10. Curiga

1.5K 339 21
                                    

Ada hal-hal yang Caca tak bisa hindari selama menjadi manusia hidup dan salah satunya adalah membantu Yogi yang katanya ingin terlambat datang karena kelelahan mengejar penjahat.

Bukan masalah jika Yogi telat paling masuk ke ruang BK, tapi nilai APPS (angka pelanggaran peraturan sekolah) Yogi ini sudah menjadi bukit karena terus menerus ditabung selama ini. Jadi, sebagai teman yang suka menyusahkan Yogi meminta Caca untuk membantunya agar tak mendapat nilai APPS. Kenapa Caca dan bukan Vino? Tentu kita semua tahu bahwa Vino tak selicik Caca.

Namun, masalahnya sekarang adalah sekolah mereka terlalu elit. Mereka menggunakan fingerprint untuk absen. Dulu Caca pernah mencoba-coba memalsukan sidik jari ala film mata-mata, tapi gagal entah karena salah teknis atau semua di film itu bohong ia tak tahu. Sekarang dengan entengnya Yogi mengatakan bahwa Caca harus membantunya jika tidak ia akan membongkar salah satu kenakalan Caca yang pernah mengempesi ban guru fisika. Jadilah Caca anak nakal untuk kesekian kali.

Caca datang paling awal ke sekolah lalu menempelkan kertas di mesin finger print yang mengatakan bahwa mesin rusak dengan begini mereka tak perlu absen dan absen akan dilakukan secara manual oleh sekretaris kelas yang jelas bisa dimanipulasi sesuka hati.

Aksi itu memang tak ketahuan hingga Javier yang kesambet setan rajin masuk pagi juga.

"Kapan sih lo tobat Ca?"

"Ehm kapan-kapan deh Jay, ntar kalo udah nggak jadi jomblowati kali," katanya santai.

"Jangan lupa tutup mulut. Ntar gue beliin siomay rasa siomay di gerobak siomay Bang Amoy pake duit Yogi." Paling cepat menyelesaikan ocehan Caca adalah mengiyakan ucapan gadis itu.

"Ca—"

"Hmm?" Caca yang hendak masuk ke kelas tak jadi karena Javier menahan tasnya.

"Gue nggak tahu rencana lo apa, tapi gue selalu tahu lo deketin Lingga ada maksud lain."

"Wow, lo harusnya jadi pengarang novel aja deh Jay imajinasi lo luas banget. Atau kalau lo mau mulai boleh tuh nulis di wattpad." Javier mendengus selalu saja keluar jalur jika bicara dengan Caca.

"Maksud gu—"

"Lingga!" Javier berdecak kesal saat Caca malah berlari menghampiri Lingga yang baru datang.

"Ada yang perlu kita omongin."

"Gue naro tas dulu." Lingga sudah tahu apa yang ingin dibicarakan Caca saat ayahnya memberitahukan bahwa Caca membuat bodyguard-nya babak belur.

"Gue ikut juga." Caca mengikutinya.

"Lingga." Caca menoleh dan sadar bahwa ada gadis di belakang Lingga yang tak lain adalah Rasti.

"Jangan ngomong berdua aja sama Caca, gue takut—"

"It's okay Rasti, bahkan udah hampir seminggu, tapi gue masih nggak apa-apa. Atau mungkin kutukan itu udah lepas," kata Caca lalu menarik lengan Lingga untuk meninggalkan Rasti.

"Gue nggak tahu lo lagi peduli sama Caca atau lo takut Lingga ke cewe lain," kata Javier lalu mengikuti Caca dan Lingga yang berjalan ke kelas lebih dulu.

-o0o-

"Jadi, bisa kasih tahu apa motivasi bokap lo nyuruh bodyguard ngikutin gue itu apa?" Kini mereka berada di belakang sekolah bicara berhadap hadapan.

"Buat lindungin lo lah."

"Dari?"

"Kutukan Jingga," kata Lingga.

"Hell no! Gue kasih tahu ya Lingga ganteng. Pertama kutukan itu nggak pernah ada. Dan kalau pun kutukan itu ada dan hantu Jingga ngincer gue which is itu 0,0009 persen. Lo harusnya ke dukun dong. Mana bisa bodyguard lo nonjok setan. Duh cakep-cakep oon ya," kata Caca menunjuk muka Lingga.

"Gue cuma—"

"Stt ngga usah ngomong lagi dan tolong minta bokap lo narik bodyguard-nya. Mau ngelindungin gue? Hilih gue punya bodyguard lebih jago dibanding mereka." Cara Caca bicara benar-benar seperti Jingga bedanya Caca lebih ekspresif.

"Iya ntar gue kasih tahu bokap," katanya santai.

"Tapi, Ca lo beneran nggak apa-apa selama ini? Lo nggak kena teror?"

"Nggak, gue nggak diganggu sama kutukan itu tenang aja dukun gue manjur kok."

"Serius?"

"Iya DO, dukun online," kata Caca bergurau.

"BTW lo deket banget sama Rasti?"

"Kenapa?"

"Maksud gue gini katanya kutukan itu kan nggak mempan buat adeknya Jingga which is itu Rasti jadi kenapa lo nggak pacaran aja sama dia?"

"Dia udah punya pacar. Pacarnya temen gue juga anak sini." Caca tak tahu hal itu, Bianca tak pernah membawa kabar itu.

"Oh, abis keliatannya dia care banget sama lo."

"Kami sering jalan bareng. Double date, tapi setelah Jingga nggak ada gue lebih sering main sama cowoknya Rasti." Caca mengangguk mengerti, ia masih ragu untuk menghapus Rasti dari calon tersangka.

Bunyi bel menghentikan lamunan Caca yang cukup berfaedah. Ia memandang ke arah Lingga.

"Ga, lo duduk bareng gue ya."

"Hah?"

"Lo pindah belakang, Yogi telat hari ini."

"Ca, lo seriusan suka sama gue?" Caca melihat ada seseorang di sana yang mengawasi mereka sayang ia tak bisa melihat siapa itu. Ia hanya melihat ujung sepatu.

"Kalo gue nggak suka sama lo nggak mungkin gue deketin lo kan?" Ampunilah Caca Tuhan yang sering berbohong.

"Javier?" Caca kaget untuk beberapa detik, tapi ia mampu mengatasinya.

"Gue move on. Capek ngejar orang yang nggak liat balik." Caca tersenyum getir lagi pula memang itu kenyataannya. Bahkan saat Javier terang-terangan mengejarnya sekarang ia merasa Javier hanya melakukannya karena takut tak ada yang menyukainya sebesar Caca.

"Udahlah kalo lo nggak mau nggak usah muter-muter. Gue bisa duduk bareng Vino," katanya lalu melangkah pergi.

"Tunggu." Lingga memegang tangan Caca.

"Bareng gue." Dalam hati Caca berdoa agar ia atau pun Lingga tak baper karena ini semua tak seharusnya menggunakan perasaan.

-o0o-

Sebagai makhluk berjenis kelamin perempuan yang peduli penampilan, Caca dan Mina langsung cus ke kamar mandi cewek dimana di sana ada cermin super besar hanya untuk touch up lipstik yang memudar setelah memakan bakso Mang Udin.

"Hai Rasti," sapa Caca sok kenal pada Rasti yang juga melakukan hal yang sama dengan mereka.

"Hai juga," sapa Rasti keliatan setengah-setengah.

Caca menyenggol Mina mencoba mengirim sinyal-sinyal lewat tatapan mata untuk memanas-manasi Rasti karena menurut hipotesa dari saudara Caca yang sok tau, Rasti masuk ke dalam tersangka utama.

"Gimana Ca tadi duduk bareng gebetan enak nggak?" Caca tersenyum tak salah memang berteman bertahun-tahun dengan Mina gadis itu bisa langsung mengerti arti tatapan matanya.

"Enak ehehe ternyata Lingga asik lho buat diajak ngobrol. Kita udah tukeran kontak. Besok kami mau ngerjain tugas bareng berdua. Enaknya dimana ya Min?" Caca mengamati Rasti dari kaca yang tampak sempat terhenti melakukan kegiatannya.

"Rumah lo? Jangan cepet-cepet lah di kafe aja dulu biar abis itu kalian bisa jalan bareng nonton kek atau kemana gitu."

"Nah bener juga. Emang ya my luv lo i- eh lipstik lo kenapa patah Ras?" Caca menyadari bahwa lipstik yang dipegang Rasti berbeda dengan lipstik kebanyakan yang masih ada sisi miringnya, milik Rasti benar-benar rata.

"Ah ini patah. Gue cabut duluan," kata Rasti lalu pergi begitu saja.

"Kenapa Ca? Lo mau beli lipstik yang sama?"

"Warna lipstiknya sama kayak yang dibuat nulis di kaca Min."

-o0o-

Hayooo udah bisa nebak belum siapa dibalik semua teror?
Belum ya? Sama aku juga eheheh

ArcaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang