19. Terkuak

1.2K 259 43
                                    

Lima belas menit Javier menanti Caca di lobi dan anak gadis itu masih belum terlihat hingga kembali terjadi perdebatan dalam hati Javier. Haruskah dia mencari Caca? Siapa tahu dia diculik saat mencarinya. Atau skenario paling buruk Caca membuat ulah berkat mulutnya yang kelewat cerdas dibanding Einstein.

Setelah mendengar perdebatan dalam hati yang cukup lama, Javier mendapat telpon dari Caca. Ada raut senang saat menerimanya, tapi sebagai lelaki yang menjunjung tinggi gengsi Javier akan menunggu hingga dering ketiga. Itu adalah hukum jual mahal yang bisa diterapkan dalam kehidupan asmara dengan subtema tarik ulur.

"Hmm." Suara Javier dibuat terdengar dalam dan dingin.

"Jay, Gue dimana?" Tipikal Caca, membuat pertanyaan yang susah dijawab.

"Lo sih main pergi aja sekarang gue nggak tau ini kemana buat nyusul lo!" Sudah salah, masih ngomel  itulah Caca yang Javier kenal.

"Ya udah gue samperin, di deket lo ada apa?"

"Ada bangku rumah sakit, tempat sampah besi sama tanaman, tapi jangan tanya nama tanamannya, gue nggak tau tanaman apa. Ada mas-mas juga, tapi tenang aja gue nggak bakal kegoda kok walaupun dia lumayan cakep."

"Coba kasih hp lo ke masnya."

"Ih buat apa? Masnya punya hp sendiri."

"Ca! Kasih aja ke masnya bilang gue mau ngomong."

Tak berapa lama kemudian Javier mendengar suara lelaki dari dari sanalah dia tahi bahwa Caca sedang berada di dekat ruang tempat cuci darah.

Tak membuang waktu Javier menjemput Caca yang duduk sambil memainkan kakinya layaknya anak kecil.

"Ca, ayo." Seperti melihat ayah yang menjemput pulang Caca langsung tersenyum riang dan menggandeng Javier. Teknik pura-pura kesasarnya selalu berhasil.

Dulu dia menggunakan cara itu agar dicari dan untuk melihat apakah orang yang ia hubungi masih peduli apa tidak padanya.

"Makasih, udah nyari dan nemuin gue."

-o0o-

"Lo tadi marah karena gue kabur dari rumah?" tanya Caca yang masih digandeng Javier menuju ke parkiran agar anak itu tidak nyasar lagi.

"Iya."

"Gue cuma mau nyari tau kenapa Jingga meninggal." Javier menghentikan jalan cepatnya dan berakibat tabrakan antara dahi Caca dan punggung Javier.

"Dengan ciuman sama Lingga? Dulu lo juga nyium dia pas jalan ke salju-salju itu."

"Gue nggak ciuman! Gue niup mulut Lingga yang kepanasan. Sama sekali nggak nyentuh bibir Lingga." Javier tampak tak percaya hingga terus menatap Caca tajam.

"Ih nggak percaya. Gue cuma kayak gini tadi tuh." Caca berjinjit lalu memegang bahu Javier sebagai tumpuan kemudian mendekatkan wajahnya ke arah Javier, menatap bibir Javier kemudian meniup bibir lelaki itu hingga telinga Javier memerah dengan sempurna.

"O- oh ya?"

"Iya!" Caca menjawab dengan mantap.

"Kalo yang di salju-salju?"

"Kalo itu kayak gini." Caca kembali melakukan reka adegan yang membuat jantung Javier harus bekerja keras. Anak SMA bernama Caca ini sangat berdosa dalam membuat baper saudara Javier yang kini sudah semerah bunga persik.

ArcaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang