~EPILOG~

3.5K 177 14
                                    


~•o∆o•~

Wanita itu tersenyum di hadapan cermin besar. Bibir yang diselimuti dengan warna coklat kemerahan dengan jilbab mocca serta hiasan-hiasan bertengger di kepalanya membuat penampilannya sangat indah dipandang mata.

Gaun berwarna mocca dengan paduan kain hias berwarna silver membalut indah tubuh wanita itu dengan sempurna. Di hari besar ini acara resepsi pernikahan besar-besaran menggemparkan kota.

Dua pengantin dalam satu acara resepsi, Naira dan Khaira tersenyum bersamaan. Pakaian mereka sangat serasi, bahkan tidak ada cela sedikitpun yang membedakan keduanya.

"Apakah mereka akan bisa membedakan kita?" tanya Khaira.

Naira tersenyum. "Aku bertaruh mereka tidak akan bisa, Ra." Khaira terkekeh. Ia jadi membayangkan ekspresi suaminya nanti ketika mereka berdua berada di panggung resepsi.

Tentu saja acara resepsi ini diadakan besar-besaran, apalagi ini adalah acara resepsi anak dari pengusaha-pengusaha besar seperti Pak Rivan Refa'il dan Pak Anggapradesta. Bahkan mereka menyewa satu gedung untuk acara resepsi ini.

Ketukan pintu membuat dua wanita kembar tersebut sedikit terlonjak. Dia adalah salah seorang yang membantu jalannya acara resepsi ini. "Bu Khaira dan Bu Naira, segera bersiap. Saya yang akan mengantar kalian menuju panggung resepsi."

Naira mengangguk. "Apakah semuanya sudah ada?" tanya Naira yang dimaksudkan seluruh keluarganya.

Panitia wanita itu mengangguk. "Mempelai prianya juga sudah siap di tempat. Baiklah sekarang waktunya."
Naira dan Khaira mengangguk paham.

Kedua wanita itu secara bersamaan menghela napas dalam lalu menghembuskannya. Naira melirik Khaira. "Gugup?"

Khaira tersenyum kecut. "Sangat!"

Naira menggenggam tangan Khaira dengan erat. Di sinilah mereka, berdiri di atas karpet panjang berwarna merah dengan dua pria tampan yang sudah berdiri di ujung sana. Terdapat dua kursi panjang cantik yang berada di belakang kedua pria tampan berjas mocca itu.

Naira menatap Pak Hariz dari jauh. Lelaki tinggi berjas mocca dengan wajahnya yang begitu tegas dan tampan. Begitupun dengan Khaira yang sudah tidak bisa menahan senyumannya menatap wajah sang suami.

"Tampannya," sahut keduanya secara bersamaan. Mereka saling melirik lalu terkekeh pelan. "Kita sudah memiliki kehidupan baru sekarang, Nai."

"Kau benar, Ra."

Hariz terdiam di tempat. Arah pandangannya tertuju pada wanita cantik bergaun panjang yang sedang berjalan mendekatinya dengan di bawa oleh panitia WO. Apakah wanita cantik itu adalah istrinya? Tidak ada ekspresi yang bisa ia keluarkan selain terdiam dengan menatap kagum.

Hariz dan Zein maju menuruni panggung resepsi. Lampu sorot dan berbagai kamera tertuju pada dua pasangan romantis itu. Naira menatap lurus ke arah suaminya, wanita itu tersenyum, berbeda dengan senyuman Khaira yang sudah menampakkan deretan giginya.

Naira menghentikan langkahnya. Menatap paras tampan lelaki yang berjarak dua langkah di depannya itu.

"Hai."

Naira terkekeh mendengar sapaan itu dari sang suami.

"Cantik banget, Neng." Zein menaikkan kedua alisnya pada Khaira. "Apaan sih, Kak."

RSS[2]: Mumtaaz of Love [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang