####Rasa bahagia memenuhi relung hati seorang lelaki yang kini masih berbaring di bangsal rumah sakit. Sebut saja Raihan. Bukannya sedih ia masuk rumah sakit, sekarang justru ia sangat bahagia. Bahagia karena bisa mendapat perhatian dari seseorang yang ia kagumi.
Kata Dimas ia tertidur selama 2 jam dan ketika temannya itu sudah menunggunya selama 2 jam tersebut. Mungkin Dimas dan Rasya sudah biasa baginya, tapi Zahra yang menunggunya selama itu membuatnya merasa sangat bahagia.
"Siapa yang bawa gue ke sini?" tanyanya. Sesekali ia mencuri pandang pada gadis cantik yang sedang mengiris apel di sampingnya.
"Kak Naira ...."
"Raihan!" Bulu kuduk Raihan tiba-tiba menegang mendengar panggilan sang Papa yang tampan. "Pa- papa?"
"Saya minta kalian semua kecuali Raihan segera keluar dari ruangan ini. Saya perlu berbicara dengan anak saya!" Mendengar itu membuat Rasya dan Dimas langsung mengiyakan dan segera keluar dari ruangan.
"Bentar ya, Papanya Raihan. Nih bentar lagi selesai iris apelnya." Karena tidak melihat ekspresi Pak Rivan, Zahra mengatakan itu dengan biasa. Setelah selesai dengan urusan apel, Zahra tersenyum lalu memberikan pada Pak Rivan. "Setau aku, apel buat orang sakit itu bagus. Jadi aku minta bantuan ama Papanya Raihan ya, ini buat Raihan."
Raihan yang notabenya masih ketakutan langsung menahan tawa melihat keberanian Zahra. Begitupun dengan Rivan yang niat awalnya ingin memarahi Raihan. "Raihan aku pamit, ya."
Raihan mengangguk. Rivan masih terdiam di tempat dengan menatap buah apel di tangannya. Setelah memastikan bahwa Zahra keluar, Rivan lalu menatap anaknya.
"Raihan, sejak kapan Papa ngajarin kamu buat ikut tawuran?!" tanya Rivan to the point.
"Pah, Rai nggak ikut tawuran! Suwer deh!"
"Lalu bagaimana ini semua bisa terjadi, hm? Jelaskan!" titah Rivan, lelaki itu langsung menggigit apel yang diberikan pada Zahra. "Duh, Papa! Itukan apel buat Raihan!"
"Papa minta kamu jelaskan, Raihan! Bukan makan apel!"
Raihan menghela napas. "Rai tuh nggak ikut tawuran, Pah! Hari ini teman Rai ulang tahun, jadi Raihan keluar sekolah buat beli hadiah di toko di depan SMA Raihan. Rai juga nggak tau kalau ternyata SMA Rai dengan sekolah tetangga tawuran lagi. Nah pas Rai baru mau pulang, eh ternyata ada yang pukul Rai dari belakang. Namanya juga cowo, terus Rai lawan lah!"
Rivan kembali menggigit apelnya. "Terus-terus?"
"Nah terus Rai tonjok mukanya, hanya buat lindungi diri aja. Eh tapi ada yang pukul kepala Rei pakai tongkat. Nah mulai dari situ Rai nggak sadar diri lagi. Sampai akhirnya Rai sadar bangun di rs, terus diomelin ama Papa!"
Rivan menghela napas. Kehidupan remaja saat ini memang sangatlah rumit. Rumit untuk dipahami tentunya. Lelaki itu kembali menggigit apelnya. "Alhamdulillah kalau kamu nggak ikut tawuran. Tapi Papa nggak mau dengar kamu berkelahi. Papa nggak suka lihat kamu luka lagi kayak gini."
Raihan mengangguk pelan.
"Yaudah, kamu istirahat dulu aja. Papa mau lihat Mama dulu, dari tadi dia nangis terus lihat kondisi kamu kayak gini." Rivan lalu keluar bersama dengan apel yang berada di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RSS[2]: Mumtaaz of Love [SELESAI]
RomanceNEW COVER! [Sequel Ketika Hati Berucap] (Completed - Belum revisi) [PLAGIAT SILAHKAN MENJAUH🚷] Wajah kita sama, fisik kita sama, bahkan cara kita berbicara juga sama. Itulah kita, saudara kembar yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan kecukup...