Chap. 34

1.4K 145 14
                                    


####

Pernikahan bukan hal yang sepele, tidak hanya sekedar mengucap ijab qabul, bertukar cincin, suami yang menafkahi istri. Namun, pernikahan itu sebuah jalinan suci yang disaksikan langsung oleh Yang Maha Kuasa.

Bagi Naira, jika ia memang tidak bisa mencintai suaminya, tetapi dia akan berusaha untuk selalu menghargai hubungan mereka sebagai suami istri dan juga akan berusaha memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri yang baik untuk suami.

Dua hari berlalu setelah momen pernikahan mereka. Tidak bisa Naira duga, rupanya sehari setelah pernikahan mereka, Ayah Zein menyatakan bahwa rumah lama keluarga Hariz sudah berpindah tangan sepenuhnya atas nama Suaminya. Dengan kata lain, dirinya dan Pak Hariz kini berada dalam satu atap yang sama. Mengesankan.

"Kalian belum ada rencana untuk pulang?" tanya Naira dengan ponselnya yang menempel di telinganya. Ia kini sedang berbicara dengan kembarannya yang jauh di sana.

"Ya ampun, Nai. Kita baru 4 hari lho di Bali. In shaa Allah kira mau seminggu di sini."

"Iya deh. Nai cuma rindu aja gitu."

"Lah kan di situ ada suaminya, kok malah mikirin kembarannya sih? Btw selamat ya udah tinggal satu atap sama suami sendiri aw!"

"Khaira ih ... jangan gitu! Nai lagi kepikiran Mama ama Papa nih!"

"Udah, kamu fokus aja dulu sama rumah tanggamu. Mama, Papa, dan Raihan masih liburan di L.A."

Naira menghela napas. "Ya sudah, Nai tutup dulu teleponnya ya, Ra. Assalamualaikum."

"Oke ... Waalaikumsalam."

Naira membuang ponselnya di atas sofa. Dari tadi pagi sampai jam 10 malam Pak Dokter itu belum juga pulang, lalu bagaimana Naira harus menjalankan tugasnya sebagai istri?

Wanita itu menoleh ke arah meja makan. Di sana sudah tersedia sayur lodeh buatannya, di tambah dengan tumis kangkung dan ikan sambal yang sejak tadi belum disentuh.

"Giliran aku udah lakukan tugas aku sebagai istri, lalu dia ke mana?" gumamnya. Entah mengapa ia merasa Pak Hariz tidak bahagia dengan semua ini. Ya Naira juga mungkin merasa demikian, tapi setidaknya ia menghargai hubungan mereka.

Ya bisa di bilang ini malam kedua yang Naira habiskan bersama Pak Hariz, malam pertama dilalui tanpa adanya percakapan apapun selain "Aku tidur duluan ya, Pak." bahkan setelah mengatakan itu Pak Hariz tidak menjawab atau merespon apapun.

Naira berjalan mendekati meja makan, perutnya sudah berkali-kali menyalakan alarm minta diisi, tetapi Naira tidak bisa makan sebelum kepulangan dokter galaknya itu. Alhasil wanita itu tetap duduk dan menunggu hingga pintu rumah terbuka.

****

"Pak Dokter! Frekuensi detak jantung pasien melemah," sahut Dokter pendamping. Ruang OK kini dipenuhi hawa menegangkan. Hariz masih berkutat dengan pisau bedahnya.

"Kebocoran pada sekat jantung lumayan besar. Kita harus melakukan operasi perbaikan katup jantung," Titah Dokter Hariz. Sebenarnya ada dua cara operasi yang efesien dalam menangani kebocoran pada katup jantung.

Yang pertama adalah perbaikan katup jantung dan yang kedua adalah pergantian katup jantung. Hariz lebih memilih untuk perbaikan, karena cara ini lebih efektif dan resikonya lebih rendah terhadap infeksi.

RSS[2]: Mumtaaz of Love [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang