49. Playing Victim

383 70 13
                                    

Berita menghebohkan tentang pasangan baru yang tak lain adalah Lingga dan Caca terdengar seluruh penjuru sekolah. Mendengar berita itu tak sedikit yang berkomentar. Ada yang menyayangkan karena Caca tak berakhir bersama Javier mengingat sejak awal seluruh makhluk hidup di SMA Caca tahu bahwa Caca menyukai Javier. Namun, tak sedikit yang mendukung karena mereka cenderung gemas dengan ketololan Caca sebelumnya yang mengejar batu diberi nyawa a.k.a Javier.

Di antara dua komentar itu, Rasti tak terganggu. Baginya mau dengan Javier ataupun dengan Lingga akan sama saja, tak ada untungnya dengannya. Satu hal yang menguntungkan hanyalah tak ada sidik jari yang terkumpul dan itu berarti ia masih aman.

Namun, dia tak bisa berdiam diri saat Caca memegang salah satu bukti yang ingin dia kubur. Bagaimanapun juga ia harus membuat semua aksinya bersih bahkan semut pun tak boleh tau rencananya.

Bicara tentang bukti yang dipegang Caca, Rasti berpikir untuk mebgambilnya diam-diam. Namun, dia butuh alasan untuk bertamu ke rumah Caca.

Berbicara tentang Caca, gadis itu tadi menghubungi Rasti untuk menemuinya dan di sinilah mereka sekarang duduk bertiga dengan topik yang sedang Rasti terka-terka.

"Ada apa Ca?" tanya Rasti pada Caca penuh kekhawatiran apakah Caca sudah menemukan bahwa ia pelakunya apa belum.

"Sorry banget gue panggil lo ke sini pas lo lagi sibuk. Pesen minum dulu biar gue bayarin karena apa yang jadi omongan gue ini bakal bikin lo panas hati." Perasaan Rasti semakin tak karuan karena ucapan Caca, tapi tak urung dia mencoba untuk tetap tenang. Lagi pula tak mungkin Caca hanya duduk dan tak menjambak rambutnya jika Caca tau dia pelakunya pun Lingga di sebelah Caca masih tenang bermain ponsel.

"Biar gue pesenin, lo mau apa?"

"Milkshake coklat aja." Lingga mengangguk kemudian menoleh ke arah Caca dengan senyuman sangat kontras sekali dengan apa yabg dilakukan Lingga ketika bertanya pada Rasti.

"Kamu mau nambah minum?" Dalam hati Rasti mencibir pasangan baru yang sok mesra di depannya ini.

"Nggak usah aku minum punya kamu aja."

"Oke kalo gitu. Aku titip Caca ya Ras." Rasti mengangguk sekalipun dalam hatinya ingin berjulid atas permintaan Lingga, mereka hanya terpisah dua meter bukan surga dan neraka kenapa harus dititipkan segala.

"Oh ya tadi sampai mana Ras?" tanya Caca entah benar-benar lupa atau pura-pura lupa.

"Lo nyuruh gue pesen minum."

"Ah iya." Caca memang kadang seperti ini, jadi Rasti sama sekali tak merasa aneh.

"Jadi, ada apa?" tanya Rasti sekali lagi.

"Lo tau kan Ras masalah Lingga nyari cap biar dia bisa jadian sama gue?" Deg, ini prahara lain, tapi tetap ini adalah topik yang dihindari oleh Rasti karena dia adalah orang yang menyebabkan kegagalan itu. Meskipun akhirnya Lingga tetap berujung pada Caca.

"Iya, gue tau."

"Lo tau Jay yang berantem sama Lingga juga, 'kan?" tanya Caca lagi.

"Tau, anak-anak ngomongin itu kemarin, tapi gue nggak tau apa yang mereka omongin itu bener apa nggak," ujar Rasti bertingkah seolah dia tak terlibat atas tindakan dari Javier.

"Dari yang lo denger mereka ngomongin apa? Gue takut gosipnya malah jadi yang nggak-nggak." Raut Caca terlihat seperti tengah khawatir dengan kemungkinan adanya gosip padahal selama ini Caca adalah penyumbang bahan gosip paling banya di SMA mereka.

"Cuma bilang kalo Lingga mukul Jay."

"Alasan Jay dipukul ada yang ngasih tau?"

Rasti tampak berpikir kemudian kembali menjawab, "Katanya Jay bgancam anak-anak buat nggak ngasih dukungan ke Lingga biar kalian nggak jadian." Caca mengangguk membenarkan hal itu.

"Itu bener kayak gitu?" tanya Rasti yang sepertinya sedang berakting menjadi manusia tanpa dosa.

"Ya gitu deh. Gue kecewa banget sama Jay. Bisa-bisanya dia lakuin itu. Gue nggak nyangka."

"Ini Ras." Lingga datang dengan tangan yang membawa gelas milkshake milik Rasti.

"Tangan lo kenapa?" tanya Rasti begitu menyadari jemari Lingga diperban coklat.

"Ah itu tangannya sakit gara-gara mukul Jay makanya gue perban, kasian kalo tangan Lingga kesakitan. Rapi, kan perban gue?" Caca meminta pengakuan atas hasil membebat jari jemari Lingga.

Sementara itu mata Lingga terus memberi kode pada Rasti untuk membenarkan ucapan Caca. Beruntung Rasti cukup pintar membaca kode hibgga akhirnya dia mengangguk kemudian meminum minumannya.

"Kamu udah ngomong semuanya ke Rasti?" tanya Lingga setelah duduk dengan nyaman di kursi di samping Caca.

"Belum, kamu nyampe duluan."

"Ya udah lanjutin aja kalo gitu." Rasti benar-benar muak dengan aku kamuan yang terus dikumandangkan Lingga dan Caca apalagi dengan pandangan mata Lingga yang seolah Caca adalah dunianya.

"Oke, jadi Ras maksud gue manggil lo ngajakin bgobrol itu adalah gue mau konfirmasi ke lo."

"Konfirmasi apa?" Caca tak langsung menjawab, matanya melirik Lingga yang sepertinya akan melanjutkan ucapan Caca.

"Soal Jay, dia bilang lo yang nyuruh dia buat ngelakuin itu." Caca dan Lingga harap-harap cemas dengan pilihan kata yang akan diucapkan oleh Rasti.

"Jay bilang kayak gitu?" tanya Rasti dramatis.

"Iya, tapi gue percaya sama lo Ras, lo bukan orang kayak gitu dan nggak ada gunanya juga lo ngelakuin itu." Raut Rasti tampak terkejut tapi tak urung dalam hati dia tertawa akan kebodohan Lingga yang masih saja mempercayainya.

"Gue nggak pernah nyuruh Jay ngelakuin itu. Kalian tau lah kalo gue sama dia itu nggak sedeket itu sampai dia mau gue suruh-suruh. Awas aja si Jay besok gue pecel dia." Jika saja ada produser lewat mungkin Rasti akan masuk ke dalam rumah produksi mereka untuk diorbitkan sebagai aktris.

"Syukur deh kalo gitu, berarti masalahnya ini ada di Jay."

"Gue nggak tau Jay ada masalah apa sampai bawa-bawa gue, tapi gue nggak terima disalahin kayak gini."  Wajah Rasti masih penuh dengan kekesalan.

"Sabar Ras, sabar. Mending lo minum." Caca menunjuk minuman Rasti yang akhirnya tandas begitu saja.

"Ini kalian cuma mau bahas ini aja kan?"

"Iya."

"Gue cabut kalo gitu."

"Buru-buru banget Ras?" tanya Caca.

"Iya, gue ada janji sama orang. Duluan ya." Lingga mengangguk sementara Caca melambai-lambai heboh seperti biasa.

Mendapatkan ijin Rasti pun beranjak dari sana dan segera mengeluarkan ponsel pintarnya, dia perlu memberikan kabar tentang kekhawatiran yang tak berdasar itu.

"Halo," sapa Rasti pada orang di seberang sana.

"..."

"Nggak, dia cuma bahas soal Jay yang ngaku kalo saya yang nyuruh dia." Rasti membeberkan isi pembicaraannya dengan Caca dan Lingga.

"..."

"Sama sekali nggak. Mereka percaya sama saya karena mereka tahu bahwa Jay bukan tipe orang yang gampang disuruh-suruh."

"..."

"Baik, saya akan hati-hati lagi. Dan ... Om, soal Farel dia—"

"..."

"Baik Om, saya akan segera selesaikan rencana kita."

***

Akan ada kejutan di chapter selanjutnya selamat menunggu hohoho

ArcaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang