Chap. 20

1.3K 135 12
                                    


####

Naira dan Khaira sontak menelan salivahnya. Mereka lupa bahwa yang menetap di rumah selama mereka pergi ke rumah Om Yusuf, adalah Raihan. Dan pada akhirnya Raihan dengan sangat jujurnya malah memberi tau semuanya pada Aisyah.

"Jadi kalian ke rumah Om Yusuf?" Mereka berdua lalu mengangguk bersama.

"Sama Papa?" Aisyah melirik Rivan yang duduk di depannya. Naira dan Khaira Kembali mengangguk.

"Ngapain ke sana?"

"Mah, kita cuma mau berkunjung aja. Nggak ada apa-apa," ujar Khaira yang angkat suara. Di samping kirinya Naira masih terdiam, sedangkan di samping kanannya terlihat Raihan yang masih serius memainkan ponselnya.

Aisyah menghela nafas. "Ini masalah boneka lagi kan?"

"Sebenarnya kita mau beli boneka itu, Mah. Cuma kita khawatir Mama bakal larang soalnya harganya mahal. Dan kebetulan Om Yusuf punya satu, ya supaya Mama nggak marah, ya kita minta boneka itu ama Om Yusuf. Tapi Om Yusuf udah setuju kok, bonekanya juga udah ada. Maaf, kita nggak kasih tau Mama kalau kita ke rumah Om Yusuf," kata Naira yang akhirnya mengaku. Rasanya ia merasa bersalah jik terus-terusan berbohong seperti ini.

Aisyah menatap Rivan, yang di tatap pun hanya bisa menaikkankan bahunya. Aisyah menghela nafas. "Mama sebenarnya nggak larang kalian buat beli boneka itu. Cuma Mama bingung, kenapa kalian mau boneka itu sebagai hadiah untuk orang lain?"

Naira terdiam. Lagian boneka itu akan di berikan oleh Kak Zein. Dan yang akan memberikannya adalah Khaira, bukan dirinya.

"Gini, Mah. Boneka itu rencananya bakal Khai kasih ke Kak Zein sebagai hadiah wisuda. Soalnya Kak Zein selama ini udah bantu Khaira saat Khai kesusahan. Kan, Nai?" Khaira lalu menyenggol Naira. Sontak Naira mengangguk.

"Iya, Mah! Itu Khaira yang bakal hadiahin buat Kak Zein," kata Naira.

"E'hem! Kalau udah jatuh cinta mah, apapun bakal di kasih ama orang tercinta," sahut Raihan.  Yang langsung mendapat cubitan dari Khaira.

"Aaww!! Sakit, Kak!!" ringisnya.

"Rasain! Ngeledek aja kerjaannya!" Raihan menatap tajam ke arah Kakak satunya itu. "Sok-sokan marah-marah, padahal dalam hati suka. Dasar cewe!"

"Udah, Rai. Nggak baik kayak gitu," tegur Naira.

Aisyah menggeleng menatap ketiga anaknya itu. "Yaudah deh. Kalau niat kamu baik, Mama juga nggak bisa larang." Aisyah lalu menoleh pada Naira. "Naira gimana? Udah punya hadiah wisuda belum?"

Naira menggeleng. "Hehe, Belum, Mah. Entar deh Nai pikirin."

Aisyah mengangguk. Ia kemudian menoleh ke arah suaminya. "Mas, Nisa nanyain aku nggak?"

"Iya, Sayang. In shaa Allah kalau ada waktu nanti kita pergi rame-rame di sana. Ya?" Aisyah tersenyum lalu mengangguk.

"Kita mau ke kamar dulu ya Pa, Mah. Yuk, Nai!" Naira menurut. Membiarkan Khaira yang menarik lengannya menuju kamar mereka.

"Aku seneng banget. Kira-kira gimana ya ekspresi Kak Zein nanti saat aku kasih boneka itu?" tanya Khaira dengan kegirangan.
Naira tersenyum. "Pasti dia bakal seneng banget, Ra. Yaudah aku ngantuk, mau bobo. Bye!" Segera Naira mengunci pintunya.

RSS[2]: Mumtaaz of Love [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang