Chap. 27

1.4K 136 11
                                    


####

"Paman, saya berniat akan meminang Naira," sahut Hariz dengan penuh keyakinan di depan semua keluarga.

Mendengar itu membuat Pak Angga tersenyum haru. "Benarkah itu, Nak? Jika saja almarhum Ayahmu masih hidup, pasti dia akan sangat gembira mendengar kabar bahagia ini!" Lelaki paruh baya itu lalu memeluk keponakannya dengan erat. 

Pak Hariz mengangguk. "Terima kasih. Paman sudah banyak membantu Hariz."

"Itu sudah kewajiban Paman, Nak. Awalnya Paman sangat khawatir dengan keputusanmu untuk membatalkan pernikahan dengan Salsa, Paman kira kau tidak bisa lagi menemukan pasangan hidupmu, tapi sekarang kau sudah membuat Paman bangga, Nak."

"Bukan hanya Pamanmu, Nak, tapi kami semua bangga padamu," sahut Shifa — istri Pak Anggapradesta.

"Jadi kapan kita akan bertemu calon ipar?"

"Hariz sudah mengatakan bahwa malam ini Hariz akan kerumahnya, Paman." Khaira menatap bahagia pada Pak Hariz. "Aku turut bahagia, Pak Hariz. Dengan ini aku dan Naira akan terus dekat dan bersama. Benarkan, Kak?" Khaira menoleh ke arah Zein.

Zein mengangguk dengan tersenyum. "T-tentu saja."

"Baiklah. Sudah ditentukan bahwa malam ini kita semua akan ke rumah Pak Rivan," sahut Pak Angga dengan sangat bahagia.

Khaira tersenyum bahagia. "Aku udah rindu ama Papa dan Mama!"

"Kalau begitu, Hariz pamit mau ke kampus. Assalamualaikum." Hariz lalu menyalimi tangan Paman dan Bibinya, lalu segera beranjak menuju garasi untuk mengambil mobilnya.

Suatu kebahagiaan bisa melihat senyum dan dukungan Pamannya. Ia masih ingat dengan jelas saat usianya menginjak 10 tahun. Itu adalah masa-masa tersulitnya ketika melihat kedua orang tuanya yang meninggal dalam insiden kecelakaan.

Dan dengan kebaikan hati Pak Angga, akhirnya ia tinggal bersama keluarga pamannya sampai sekarang. Jangan lupa juga, Hariz memiliki seorang kakak perempuan, tapi kakaknya itu sudah menikah dan sudah tinggal bersama suaminya.

Sebuah getaran ponsel membuyarkan lamunan lelaki itu. Ia lalu mengambil ponselnya. "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Gimana kabarnya, Bang?" tanya seorang wanita dari balik telepon.

"Alhamdulillah masih baik, Kak. Lagian kok tumben menelpon?"

"Bukan tumben, tapi kamunya aja yang jarang hubungi Kakak! Sibuk banget ya?"

Dengan sebelah tangan yang ia gunakan menyetir, sebelahnya lagi ia gunakan memegang ponselnya. Hariz melirik jam. "Nggak juga, sekarang Hariz lagi di perjalanan ke Kampus."

"Owalah oke deh. Ke RS jam berapa?"

"Setelah pulang Kampus."

"Jadi itu, ya, yang jadi kesibukan kamu. Ya udahlah, yang penting tetap jaga diri aja. Jangan terlalu sibuk kerja."

"Iya, Kak. Eh Kak Tya!"

"Hmm?"

"Anu, nanti Hariz datang ke rumah Kak Tya ya," ujarnya. Mungkin ia akan pergi besok atau lusa. Rencananya.

RSS[2]: Mumtaaz of Love [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang