####
Naira duduk dengan perasaan sangat kacau. Tepat di depan ruangan UGD, wanita itu sudah menunggu selama hampir satu jam. Berkali-kali Hariz menenangkannya, tetapi air matanya tak kunjung reda.
Tepat di sampingnya Hariz masih menggenggam erat tangan istrinya, sama halnya dengan Naira yang khawatir terhadap kembarannya, Hariz juga khawatir terhadap adik sepupunya, tentunya ia juga merasa turut sedih tentang Khaira.
"Gimana kalau terjadi apa-apa sama Khaira, Pak?!"
"Sudah, tidak akan terjadi apa-apa, oke. Kita serahkan saja pada Allah, Naira. Saya mohon jangan menangis seperti ini," ujar Hariz berusaha menenangkan istrinya. Namun, Naira tetap tidak bisa berhenti menangis, seakan apa yang dirasakan oleh Khaira saat ini ikut dirasakan oleh Naira.
Tidak memakan waktu lama, pintu UGD perlahan terbuka menampakkan dokter cantik bernama Hanum itu. "Dokter! Dokter bagaimana keadaan Khaira dan Kak Zein?!"
Dokter Hanum terperanjak, bukankah Naira yang kecelakaan tadi? Apakah wanita dihadapannya ada dua? Sempat ia berpikir Naira selingkuh bersama lelaki lain dan akhirnya kecelakaan. "Eh? Apakah yang aku tangani itu kembaran kamu?"
Naira mengangguk.
"Katakan, Dokter Hanum, bagaimana keadaan Zein dan Khaira?" tanya Pak Hariz mengulang pertanyaan Naira.
Dokter Hanum menatap Hariz. "Keadaan Zein sudah membaik, mungkin dia akan tertidur dalam beberapa waktu, tetapi Khaira ... keadaannya masih kritis."
Runtuh sudah pertahanan Naira, wanita itu menangis sejadi-jadinya, bahkan ia sudah tidak mampu berdiri dengan tegak sehingga Hariz yang harus menahan tubuh istrinya itu. "Khaira ... hiks!"
Dengan memeluk Naira Hariz mengangguk menatap Dokter Hanum. "Terima kasih, Dokter." Dokter wanita itu mengangguk dengan melirik Naira. "Maaf, nangisnya dipelankan, kasian pasien lain." Setelah mengatakan itu Dokter Hanum lalu kembali memasuki ruang UGD.
Hariz hanya mengabaikannya, yang saat ini ia khawatirkan adalah Naira yang tidak bisa berhenti menangis. "Naira saya mohon tenangkan dirimu. Tidak akan ada yang terjadi pada Khaira, Dokter pasti akan melakukan yang terbaik untuk menyelamatkannya."
"T-tapi Khaira hiks ... di dalam Khaira sedang sekarat, Pak! Aku nggak bisa tahan kalau terus begini!"
"Hariz!" Hariz menoleh ke belakang. Dilihatnya Paman Angga dan Bibi Shifa yang sedang berjalan mendekati mereka. "Kami mendapat kabar tentang kecelakaan itu, bagaimana keadaan Khaira dan Zein, Nak?!" tanya Pak Angga begitu khawatir. Berbeda dengan Bibi Shifa yang sudah menangis.
Naira masih menangis di dalam dekapan sang suami. Hariz mengusap pelan kepala Naira. "Keadaan Zein saat ini sudah membaik, Paman, tetapi mungkin dia masih tertidur untuk beberapa waktu. Dan Khaira ... dia masih sekarat dan masih dalam proses penanganan oleh Dokter."
Nampak sekali di wajah Pak Angga bahwa lelaki itu sungguh syok mendengar kondisi Khaira. "Ya Allah Khaira, berikan dia kekuatan agar cepat melewati masa kritisnya!" ujar Shifa dengan berlinang air mata.
"Tenang, Mah, kita sama-sama berdoa untuk kesembuhan Khaira." Pak Angga menatap Naira yang masih menangis. "Naira sabar ya, Nak. Saya yakin Khaira akan segera melewati masa kritisnya. Cukup satu, teruslah berdoa kepada Allah untuk kesembuhannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
RSS[2]: Mumtaaz of Love [SELESAI]
RomanceNEW COVER! [Sequel Ketika Hati Berucap] (Completed - Belum revisi) [PLAGIAT SILAHKAN MENJAUH🚷] Wajah kita sama, fisik kita sama, bahkan cara kita berbicara juga sama. Itulah kita, saudara kembar yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan kecukup...