37 - split up

5.1K 540 165
                                    

"Not as easy as turningyour palm

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Not as easy as turning
your palm."

Nyaris seminggu lebih aku menutup diri di dalam kamar, tidak banyak bicara, tidak banyak makan, hingga berat badanku turun drastis membuat Levi sangat khawatir sehingga ia meminta Hange untuk menyuntikkan vitamin ke dalam tubuhku.

Aku menatap wajah Raegan yang tengah tertidur di dalam gendonganku penuh dengan kesedihan. Aku tidak tau, akan semalu apa dia jika memiliki seorang ibu yang tak lain adalah seorang pembunuh seperti diriku, dan yang menjadi penyebab adiknya tidak dapat terlahir di dunia ini.

Aku melihat pintu kamar terbuka dan setelah itu memperlihatkan Levi melangkah masuk ke dalam kamar sambil membawa sebuah piring yang berisikan lauk lauk.

"Sudah waktunya makan siang,"
Ujar Levi, ia mendudukkan tubuhnya pada kursi yang berada di samping ranjang. "Ayo, aku akan menyuapimu." Aku menggeleng, tatapanku masih terfokus ke arah Raegan sambil mengusap-usap keningnya dengan jari jemariku yang terlihat ringkih.

"Kau tidak mau makan lagi?"
Tanya Levi sedikit mengerutkan dahinya. Tidak ada jawaban yang keluar dari mulutku, membuat ia menghela nafas pelan.

"Sampai kapan?" Tanyanya sekali lagi.
"Aku ingin tinggal di rumah ayah dan ibu sementara waktu." Ucapku seketika, membuat ia meletakkan alat makan di genggamannya lalu menatapku bingung. "Kenapa?"

Bagaimana aku bisa berada disini?
Jika disaat aku melihatnya, rasa bersalah di dalam diriku kembali muncul. Aku tidak bisa menjaga anaknya dengan baik, aku telah merusak kebahagiaannya.

Aku dapat mengingat dengan jelas betapa bahagianya Levi saat mengetahui bahwa aku tengah mengandung anak keduanya tapi di saat aku kembali mengingat air mata yang mengalir saat Levi mengatakan bahwa anak di kandunganku tidak dapat di selamatkan, aku merasa gagal.

Aku merasa gagal memberikan suatu kebahagiaan untuk dirinya.

"Kenapa?" Tanyanya sekali lagi.
"Aku membutuhkan waktu untuk sendiri." Levi mengalihkan pandangannya ke arah lain saat mendengar jawabanku. "Aku pun merasakan kesedihan yang kau rasakan, tapi haruskah melakukan itu?"

Aku menatap kedua matanya lekat, "Aku sudah berusaha kuat selama ini. Melihat kau terus bersedih seperti sekarang ini, apa kau fikir itu tidak melukaiku?" Tanyanya, tak lama setelah itu air mata mengalir membasahi kedua pipinya.

"Maaf, aku sudah membuatmu merasakan kesedihan itu." Ucapku sambil menundukkan pandanganku. "Seharusnya aku bisa menjaga anak di dalam kandunganku dengan baik."

"Bisakah kau berhenti menyalahkan dirimu sendiri atas apa yang telah terjadi? Semuanya, baik diriku ataupun dirimu tidak pernah menginginkan hal itu terjadi. Itu adalah sebuah kecelakaan, menyesal sekarang pun tidak akan membuat anak kita kembali." Ucap Levi yang sepertinya telah mencapai batas kesabarannya.

when i became Mrs. AckermanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang