Chap. 30

1.5K 155 15
                                    


(Tandai jika bertemu dengan typo)

####

Suara adzan berkumandang dengan begitu merdu membuat netra tajam itu terbuka. Hariz mengusap matanya perlahan, setelah membaca doa bangun tidur, ia lalu bangun dan sedikit melakukan peregangan.

Salah satu kebiasaan yang Hariz lakukan ketika bangun tidur ialah minum segelas air putih. Ya, katanya Waktu terbaik untuk mulai mencukupi kebutuhan air putih adalah pagi hari setelah kita bangun tidur.Karena pagi hari tubuh kita terbangun dari istirahat dan proses pemulihan semalaman. Namun, selama itu pula kita kehilangan banyak cairan. Maka dari itu peran air putih sangatlah penting untuk mengembalikan cairan tubuh, manfaat yang lain juga yaitu peremajaan otot dan sel-sel darah.

Lelaki tampan itupun langsung beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya sebelum menunaikan salat subuh. Suara adzan diiringi dengan suara shower yang menyala membuat Hariz termenung beberapa saat.

"Bulan depan, ya." Satu pertanyaan besar yang masih menjadi tanda tanya di benaknya. "Mengapa saya menyukai Naira? Wanita itu menerima lamaran saya, apakah itu artinya dia juga ...." Hariz menggeleng.

"Rasanya mustahil. Dia pasti melakukan ini agar bisa terbebas dari kesedihannya akan pernikahan Zein. Tentu saja saya tidak akan mau menganggap ini sebuah pelampiasan." Alasan ia memilih ingin menikahi Naira adalah, ia hanya akan membalas budi, ia tidak akan membiarkan Naira bersedih. Maka dari itu, salah satu cara untuk membuatnya bisa membahagiakan Naira adalah dengan menikahinya.

Hariz menghela napas. Tidak ia sangka, pembalasan budinya pada Naira selama ini telah membawanya ke lembar yang lebih serius bersama wanita itu. "Entah apa lagi rencana-Mu ya Allah."

****

Matahari nampak masih malu-malu menampakkan dirinya, walau seperti Naira sudah sangat siap dengan penampilannya. Setelah mengoleskan sedikit lipbalm wanita itu tersenyum di depan kaca.


Sebelum ia keluar dari kamarnya, ia teringat akan satu hal. "Astaghfirullah! Jas Pak Hariz." Segera Naira membuka lemari putihnya itu. "Dapat!" Ia tersenyum, lalu memasukkan jas putih itu ke dalam papper bag hitam polos.

"Nai, Rai masuk, ya," sahut Raihan dari balik pintu kamar Naira.

"Masuk aja. Ada apa, hmm?" Mendengar itu membuat Raihan langsung memasuki kamar Naira. "Kak, Rai mau nanya sesuatu boleh ndak?"

"Ish ngapain pakai izin sih? Emang kenapa?"

Nampak Raihan terlihat sangat ragu dengan pertanyaannya ini. "Anu ... Kira-kira hadiah apa yang cocok buat cewe yang ulang tahun?" Naira terdiam.

"Heee ... bukannya ulang tahun Rasya masih lama ya?"

"Ish! Bukan Rasya. Tapi temen Rai, namanya Zahra." Naira tersenyum jahil, wanita itu menyenggol lengan adiknya. "E'hem! Inget, jangan terlalu dekat sama cewe, Nggak ...."

"Iya, belum halal. Nanti juga pasti langsung dihalalin." Naira melotot. Sedangkan Raihan langsung menutup mulutnya dengan merutuki kebodohannya hingga harus keceplosan.

"Nih anak! Aku bilangin ke Papa nih!"

"Jangan dong, Kak! Lagian Rai cuma minta saran hadiah doang!"

Naira menghela napas, masih memutar otaknya untuk memikirkan hadiah yang cocok. "Boneka?" Raihan menggeleng. "Zahra alergi dengan bulu boneka."

RSS[2]: Mumtaaz of Love [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang