####
Hari ini Naira dituntut tiba di kampus tepat jam 8 Pagi. Dan kata 'tepat' itu berarti harus benar-benar tepat dalam artian tidak kepagian, dan tidak kesiangan. Mungkin inilah salah satu resiko seorang asisten dosen. Lebih-lebih lagi kalau dosennya yaitu Pak Hariz."Sudah mengerti dengan apa yang saya jelaskan?"
"Iya, Pak!"
"Oke! Saya tunggu ya!"
"Oke, Pak. In shaa Allah Nai bakal usahain"
Tutt
Tuh kan, setiap mereka sedang berbicara lewat ponsel maka yang lebih dulu mematikan sambungan pasti Hariz. Kadang itu agak menyebalkan bagi Naira. Tapi ya mulai hari ini ia harus sabar dan mulai menyiapkan diri.
"Udah mau berangkat, Nai?"
"Iya, Pa. Dikampus Naira sibuk banget hari ini. Jadi Naira nggak bisa dulu bareng ama Khaira" Sahut Naira dengan merapikan khimatnya didepan cermin di tuang makan.
"Terus kamu nggak mau sarapan, Nak?" Tanya Aisyah kembali.
"Nai buru-buru, Ma"
"Yaudah, biar Mama siapin bekal aja ya!"
Naira mengangguk sebagai persetujuan. Mungkin bekal bukan ide yang buruk, setidaknya untuk menghemat uang jajan.
****Naira sudah sampai di kampus, arloji kecil di lengan putihnya telah menunjukkan pukul 7.55, berarti 5 menit lagi ia harus keruangan Pak Hariz. Mungkin ada baiknya ia menikmati bekalnya saat ini. Terlambat beberapa menit tidak masalah, bukan?
Naira kemudian berjalan kearah kantin, sangat cocok menikmati bekal hangat di pagi hari, apalagi dengan perut kosong saat ini. Namun, langkahnya terhenti disaat sesuatu menahan tas punggungnya dari belakang, hingga ia spontan tertarik kebelakang.
"Kau ingin pergi kemana, hmm?"
Glek
Naira menelan salivahnya, Pak Hariz sungguh menyeramkan di pagi hari. Ya walau Naira akui wajah Pak Hariz itu layaknya aktor korea seperti yang sering Khaira nonton, tapi jika dibandingkan aktor korea masih terlihat romantis, tapi Pak Hariz?
"Apa lihat-lihat?" Tanyanya dengan nada datarnya. Dengan sigap Naira menundukkan pandangannya dan menggeleng pelan.
Hariz melepaskan genggamannya pada tas Naira. Lalu melihat arloji hitamnya, "Ini sudah jam 8, apakah kau ingin bersantai di kantin?"
"Enggak, Pak. Tapi..."
"Temui saya diruangan!"
Naira menghela nafas kasar setelah melihat Pak Hariz yang mendahuluinya. Sungguh pria arogan! Batinnya. "Sabar, Naira! Sabaaar!" Iapun berjalan mengikuti Pak Hariz.
Naira merasa sangat lemah. Bagaimana tidak, sekarang sudah jam 11 dan dia belum juga menyentuh bekalnya. Sejak tadi ia terus mengawasi para juniornya yang sedang praktek. Jika saja ia sadar, Hariz tidak pernah mempercayai mahasiswa lain untuk mengawasi para junior yang sedang praktek, dan sepertinya Naira telah membuat pengecualian untuk itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RSS[2]: Mumtaaz of Love [SELESAI]
RomanceNEW COVER! [Sequel Ketika Hati Berucap] (Completed - Belum revisi) [PLAGIAT SILAHKAN MENJAUH🚷] Wajah kita sama, fisik kita sama, bahkan cara kita berbicara juga sama. Itulah kita, saudara kembar yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan kecukup...