Chap. 6

1.4K 168 6
                                    


#

###


Naira menelan salivahnya, sungguh menghadap pada presiden mahasiswa di kampusnya membuat nyalinya seketika menciut. Ia bingung, di hari sebelumnya disaat ia bertemu dengan Zein, ia sama sekali tidak merasa takut. Namun entah mengapa, justru sekarang ia sangat gugup untuk menghadap.

Naira mencoba melirik dari kejauhan, lelaki dengan pakaian santainya itu terlihat begitu sibuk. Penampilan Zein memang terlihat cukup sederhana. Hanya dengan kemeja lengan panjang yang digulung hingga siku, celana jeans hitam panjang, serta tas punggung berwarna hitam bergantung di pundak kanannya sungguh menambah kesan kesederhanaan namun tetap terlihat keren.

Naira tau latar belakang keluarga Anggapradesta, tentu saja ia tau, Pak Anggapradesta adalah Direktur utama sebuah perusahaan elektronik yang berhasil menjalin kerjasama dengan perusahaan Papanya.

Zein yang termasuk anak dari Pak Anggapradesta pasti tidak pernah merasa kekurangan. Namun melihat dari penampilan Kakak seniornya itu, membuat Naira bisa menyimpulkan bahwa Zein adalah seorang yang menyukai kesederhanaan.

Naira masih terdiam, sibuk dalam lamunanya, hingga panggilan dari seseorang seketika membuatnya terkejut.

"Woi!!"

"Astaghfirullah!!!"

Umpat Naira dengan sedikit kencang. Membuat seseorang yang memanggilnya ikut terkejut.

"Lagi mikirin apa, hmm?" tanya Khaira, menatap Naira dengan tatapan mengintimidasi.

"Ish! Anu ... Nai lagi mikirin buat masuk ke panitia musholla" Jawab Naira seadanya. Ya memang ia sedang kepikiran akan hal itu. Untuk hal lain, ia merasa tidak perlu membicarakannya pada Khaira.

"Oowh gitu ya. Setau Aku sih, Ketua panitia nya itu Kak Zein. Emang kamu udah kenal ama dia?"

Naira mengangguk pelan, "Kemarin Kita nggak sengaja ketemu di Musholla. Aku pikir, mungkin dengan aku bisa bergabung di panitia Musholla, aku bisa memiliki pengalaman baru. Jadi aku akan dengan mudah mengurus Musholla walau Kakak-kakak senior sudah pada wisuda"

Khaira kembali mengangguk paham. Sungguh saudara kembarnya mampu membuatnya terkagum. Memang saat ini, para panitia Musholla berasal dari kalangan senior, mungkin saatnya untuk junior yang mengambil alih, agar tidak mengalami kesulitan disaat para senior wisuda.

"Yaudah, nanti aku temani kamu ya buat izin ama Kak Zein ya!"

Naira tersenyum manis, lalu mengangguk.
Selanjutnya mereka berdua berjalan beriringan menuju kelas.

****

Hariz memerhatikan dengan serius kumpulan kertas dihadapannya. Sesekali ia mengangguk pelan ketika membaca kata demi kata yang tertulis. Lama ia memerhatikan kertas itu hingga membuat seorang wanita yang sedari tadi duduk dalam keadaan tegang malah semakin bertambah tegang.

Hariz mengangkat sebelah alisnya bersamaan dengan ia meletakkan beberapa kertas diatas mejanya.

"Ini kamu yang kerja semua?" Tanyanya dengan menatap sekilas kearah Naira.

"Iya, Pak"

"Tanpa menjiplak?"

"Iya, Pak"

"Murni hasil pikiranmu?"

RSS[2]: Mumtaaz of Love [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang