####Entah apa yang telah menganggu pikiran Naira saat ini. Sedari tadi wanita itu celingak-celinguk tanpa sebab seperti tengah mencari seseorang.
"Pak Hariz kemana sih? Apakah Bu Salsa ikut datang ke sini? Pokoknya hari ini aku akan membongkar semuanya, kalau tidak, maka sudah di pastikan aku dan Khaira tidak akan di biarkan lulus oleh wanita itu!" batin Naira.
Rasa was-was menguasai dirinya. Apa jadinya nanti ketika setelah menikah dengan Pak Hariz maka Bu Salsa akan memeriksa semua nilai dari mahasiswa didikan Pak Hariz lalu membahayakan nilai Khaira dan dirinya. Tentu ia tidak akan membiarkan itu terjadi.
"Kalau Bu Salsa ada di sini, mungkin akan sulit jika aku meyakinkan Pak Hariz! Ya Allah semoga Bu Salsa nggak hadir di event ini!"
Naira menatap Khaira yang nampak sangat sibuk dari kejauhan. Sepertinya ia harus melakukan ini sendiri. Jika melibatkan Khaira, maka ia akan mengganggu kegiatan Khaira di sini.
"Hei, Naira. Kenapa bengong? Ooh aku tau! Pasti kamu kepikiran Kak Zein kan? Ya secarakan Kak Zein akan hadir dalam event ini," sahut salah satu pengurus event. Yang langsung membuat Naira malu sendiri.
Langkah lelaki di belakang dua gadis yang tengah bercengkrama itu terhenti. Awalnya hendak menyapa, tetapi ia mengurungkan niatnya. Lagian untuk apa ia menyapa mahasiswanya. Sangat tidak penting.
Dosen tampan itu lalu berbalik lalu berjalan menjauh. Rasanya udara di sekitar sini sedikit berkurang. Mencari tempat yang memiliki banyak pohon yang mengeluarkan O2 itu tujuannya.
Naira menggeleng pelan. "Itu sama sekali tidak benar. Aku tidak sedang memikirkan Kak Zein. Eh aku mau nanya, Pak Hariz udah datang?" tanyanya.
"Pak Hariz? Dia sudah datang dari tadi di sini." Naira mengangguk pelan. Setelah berterima kasih ia lalu berjalan mencari keberadaan dosennya itu. Ia ingin bertanya, apakah Bu Salsa datang bersamanya?
"Maaf, apa kau melihat Pak Hariz?" tanya Naira pada salah sati staf yang sedang menyapu lantai.
"Pak Hariz? Tadi saya lihat dia lagi duduk di taman kampus sendirian." Naira mengangguk.
Dengan senyum wanita itu mengucap terima kasih lalu segera menuju Taman kampus. Sungguh mengejutkan di saat-saat sibuk dengan event seperti ini, ketuanya malah duduk santai sendirian.
Naira terkekeh pelan ketika melihat Pak Hariz duduk bersandar di sana. Tunggu, ia tidak sekedar bersandar, tetapi ia terlihat sedang memejamkan mata.
"Heh, di posisi seperti ini dia masih bisa tertidur? Dia ketua yang tidak bertanggung jawab. Ketika semua pengurus dan staf sedang bekerja, dia malah duduk santai di sini," ujar Naira dengan sedikit nada kesal.
"Diamlah!" tegur Pak Hariz. Pelan, tetapi terdengar begitu tegas. Sangat mudah mengatakan bahwa dia bukanlah ketua yang bertanggung jawab. Tapi menjadi seorang dosen bukanlah pekerjaan yang mudah.
Ia bahkan harus menyusun dengan baik jadwal dan proker yang baik, mempersiapkan materi pelajaran dalam perkuliahan, memeriksa tugas dan evaluasi mahasiswa, dan menyusun materi mengenai penelitian.
Dan dengan beruntungnya nasibnya hingga Lektor Kepala malah menunjuknya sebagai ketua event tahunan di universitas. Jadwal yang padat ini sangat berpotensi membuat waktu tidurnya pun berkurang. Bukan hanya berpotensi. Namun, ia memang sudah mengurangi jadwal tidurnya.
Dari sejak pukul 7 pagi ia memang sudah sampai di sini. Lalu, apakah tidur sejenak akan membuatnya menjadi "ketua tidak bertanggung jawab" rasanya menghilang beberapa saat itu akan lebih baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
RSS[2]: Mumtaaz of Love [SELESAI]
RomanceNEW COVER! [Sequel Ketika Hati Berucap] (Completed - Belum revisi) [PLAGIAT SILAHKAN MENJAUH🚷] Wajah kita sama, fisik kita sama, bahkan cara kita berbicara juga sama. Itulah kita, saudara kembar yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan kecukup...