai panas baru panas!" Kesal Caca yang kemudian kembali ketempat duduknya di samping Lingga.

Sejak dulu Javier tak berubah padahal beberapa waktu belakangan lelaki itu menjadi manis. Apa manisnya sudah expired? Kesal juga jika punya pacar yang dingin-dingin ngeselin seperti Javier.

"Gue pinjem jaket," kata Caca tanpa ragu padahal dia bisa saja langsung bilang pada Javier, tapi gadis itu malah mengirim sinyal yang sulit pada lelaki yang jelas tak peka itu.

"Nih." Lingga tak hanya memberikan jaket, tapi juga hot pack pada Caca.

"UWAH PENGERTIAN BANGET SIH LINGGA. JADI ANGET DEH GUE!" Caca sengaja menaikan suaranya dengan sengaja agar Javier mendengar dan sedikit berharap lelaki itu cemburu.

"Berisik Ca!" Yogi protes karena suara Caca yang nyaring mengganggu tidurnya.

"Bodo amat!" balas Caca tak peduli dengan protes dari Yogi.

"Jingga nggak masuk?" tanya Hana pada Caca.

"Masuk, dia ke kantor guru tadi mau minta ulangan susulan," jawab Caca sambil menyibukkan tangannya bermain hot pack dari Lingga.

"Beneran udah sembuh dia?" tanya Hana.

"Udah. Tenang aja." Caca kembali menjawab dengan yakin.

"Ehm, Ngga. Lo sama Jingga ada masalah?" tanya Hana pelan.

"Kenapa? Ada apa?" tanya Caca pelan sambil mendekat ke arah Hana siap untuk bergosip.

"Gue udah putus sama dia." Caca menutup mulutnya kaget, ia tak tahu bahwa Jingga dan Lingga putus. Selama ini Jingga bersikap biasa saja, sama sekali tak terlihat seperti orang yang patah hati.

"Dia yang mutusin lo?" tanya Hana.

"Hana udah! Lo nggak liat Lingga lagi patah hati?" marah Caca yang membuat Hana mengernyit bingung, wajah Lingga jauh dari kesan patah hati. Lelaki itu tampak biasa-biasa saja.

"Hah?"

"Liat mukanya merah apalagi hidungnya." Hana berdecak, sejak kapan orang patah hati seperti itu bentuknya.

"Dia itu kedinginan bukan patah hati." Lingga tentu menjawab tidak, mau dipasang dimana wajahnya jika ia mengatakan dingin setelah memberikan jaket dan hot pack pada Caca.

"Sekarang anget?" tanya Caca yang menutup telinga Lingga dengan hot pack dari Lingga.

"Anget." Caca nyengir sementara Hana memicingkan matanya, dia sangat hafal dengan drama yang ada di depannya. Dia sudah paham alur cerita dari ini semua.

"Semoga lo nggak pusing deh Ca abis ini. Semoga nggak tambah bersegi-segi."

"Segi apa? Ada matematika hari ini?" tanya Caca tak paham dengan ucapan Hana yang berbicara tentang segi, sementara Lingga yang bisa dikatakan sepeka putri malu paham maksud Hana.

"Udah Ca, lo capek ntar. Gue bisa sendiri." Lingga memegang tangan Caca untuk menurunkan dari sisi telinganya.

"Oh, biarin gini dulu, Jay nggak liat. Kalo dia udah liat baru ntar gue turunin," bisik Caca yang ternyata melakukan itu untuk membuat sang pujaan hati cemburu.

ArcaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang