#dari Levi untuk mereka.
Pada suatu hari nanti,
Jasadku tak akan ada lagi,
Tapi dalam bait-bait sajak ini,
Kau tak akan kurelakan sendiri.Pada suatu hari nanti,
Suaraku tak terdengar lagi,
Tapi di antara larik-larik sajak ini,
Kau akan tetap kusiasati.Pada suatu hari nanti,
Impianku pun tak dikenal lagi,
Namun di sela-sela huruf sajak ini,
Kau tak akan letih-letihnya aku cari.✧
Author's POV.
Pagi itu di awali dengan terdengarnya isak tangis Raegan bersamaan dengan suaranya yang terus menerus memanggil nama Levi. Hal ini membuat Ravel yang tengah tertidur langsung terbangun dan berjalan dengan cepat menuju ke kamar tidur Levi.
Dia terdiam di ambang pintu saat melihat Levi yang terbaring di atas ranjang bersama dengan banyak sekali lembaran surat yang berserakan. Dan kedua matanya kini terfokus kepada Raegan yang tengah menangis terisak sambil menggenggam dadanya erat.
"Kakak,"
Raegan menarik nafas berusaha menahan isak tangisnya dan menoleh ke arah Ravel. "Apa yang terjadi?" Tanya Ravel bingung. "Papa..." Ucapan Raegan terhenti cukup lama, ia mencoba untuk menghela nafas, berusaha mengurangi sesak yang ia rasakan saat ini dengan air mata yang masih terus berjatuhan tanpa henti."Papa sudah tiada..."
Ravel tidak berkutik sama sekali, ia terdiam cukup lama di ambang pintu sebelum akhirnya memberanikan diri untuk melangkah mendekat ke arah Raegan dan juga Levi. Lalu kedua matanya memandang ke arah Levi yang tubuhnya kini sudah sangat pucat dan juga dingin. Ia melihat senyum tipis yang tercetak pada bibir Levi saat itu, dan juga kedua tangan yang memeluk erat bingkai foto pernikahannya bersama dengan Y/N.
"Tidak mungkin..."
Raegan membungkam mulutnya rapat-rapat, tubuhnya bergetar hebat berusaha menahan tangisnya yang terus meledak. Ia menggenggam sebuah surat pada sebelah tangannya. Menatap surat itu penuh dengan derai air mata yang membasahi pipinya.
"Kakak..."
Ravel menggenggam lengan Raegan sambil menarik-narik lengannya sedikit. "Kita harus menelfon nenek, kakek dan juga paman Alsean sekarang. Kita juga harus menelfon dokter Thomas untuk memastikan kondisi papa. Mungkin saja papa masih bisa diselamatkan, benar 'kan?" Raegan menggelengkan kepalanya pelan saat itu juga."Sudah terlambat, dia tidak akan mungkin bisa diselamatkan." Ucap Raegan dengan isak tangis yang terus terdengar. Tangannya mencengkram erat dadanya yang terasa semakin sesak, kedua kakinya bahkan terasa begitu lemas, bibirnya bergetar tak mampu lagi berucap.
Dan tak lama setelah itu, pertahanan Ravel runtuh juga. Ia menjatuhkan tubuhnya di atas lantai, menangis pilu menatap jasad Levi yang berada di hadapannya sekarang.
"Tidak mungkin... Papa tidak mungkin meninggalkan kita." Ravel mengusap wajah Levi yang kini tengah terpejam dengan ekspresi yang sangat tenang. Perlahan-lahan jari jemari kecilnya itu bergerak untuk mengusap lembut wajah Levi, meski sudah terasa sangat dingin, dan terlihat sangat pucat, papanya itu masih terlihat sangat tampan seperti biasanya.
Ravel tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya pelan."Dia tidak mungkin pergi," Gumam Ravel bersamaan dengan air mata yang terus mengalir deras tanpa henti. Terdengar suara Raegan yang berteriak sangat keras sambil menggenggam surat yang tengah berada di dalam dekapannya, dan sebelah tangannya kini tengah mencengkram rambut di kepalanya dengan sangat kencang. Ia terlihat benar-benar kacau.
KAMU SEDANG MEMBACA
when i became Mrs. Ackerman
Fanfiction[SELESAI] teruntuk kau 15 tahun yang lalu, kurangkum tentang kita dalam cerita ini, tentang kita yang tidak akan pernah hilang, tentang aku yang merasa beruntung atas dirimu, tentang segalanya atas diri kita. ⚠ WARNING 18+ cerita ini mengandung unsu...