43. Catch Me If You Can

383 92 3
                                    

"Siapa lo?" tanya Nino pada lelaki yang sama sekali tak pernah ia lihat sebelumnya.

"Ampun Bang." Nino melirik ke segala arah, memeriksa apakah ada orang lain selain lelaki yang berhasil ia tangkap ini.

"Lo ikut gue!" Nino menarik lelaki itu ke dalam rumah Farel. Kali ini ia akan mencari tahu siapa orang licik yang ada di belakang ini semua.

Di dalam pondok Farel sudah ada Jingga yang sudah menunggu dengan tali di tangannya. Sementara itu Nino menjatuhkan orang itu ke lantai dan meminta tali pada Jingga. Pada tahap ini, mereka persis seperti penjahat yang sedang menculik anak orang.

"Lo kenal?" tanya Nino begitu berhasil mengikat orang itu.

Jingga berjongkok untuk bisa mengamati wajah pelakunya dengan teliti. Ia punya ingatan yang bagus, dan hanya beberapa detik biasanya ia akan mengingat nama orang jika dia mengenalnya. Namun, sepertinya orang ini bukanlah orang yang dikenal Jingga.

"Gue nggak kenal. Nggak pernah liat." Jingga berdiri dari jongkoknya kemudian menuju kursi untuk duduk. Ia akan membiarkan Nino melakukan pekerjaan kotor.

"Siapa lo?" tanya Nino penuh penekanan, pria ini tahu bagaimana caranya mengintimidasi dengan baik.

"JAWAB!"

"Rudi Bang, Rudi." Jawaban keluar begitu saja setelah teriakan Nino, jelas sekali bahwa Rudi takut pada presensi Nino.

"Kenapa lo neror Caca?" tanya Nino. Namun, tak ada jawaban sama sekali, yang tentu saja situasi ini tak akan menguntungkan Rudi.

"Ini." Jingga menyerahkan sebuah tongkat baseball pada Nino dan Nino sangat paham apa gunanya tongkat baseball itu.

"Kasih tau gue atau kepala lo pecah!" bisik Nino pelan tapi tajam. Siapapun yang mendengarnya akan percaya bahwa Nino mampu melakukan hal itu.

Darah mulai meninggalkan wajah Rudi hingga irasnya kini serupa dengan kapas, putih pucat. Namun, siapapun tak bisa menyalahkan perubahan itu Nino begitu cukup menakutkan hingga membuat tubuh besar Rudi bergetar hebat. Dia beruntung tak sampai kencing di celana.

"Gue di suruh! Sumpah gue bahkan nggak kenal kalian atau cewek yang mananya Caca. Gue cuma disuruh!"

"Siapa?" tanya Jingga sambil bermain ponsel. Rudi tak berniat menjawab, dia sedang menerka segala kemungkinan yang akan terjadi ketika ia menjawabnya. Apa ia akan dilepaskan atau malah menjadi sasaran.

"Jawab!" Nino memukul Rudi tepat di rahangnya.

Rudi menatap Jingga seolah minta tolong, tapi dia hanya fokus pada ponselnya. Gadis itu tampak seperti psikopat, dia tetap bersikap tenang saat kekerasan terjadi di depan matanya.

"Jawab!"

"Gue nggak tau! Gue cuma kurir buat ngambil barang."

"Tapi lo kabur pas liat gue."

"Dia bilang kalo ornag yang ada di rumah itu bukan cowok di foto gue harus kabur. Gue cuma ngelakuin apa yang dia minta sumpah." Nino menoleh pada Jingga dan seolah mendapatkan sinyal dari Nino, Jingga beranjak dari tempat duduknya dan berjongkok di dekat Rudi. Mengamati sebentar kemudian mengambil ponsel di saku lelaki itu tanpa ijin.

"Bener?" tanya Nino, ia tahu bahwa Jingga pasti ingin mengecek kebenarannya.

"Bener. Tapi nomornya nggak bisa dihubungi lagi." Jingga melempar ponsel itu ke arah Rudi.

"Kayaknya dia nggak sebodoh yang kita pikir."

"Nggak, dia bodoh."

"Maksud lo?" tanya Nino.

ArcaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang