Chap. 12

1.3K 130 6
                                    

####

Terik matahari kian menyengat kulit. Baru saja beberapa menit berusaha menggalang dana untuk musholla, namun seluruh panitia terlihat begitu letih. Walau dana yang telah dikumpulkan sudah lumayan banyak. Tentu saja, mayoritas mahasiswa dikampus ini tentu berasal dari kalangan yang mampu.

Khairapun turut ikut serta membantu kembarannya ini. Saat kelasnya sudah selesai ia berniat untuk membantu seluruh kegiatan Naira. Tentu ia mengerti, saudara ini memiliki kesibukan jika diwaktu kampus. Beruntungnya hari ini Naira diliburkan sebagai asisten dosen.

"Udah banyak, Ra?" tanya Naira.

Khaira menggoyangkan kotak yang digenggamnya, "kayaknya udah hampir penuh deh!"

"Wihh hebat!!"

"Oh jelas! Kembaranmu ini punya cara sendiri untuk membuat mereka menyumbangkan dana!" Khaira melirik kumpulan mahasiswa dengan mata yang membesar.

"I-iya, Kak!" jawab mereka serentak. Dengan menatap takut pada Khaira.

Naira menggeleng sambil terkekeh, "Pasti mereka kena ancam deh, khaira ... Khaira ..." batinnya.

"Enggak kok, Nai. Aku nggak ngancem yang macem-macem. Cuma bilang aja kalau nggak mau nyumbang entar aku sumpahin nggak lulus skripsi!" sahut Khaira cepat, ia takut Naira akan berpikir yang tidak-tidak lagi.

"Yaudah, Ra. Kita duduk yuk, capek nih!" keluh Naira. Mendapat anggukan dari Khaira, mereka lalu mencari gazebo kosong untuk beristirahat sejenak.

"Kita ini payah ya, Ra. Baru panas segini aja kita udah kelelahan setengah mati, coba bayangin perjuangan Rasulullah untuk menyebarkan islam dulu." sahut Naira. Sungguh itu membuatnya merasa sedih. Ia merasa ibadahnya selama ini bukan apa-apa jika dibandingkan dengan perjuangan penegak islam dulu. Rasulullah dan para sahabatnyapun rela berkorban nyawa atas nama Allah Swt. Sedangkan dirinya sendiri, baru menggalang dana untuk musholla selama beberapa menit sudah membuatnya begitu kewalahan.

"Betul, Nai. Apalagi dulu Rasullah itu selalu dihina, dicaci maki, disebut penyihir, dilempari kotoran, bahkan sampai membuatnya bersimbah darah. Tapi dia selalu sabar, bukannya membalas malah Rasulullah memohon kepada Allah agar orang-orang kafir diberi hidayah!" tambah Khaira.

Perkataan Khaira membuat Naira mengingat kembali satu kisah yang ia dengar dari Mamanya. Dan kisah itu masih tercetak jelas dipikirannya. Kisah dimana Rasulullah mendapat berbagai hinaan dan bahkan kekerasan fisik. Berikut salah satu kisahnya!

Kota Thaif sejak lama menyembah berhala. Sementara di Makkah, Nabi Muhammad memulai dakwahnya. Dia mendapatkan bantuan materi dari tambatan hatinya Khadijah binti Khuwailid. Tak hanya itu, putra Abdullah ini juga didukung oleh pamannya, Abu Thalib.

Namun, kedua orang ini wafat pada tahun ke sepuluh kenabian. Sejak itu kaum kafir Quraisy memusuhi cucu Abdul Muthalib ini. Rasul ketika itu berpikiran untuk hijrah. Mungkin di negeri lain ada secercah harapan, bahwa masyarakat kota seberang akan menerima dakwahnya.
Rasul berjalan kaki, berhijrah menuju Thaif. Di kota itu, Rasul tinggal bersama Zaid bin Harisah selama 10 hari. Di sanalah muncul optimis memasyarakat setempat akan menerima dak wah Islam.
Nabi bertatap muka dengan pembesar Bani Tsaqif: Abdi Talel, Khubaib dan Mas'ud. Kepada mereka kekasih Allah ini mengenalkan tauhid. Begitu tragis, utusan Allah ini justru menjadi target pelecehan, penghinaan, umpatan, yang diluapkan dengan kata-kata kotor.
Rasul dilempari batu hingga terluka. Dalam kondisi terserang, Zaid melindungi Rasul hingga mengakibatkan kepalanya terluka. Keduanya melarikan diri ke kebuh milik 'Utbah bin Ra bi'ah.
Di sana mereka beristirahat dan mengobati luka. Ketika itu Rasulullah bermunajat kepada Allah SWT agar dirinya dikuatkan menghadapi cobaan yang begitu berat.
Allah SWT menjawab doa sang nabi. Malaikat Jibril dan penjaga gunung mendatanginya. Jibril bertutur kepada sang Nabi,” Apakah engkau mau aku timpakan dua gunung kepada mere ka (masyarakat Thaif)? Kalau itu kau inginkan maka akan aku lakukan.”
Namun, Rasul tidak menghendakinya. Bahkan dia mengharapkan Allah akan menciptakan generasi bertakwa yang lahir dari tulang rusuk masyarakat di sana. (HR Bukhari nomor 3.231 dan Muslim nomor 1.795).
Kearifan dan optimisme ini menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Meski dicemooh dan dianiaya, Nabi Muhammad tidak memiliki dendam menghadapi masyarakat Thaif. Karena itulah dia termasuk dalam Rasul Ulul Azmi yang kesabarannya sungguh luar biasa. Allah berfirman, Bersabarlah, seperti para Ulul Azmi.(QS al-Ahqaf: 35).
Untuk menyelamatkan diri, Rasul bersembunyi di sebuah perkebunan. Lokasinya kini tak jauh dari Masjid Qantara yang dibangun sekitar 162 tahun lalu oleh Khilafah Turki Usmani.
Di sana pula Rasul bertemu dengan pekerja kebun bernama Addas. Pria Kristen itu memberi kan anggur yang masih bergantungan di tang kainya. Sebelum memakannya, Rasul mengu capkan bismillah. Mendengar kalimat tersebut, Addas berucap, Orang di sini tak pernah me ngucapkan kalimat itu.
Lalu Rasul bertanya asal daerah Addas. Sang hamba sahaya menyebut Ninawa. Daerah itu berada di tepian Sungai Tigris, dekat dengan Mosul, Irak.Rasul juga menanyakan agama yang dianut pria tadi. Addas menjawab, dia mengikuti ajaran Nabi Yunus.
Lalu, Rasul menjelaskan Yunus adalah anak Matta, yang juga saudara Rasulullah. Ketika mendengar itu, Addas mengetahui Muhammad adalah utusan Allah. Dia langsung memeluk sang Nabi. Percakapan keduanya mengantarkan Addas bersyahadat, sehingga menjadi Muslim.

RSS[2]: Mumtaaz of Love [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang