25. Khawatir

817 206 28
                                    

"Hai Farel."

Javier langsung menarik Caca ke belakangnya, bagaimanapun juga dia harus membuat Caca aman.

"Kok lo di sini? Kan janjian sama Lingga. Udah mau jam lima lho." Caca mengatakannya sambil mengulurkan kepalanya dari punggu lebar Javier.

"Kan janjiannya sama lo juga Ca. Makanya gue jemput lo biar kita bisa bareng." Farel masih bisa tersenyum dan mengikuti alur sinetron yang diciptaan oleh Caca.

"Hahaha. Nggak usah. Lo duluan aja, biar gue dianter Jay. Mobil lo pake stela jeruk gue takut mabok." Farel kembali tersenyum fiks dia psikopat.

"Yakin? Gue baru aja nusuk ban mobil Jay lho empat-empatnya." Caca memegang ujung kemeja Javier dengan tangan gemetar saat Farel memamerkan pisau yang digunakan untuk menusuk ban mobil Javier.

"Jangan takut Ca. Tetep tenang." Javier menepuk lembut tangan Caca yang ada di kemejanya.

"Kita minta maaf masuk tanpa ijin. Lo juga udah bales dengan ngempesin ban gue. Jadi sekarang permisi kita mau pamit." Javier mencoba untuk bernegosiasi siapa tahu Farel masih punya sisa-sisa kemanusiaan.

"Terus abis itu lo ngasih tau orang-orang kalo gue yang nyelakain cewek-cewek menel itu. Termasuk cewek di belakang lo itu."

Peraturan pertama bagi setiap manusia yang ingin menakuti Caca adalah jangan pernah menghina Caca karena setelahnya gadis itu akan melupakan ketakutannya dan akan menjadi gadis galak.

"Apa lo bilang? Menel? Bilang aja lo iri nggak bisa deketin cowok yang lo suka! Lo juga aslinya mau menel kan? Cuma lo nggak punya t*t*k aja."

"Dia punya Ca." Javier mengoreksi.

"Punya tapi nggak guna." Sekarang gantian Farel yang dibuat kesal oleh Caca. Gadis itu paling pintar membuat emosi orang.

"Buat apa punya t*t*k gede, tapi bentar lagi mati."

Ini kenapa malah jadi bahas payudara. Entahlah tak ada yang tahu, yang mereka tahu hanyalah tiba-tiba ada orang lain dibelakang Farel, Caca tak mengenalnya apalagi si Hape Esia hidayah yang anti sosial.

Namun, seperti kata Shakespeare apalah arti sebuah nama? Yang jelas sekarang manusia itu ikut mendekat ke arah Caca dan Javier bersamaan dengan Farel yang menyerang Caca.

"Dih beraninya keroyokan. Hajar Jay!" Ada yang perlu dikorekai dari ucapan Caca. Pertama dia tak dikeroyok karena dua lawan dua. Dan yang kedua Javier sudah melawan dan sekarang dia sedang baku hantam.

Namun, Javier bukan si pitung, dia hanya mampu melawan satu. Untuk Farel sebagai lelaki walaupun menyimpang, dia memiliki fisik yang kuat dan dalam sekejap Caca bisa dilumpuhkan.

"Jay, kalo lo ngelawan,  kepala cewek lo putus." Javier melihat Caca yang menggeleng, ia tak akan membiarkan Javier mengalah, bagaimanapun juga harus ada yang selamat utnuk memberitahu dunia bahwa Farel adalah makhluk yang menyebabkan semua ini.

"Lawan aja Jay. Gue nggak—aduh." Caca meringis merasakan perih tatkala pisau tajam menggesek lehernya.

"Anjir pisau beneran," gumamnya pelan ia takut jika Javier mendengarnya lelaki itu akan berhenti memberi bogeman pada si manusia yang belum dikatahui mereka.

"Ehm Rel. Kata orang kalo korban pembunuhan itu bakal jadi arwah. Lo kalo bunuh gue ntar lo gue hantuin lho." Tangan Caca masih berusaha menjauhkan tangan laknat Farel dari lehernya, sayangnya kekuatannya tak sebesar itu.

"Gue nggak becanda Jay! Lo diem dan biarin Dion ngiket lo ntar cewek lo nggak jadi gue bunuh."

Caca masih berusaha memberi kode agar Javier kabur, namun lelaki itu sejak awal memang tak pernah paham kode, jadi dia tetap saja berpikir untuk menyerah.

ArcaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang