Chap. 38 Mumtaaz of Love [End]

2.8K 180 16
                                    


####

Naira menatap iba melalui kaca pintu dari luar. Di dalam sana Zein masih memegang tangan Khaira menunggu wanita itu terbangun. Ia sedih melihat Khaira yang kini tengah kritis dan ia juga sedih melihat Zein yang menangis seperti itu.

Tanpa sadar langkah wanita itu membawanya masuk ke dalam ruangan. Naira maju mendekati Khaira dan juga Zein. "K-kak Zein ...."

Zein menoleh ke samping. "N-naira ... kau di sini?"

Naira mengangguk pelan. Arah pandangan wanita itu kini beralih pada kembarannya yang masih terbaring lemas di atas bangsal rumah sakit. Naira berjalan menuju sisi sebelah lalu mengelus pelan puncuk kepala Khaira yang tertutup hijab.

"Dia sangat mencintaimu, Kak. Bahkan di saat ia kritis, dia akan tetap mencintai kamu," sahut Naira perlahan. Berusaha mungkin ia menahan agar air matanya tidak tumpah di sini.

"Ya, aku sudah tau itu, tapi aku terlalu bodoh sampai baru menyadarinya saat ini. Aku terlalu larut memikirkan wanita yang kucintai, walau aku tau tidak akan pernah bisa memilikinya dan mengabaikan Khaira yang senantiasa mencintaiku dengan sepenuh hati," tukas Zein dengan masih menatap Khaira.

Naira menunduk, seketika pasokan udara yang masuk ke paru-parunya berkurang membuat sesuatu di dalam dadanya menjadi sesak. "Sudah saatnya kembali membuka hati, Kak. Kita sudah berada di jalan yang berbeda. Di hidup Kakak ada Khaira dan di hidupku ada Pak Hariz. Bahkan mungkin ... aku sudah mencintai suamiku."

Zein menatap Naira. Lelaki itu tersenyum lalu menatap Khaira. "Dan aku sudah ... mencintai istriku, Khaira ...."

Setelah mengatakan itu tangan pucat yang digenggam oleh Zein seketika bergerak. Zein melotot. "K-khaira!"

Naira langsung berlari ke luar ruangan untuk mencari dokter. "Dok ... ter!" Naira terkejut saat membuka pintu ia langsung berpapasan dengan Hariz.

Hariz menatap Naira. "Apa yang dia lakukan di dalam? Bersama Zein?!" batin Hariz penuh dengan tanda tanya.

Naira langsung menarik tangan suaminya itu. "Pak, K-khaira ... Khaira tadi gerakin tangannya!" sahut Naira dengan histeris.

Baiklah, urusan hati bisa nanti, saat ini ia harus kembali bersikap profesional. Lelaki itu langsung mengambil stetoskop lalu mulai mengecek detak jantung Khaira. Zein memperhatikan dengan seksama.

"Detak jantungnya kembali normal." Hariz mengecek pergelangan tangan Khaira. Lelaki itu tersenyum pelan. "Keadaan Khaira sudah kembali normal."

"T-tapi kenapa Khaira belum sadar, Pak?" tanya Naira.

"Ini sudah biasa, pasien akan tertidur untuk sementara waktu kemudian akan terbangun dengan sendirinya. Ada baiknya kita membiarkan pasien sendiri untuk saat ini." Naira dan Zein sontak mengangguk bersamaan.

"Alhamdulillah ya Allah, apa aku tidak bisa menemani istriku di sini, Kak?" tanya Zein. Lelaki yang duduk di atas kursi roda itu seakan tidak ingin jauh-jauh dari Khaira. Dan dia ingin menjadi orang pertama yang akan Khaira lihat ketika sadar kelak.

Hariz mengangguk. "Satu orang saja itu cukup. Selebihnya boleh keluar." Hariz melirik Naira. "Kalau begini saya permisi dulu. Oh iya, Zein jaga kesehatanmu." Setelah mengatakan itu Hariz lalu berjalan keluar.

Naira menatap Khaira lalu menatap Zein. "Jaga Khaira baik-baik, Kak," ucapnya lalu mengikuti Pak Hariz keluar.

Hariz masih berjalan ke depan, mencoba tidak peduli dengan Naira yang mengikutinya. Keadaan Naira sebaliknya, wanita itu bertanya-tanya mengapa Pak Hariz tidak mengatakan apa-apa.

RSS[2]: Mumtaaz of Love [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang