####Seorang wanita yang masih menggunakan jas dokter nampak tengah menutupi lukanya dengan perban bercorak beruang. "Tuh kan, aku jadi malu kalau lihat Pak Hariz!" gerutu Naira pelan.
Dengan ragu wanita itu akhirnya berjalan kembali menuju laboratorium. "Kau harus profesional, Naira! Urusan pribadi belakangan!" Naira menghela napas dalam.
"Permisi, Pak." Sekilas Naira menatap dosennya itu lalu segera berjalan menuju kelompoknya.
"Udah sampai di mana?" tanya Naira pada rekan kelompoknya.
"Udah hampir selesai, ini kita lagi cari kesimpulan akhir." Naira mengangguk paham. "Baiklah, biar aku yang urus soal kesimpulannya."
Wanita itu mulai menulis sesuatu dalam kertas berukuran A4. Ia cukup memahami pelajaran ini jadinya ia tidak mengalami kesulitan dalam pembuatan kesimpulan akhir.Sekitar menghabiskan waktu 10 menit, akhirnya Naira berhasil menyelesaikan kesimpulan dari uji coba laboratorium di kelompoknya. Tentu saja sebelum dikumpulkan pada Pak Hariz, Naira perlu pendapat pada rekan-rekan kelompoknya yang lain.
"Menurut aku kesimpulan dari Naira ini udah tepat deh," ujar mahasiswa itu. "Oke mungkin sebaiknya Naira aja yang kumpul ke Pak Hariz."
Naira menggeleng pelan. "Anu, kalian aja, ya, yang kumpul laporannya. Biar aku yang beresin sisa-sisa bahan uji coba."
"Baiklah kalau begitu. Hati-hati ya, Nai." Mendengar itu membuat Naira mengangguk dengan tersenyum pelan. Sesuai dengan kesepakatan, Naira pun akhirnya membersihkan beberapa sisa-sisa bahan uji coba, mencuci bersih alat-alat yang digunakan seperti beberapa tabung reaksi, serta membersihkan alu dan palung.
"Oke anak-anak, nampaknya sudah 3 kelompok yang sudah menyelesaikan kesimpulan akhir, untuk 3 kelompok yang lain saya tunggu laporannya besok ya. Maaf sebelumnya, karena saya ada panggilan mendadak dari rumah sakit dan ini sangat darurat." Pak Hariz beranjak.
"Oh iya, Naira."
Sontak Naira berdiri tegak. "Iya, Pak?"
"Jangan lupa untuk mengunci lab saat kalian keluar. Dan ini kuncinya." Naira berjalan mendekat ke arah Pak Hariz. Lali menerima kunci itu.
Tanpa berkata-kata lagi, Hariz lalu segera berlari menuju mobilnya. Naira masih terdiam di tempat menatap punggung lelaki itu yang kian menjauh.
"Bagaimana ini ya Allah. Apa aku harus menerima Pak Hariz atau masih mengharap oleh dia? Tapi, bagaimana mungkin aku mengharapkan sesuatu pada lelaki yang telah menikahi kembaranku?" Naira mengeratkan genggamannya pada kunci berwarna perak itu.
Wanita itu menghela napas. "Oke teman-teman bagi yang kesimpulan akhirnya sudah selesai, kalian bisa mengumpulkannya ke aku. Waktu kita tinggal 15 menit sebelum lab di tutup," sahut Naira dengan jelas.
"Bukankah tingkahmu itu sudah berlebihan, Naira? Kami semua tidak mungkin mau diperintah olehmu."
"Maaf menyela, Kinan. Tapi di sini aku hanya menjalani tugas sebagai asisten dosen dari Pak Hariz. Kalau memang kau tidak ingin menerima hal ini, segera selesaikan kesimpulan akhir di kelompokmu dan segala urusan untuk hari ini bisa selesai," sahut Naira dengan berusaha untuk tetap tenang. Ia jadi mengingat Khaira. Jika saja Khaira melihat semua ini, pasti ia akan langsung melabrak balik perempuan yang telah berkata demikian pada Naira.
****
Hariz tiba di Rumah Sakit tepat waktu. Lelaki itu berjalan cepat menuju ruangannya untuk mengambil stetoskop miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RSS[2]: Mumtaaz of Love [SELESAI]
RomanceNEW COVER! [Sequel Ketika Hati Berucap] (Completed - Belum revisi) [PLAGIAT SILAHKAN MENJAUH🚷] Wajah kita sama, fisik kita sama, bahkan cara kita berbicara juga sama. Itulah kita, saudara kembar yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan kecukup...