42. F

434 93 14
                                    

Suasana kantin selalu ramai ketika jam istirahat dimulai. Semuanya seolah bisa mengaktifkan kembali mulutnya setelah terkunci selama masa pembelajaran dilaksanakan. Termasuk Caca.

Kali ini di jam istirahat kedua mereka mulai banyak cerita terutama Caca yang mati kutu karena duduk di depan. Selain itu ada juga Vino yang kesal karena ia terus ditunjuk maju ke depan untuk mengerjakan soal. Semuanya sibuk berceloteh hingga suara dari speak sekolah terdengar.

"Kali ini pesan dari Bu Kartika untuk 11 IPA-3. Anak-anak IPA 3 selamat kalian remidi semua. Jangan lupa ujian remidinya besok ya. Wow selamat kelas IPA 3."

Pengumuman seperti itu sering kali diumumkan di sekolah mereka ketika siaran radio di jam istirahat kedua dimulai. Meskipun lebih sering berisi pesan antar siswa entah pesan cinta ataupun pesan permusuhan.

Dulu Caca pernah menggunakan media itu untuk mengungkapkan perasaannya pada Javier, tapi sayangnya pengakuan itu tak ditanggapi Javier. Lelaki itu tak menolak ataupun menerima Caca yang berujung Caca menjadi bahan gosip. Namun, jangan khawatir Caca sama sekali tak terganggu dengan gosip itu, setidaknya dulu. Mengingat itu membuat Caca merasa bahwa ia bucin tingkat akut. Bagaimana bisa ia sebuta itu dulu.

"Kalo gue kirim pesen ke anaknya ibu kantin di tolak nggak ya?" tanya Yogi.

"Kalo lo minta digratisin seumur hidup sih pasti ditolak," jawab Caca sambil sibuk mencuri makanan milik Mina.

"Gue bukan lo Ca." Caca berdesak kesal kemudian mengambil tempe goreng milik Yogi.

"Anjir tempe gue!" Yogi ingin mengambil kembali tempenya, tapi Lingga mencegahnya dan memberikan tempe goreng miliknya pada Yogi sebagai ganti apa yang diambil Caca.

"BTW Ngga, ngapain lo bawa dia ke sini?" tanya Caca pada Jingga yang membawa Nino ikut bergabung dalam kelompok bunga pasir plus Lingga.

"Gue yang minta, gue masih anak baru dan gue juga lagi berusaha buat deketin calon adik ipar biar suka sama gue." Caca memicingkan matanya, ia sebenarnya menangkap vibe berbahaya dari Nino, tapi karena Jingga pacaran dengan Nino dia akan mengabaikannya.

"Kalo lo mau narik simpati Caca, lo beliin cilok agak pedes sama es teh. Dijamin dia suka."

Nino menoleh pada Jingga mengirim sinyal untuk bertanya apakah Vino berbohong padanya atau tidak. Ia sedikit tak yakin, bagaimana bisa semudah itu untuk mendapatkan simpati Caca. Namun, ketika Jingga mengangguk dia langsung percaya dan pergi dari sana untuk membeli cilok.

"Pesan selanjutnya pesan pengakuan dari B untuk Pak Burhan. Selamat siang Pak Burhan tercinta, sebelumnya perkenankan ananda untuk meminta maaf. Ananda berterima kasih atas ilmu yang bapak berikan, tapi tolong Pak tugasnya jangan kebanyakan. Saya takut stress. Sekian terima kasih semoga bapak bisa mengurangi tugas yang dibebankan pada Ananda."

Pesan kali ini disambut tepuk tangan oleh warga kantin, mereka menyetujui siapapun yang mengirim keluhan itu. Bahkan Caca sampai melakukan standing applause.

"Bravo bravo!" Mina menarik Caca untuk duduk kembali. Gadis itu selalu menjadi pusat perhatian yang cukup mengganggu.

"Pesan selanjutnya untuk Naura Cahaya Fadilla." Seketika Caca terdiam begitupun dengan teman semejanya.

Nino datang setelah membeli cilok dan memberikannya pada Caca. Lelaki itu berniat mengambil hati Caca.

"Siapa diantara kalian yang ngirim?" tanya Caca sambil menerima cilok dari Nino.

"Ogah bener ngirim ke lo." Hana mencebik.

"Ca, i am sorry. Gue nggak pernah bermaksud nyakitin lo. Gue beneran sayang sama lo. Dari J."

Hanya ada satu J yang diyakini sebagai orang yang mengirim itu. Dia adalah Javier, manusia yang memiliki hobi mengaduk-aduk perasaan Caca. Satu kata maaf dan perhatian Javier terus membuat hati Caca bertarung dengan isi kepalanya. Haruskah ia memaafkan dan menerima Javier setelah banyaknya sakit dan ketidakpastian selama ini atau menghapus perasaannya.

"It's not love, just heavy manipulation." Caca tersentak pada ucapan Nino. Lelaki itu seolah berbicara tentang Caca.

"Apa?" tanya Caca untuk memperjelas.

"Maksudnya hati-hati sama omongan cowok." Tak ada yang menyanggah omongan Nino, sebagian dari mereka setuju dengan ucapan Nino.

"Pesan terakhir dari F sayangnya nggak dikasih tau untuk siapa. Pesannya meet me tonight at my house. Wow sepertinya ini ajakan kencan."

"Wuuu, serem nggak sih ngajakin ketemu di rumah. Gue jadi mikir yang nggak-nggak."

"Emang otak lo aja yang jorok." Bianca menoyor kepala Yogi.

Sementara itu Jingga menoleh pada Nino. Dia tahu siapa F di sana dan dia juga tau siapa orang yang mengirim itu.

"Apa yang lo rencanain?" bisik Jingga pada Nino.

"Something dangerous."

***

Periode bulan kali ini sudah pada masa bulan mati yang membuat malam ini menjadi gelap jika tak ada cahaya temaram dari lampu-lampu jalanan. Di jalanan yang gelap itu terparkir sebuah mobil hitam metalik yang di dalamnya ada seorang dengan penampilan yang mencurigakan.

Kacamata hitam, topi dan juga masker bukanlah fashion yang biasa digunakan ketika malam datang. Itu lebih pada started pack orang yang ingin berbuat kejahatan.

Semua semakin mencurigakan ketika orang itu melirik kanan kiri memeriksa situasi sebelum beranjak memasuki area rumah Farel yang sudah lama sepi. Ada sebuah kotak yang orang itu bawa yang tak kalah mencurigakan.

Langkahnya semakin berat ketika mendekati pintu rumah Farel. Namun, tak urung ia tetap mendekat ke sana. Diketuknya pintu jati berukir berharap akan segera mendapat jawaban dari sang pemilik rumah. Tak mendapat jawaban yang diharapkan orang itu kembali mengetuk pintu.

"Farel," panggilnya sambil mengetuk pintu rumah Farel.

Namun, bukan Farel yang muncul melainkan sosok tinggi besar yang tak lain adalah Nino. Ya, sejak awal lelaki itu memang berada di dalam rumah Farel tentu cara masuknya bukan dengan cara yang legal.

"Lo bukan Farel," katanya begitu mendapati Nino yang berdiri dengan senyum mengerikan. Kemudian tanpa Nino duga orang itu berlari menjauh dari Nino.

"Berhenti lo!" Nino berlari mengejar orang itu dengan pencahayaan yang minim. Kali ini ia akan menyelesaikan tugasnya dan membuat Jingga tak meninggalkannya.

"Berhenti!"

Orang serba hitam yang dikejar Nino terus bergerak seolah seluruh hidupnya dipertaruhkan di sana. Memang, orang itu tak salah, ia akan mendapat masalah besar jika Nino menemukannya karena Nino bukanlah orang yang pemaaf.

Nino terus berlari hingga akhirnya tangan panjangnya mampu meraih jaket orang itu dan dengan kekuatan penuh ditariknya jaket itu hingga orang serba hitam itu jatuh terjengkang ke belakang. Sekarang Nino hanya perlu menangkap orang itu.

Sayangnya, semuanya tak semudah itu, lelaki serba hitam itu terus menepis tangan Nino yang ingin membuka masker dan topinya. Namun, Nino bukanlah lelaki yang lemah, dia terus melakukan serangan hingga lelaki di depannya kini tak bisa bergerak lagi. Nino berhasil meringkusnya.

"Lo nggak bisa lari lagi."

"Lepasin!"

"Sekarang kita lihat, siapa lo."

***

ArcaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang