Chap. 18

1.1K 113 7
                                    

####


Kini tak terasa, Naira dan Khaira akan memasuki semester 4. Begitu banyak kisah yang terjadi di kampus ini. Dari mulai kerja sama, sedih bersama, sibuk bersama, dan bahagia bersama. Semua itu sudah Naira dan Khaira rasakan.

Jangan lupa dengan berdebat bersama. Naira tidak akan melupakan apa yang telah terjadi minggu lalu. Di mana saudara kembarnya yang tidak lain adalah Khaira memberikan perkataan pedasnya pada mahasiswa seangkatannya.

Ceritanya seperti ini, masih kita mundur ke beberapa hari sebelumnya. 

Saat itu karena Dosennya keluar kota untuk menghadiri seminar. Yang mengakibatkan kelas Khaira bebas seperti surga dunia mahasiswa. Namun mereka tetap diberikan tugas yang harus di selesaikan.

Namun alih-alih mengerjakan tugas dari dosennya, Khaira justru meninggalkan kelasnya dan berjalan menuju Musholla kampus. Berharap bahwa seniornya bernama Zein itu ada di sana juga. Karena biasanya setiap Khaira melihat Naira yang memasuki Musholla, pasti Kakak seniornya itu ada juga di sana.

Namun ketika ia hendak memasuki Musholla. Samar-samar ia mendengar dua suara manusia berbeda gender tepat di samping Musholla. Tanpa menunggu gadis itu langsung berjalan mendekati sumber suara.

Prok prok prok!

Khaira menepuk-nepuk tangannya ketika melihat satu pasangan kekasih yang tengah bercengkrama ria di sana. Hanya berdua di tempat sepi seperti ini? Ya kecuali ketika syaiton. Untung Khaira langsung memergoki mereka.

"Wah hebat-hebat. Aku kira Musholla itu tempat beribadah, ternyata sekarang udah jadi tempat pacaran juga? Wow!" sahutnya dengan menatap keduanya secara bergantian.

"Lo pengganggu suasana aja tau nggak!" teriak gadis itu yang merupakan satu kelas dengan Khaira.

"Pengganggu suasana? Seharusnya tuh kamu berterima kasih ama aku. Kalau aku nggak dateng pasti nih cowo udah hancurin kamu!" Khaira menunjuk lelaki itu.

"Eh! Lo cewe pengurus Musholla itu kan? Mentang-mentang lo itu pengurus, nggak usah sok alim! Berita lo pacaran ama Presiden Mahasiswa udah tersebar di mana-mana tau nggak!" sambar lelaki itu. Khaira mengernyit, mungkin lelaki itu mengira bahwa yang dirinya adalah Naira bukan Khaira.

"Heh, kamu nutupin kesalahan kamu dengan berita hoax itu? Btw aku Khaira bukan Naira. Oh iya, gue berusaha sopan di sini karena kamu itu senior, jadi aku minta kalian pergi dari sini," sahut Khaira dengan tenang.

"Kok lo sewot banget sih, Ra! Yang pacaran kan gue, mau di sini kek mau di mana kek yang dosa gue bukan lo!"

Mendengar itu membuat Khaira tertawa lepas. Bahkan pasangan kekasih itu keheranan melihat tingkah Khaira.

"Hahahahav... Astaghfirullah. Kamu tau kalau yang kamu lakukan ini dosa, tapi kok masih tetep aja di lakukan?"

Wanita itu terdiam sekejap. "Ya ... Karena gue cinta ama pacar gue lah!"

"Padahal kamu udah tau itu dosa. Heh, aku heran deh ama cewe zaman sekarang. Udah tau pacaran itu dosa masih aja di lakukan. Atau jangan-jangan kalian tuh udah nggak punya otak ya?"

"Lo berani bilangin pacar gue nggak punya otak?!" Lelaki itu mendorong pundak Khaira.

Khaira melotot. Niat hati ingin berusaha sopan, namun sepertinya mereka ingin secara kasar. Apa mereka belum tau Khaira juara 1 selama 5 tahun berturut-turut dalam lomba Taekwondo?!

Plak!

Satu tamparan keras mengenai pipi lelaki itu. Bahkan mampu membuatnya jatuh tersungkur di atas tanah. Bahkan gadis yang berada di hadapan Khaira ketika melihat pacarnya yang terjatuh membuatnya takut seketika.

"Kalian berdua emang nggak ada otak! Udah aku bilangin kan kalau aku berusaha sopan ama kalian. Nih juga! Udah tau pacaran itu dosa masih aja di jalani. Kamu itu cewe, di mana harga diri kamu saat nih cowo megang-megang tubuh kamu hanya karena katanya dia cinta ama kamu! Sadar nggak sih! Dengan pacaran harga diri kamu tuh udah hilang tau nggak!"

Kata-kata pedas ala Khaira pun keluar seketika. Lebih-lebih lagi saat ini, dimana ia sedang dalam masa datang bulan. Rasanya memaki orang itu begitu menyenangkan.

"T-tapi aku ama dia tuh saling mencintai!" cicit gadis itu.

"Kalau nih cowo beneran cinta ama kamu, ya pasti dia nggak bakalan nembak kamu tapi dia bakalan langsung menghadap ama orang tua kamu. Gitu aja nggak tau! Makanya kalau ada pelajaran agama jangan pacaran aja yang di perhatiin. Kamu biarin nih cowo nyentuh kamu hanya dengar modal kata cinta? Makan tuh cinta!!"

Mereka berdua terdiam. Khaira menghela nafas. "Masih mau di sini?!" 
Refleks mereka menggeleng. Lalu segera meninggalkan wilayah Musholla.

"Ada-ada aja kelakuan anak muda zaman sekarang. Udah tau dosa malah tetep pacaran." Khaira menggeleng-geleng. Untung ia masih bisa mrngotrol sedikit amarahnya sehingga tidak membuat anak orang babak belur.

Kita kembali ke masa sekarang. Naira masih membolak-balik layar ponselnya.

"Nai!"

"Hm?"

"Kira-kira hadiah yang cocok untuk besok apa ya?" tanya Khaira.

Naira masih menggeleng. Dari kemarin ia selalu saja bingung memilih hadiah yang cocok untuk wisuda seniornya besok. "Masih belum tau, Ra. Aku bingung deh."

"Boneka cocok nggak ya?" gumam Khaira. Namun masih dapat di dengar oleh Naira.

"Boneka? Ooh yang tempo hari kamu lihat di mall itu?" tebak Naira. Khaira mengangguk. Namun ia kembali berpikir, tentu Papanya setuju jika boneka itu yang dia jadikan hadiah. Tapi apa kabar dengan Mamanya? Pasti ia tidak akan mendapat izin.

"Kayaknya Mama nggak bakalan ngasih izin deh, Nai."

"Benar juga. Lagian kamu sih, waktu itu Mama nanya berapa harganya, harusnya kamu nggak sebutin harga aslinya!" Satu pukulan pelan mendarat di paha Khaira. Gadis itu meringis. "Mana aku tau. Lagian waktu itu aku nggak kepikiran kalau Mama mau nolak."

Naira menggeleng frustasi. Tentu saja Aisyah tidak akan mengizinkan Khaira untuk membeli boneka seharga satu unit motor itu untuk di jadikan hadiah wisuda. Kalau untuk Rivan mungkin itu bukanlah hal yang besar. Namun tetap saja Aisyah menolak.

"Soalnya aku dengar Kak Zein itu suka banget ama boneka Panda kayak Om Yusuf." Ucapan Khaira membuat lampu pikiran di atas kepala Naira seketika menyala terang.

"Aku punya ide!"

"Apa?!"

"Gimana kalau kita minta boneka Om Yusuf aja!" sahut Naira.

"Wah boleh-boleh! Aku juga udah lama nggak ketemu ama si Rezki ama Tante Nisa. Tapi kira-kira kapan kita mau kesana?" tanya Khaira. Mereka kembali berpikir.

"Papa udah pulang belum?"

Khaira mengangguk. "Papa ama di bawah ama Raihan."

"Mama?"

"Di rumah Eyang." jawab Khaira.

Naira tersenyum. Ia bisa memohon pada Papanya untuk mengantar mereka ke rumah Yusuf. "Kita pergi sekarang!"




.
.
.
.
Bersambung ...

Halo semua! Setelah sekian lama nggak update. Akhirnya bisa update juga!!

Maaf ya udah buat kalian nunggu. Tapi emang akhir-akhir ini Author sibuk banget biat nyelesaiin cerita sebelah. Jadi MOL jadi nggak ke urus. Astaghfirullah.

Tapi sesuai dengan apa yang Author bilang pada part sebelumnya. Bahkan Auhtor tuh nggak akan biarin cerita ini terbengkalai. Author akan tetap update tapi masih belum tau kapan.
Sekali lagi maaf ya. Dan terima kasih sudah membaca part ini.

Jangan lupa vote dan komen. Dan juga follow akun Author di @Aysyahputry

Sekian.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatu.




RSS[2]: Mumtaaz of Love [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang